Qurban
Qurban
Oleh: Prof. Dr. Daniel Mohammad Rosyid
Editor: Sudono Syueb
Puasa dimaksudkan agar manusia dibebaskan dari pemberhalaan perut dan kelamin. Qurban dimaksudkan agar manusia dibebaskan dari pemberhalaan diri dan keakuan. Sepanjang sejarahnya, manusia sebagai spesies terorganisir senantiasa berada dalam ketegangan kreatif antara pemujaan pada perut dan kelamin atau pemujaan diri dan keakuan.
Para mu'min adalah mereka yang sanggup bersabar untuk tidak jatuh pada kedua jenis pemberhalaan tersebut yang akan menjadikannya sebagai budak. Hanya mereka yang sanggup membebaskan diri dari kedua jenis pemberhalaan itulah yang layak disebut manusia yang merdeka.
Pemberhalaan diri dan keakuan itu dulu wujud dalam feodalisme, dan sukuisme. Lalu datang nasionalisme yang jika menyempit menjadi semacam _glorified tribalism_ atau kesukuan yang dibesar-besarkan. Sukuisme bisa dikerdilkan menjadi semacam extended egoism para elit. Bangsa sebenarnya telah mengurangi sukuisme yang bersifat primordial. Nasionalisme lebih kreatif karena melampaui sukuisme yang primordial.
Islam yang ada di Indonesia merupakan jembatan bagi penerimaan nasionalisme bersama republikanisme. Nasionalisme mengatasi sukuisme sementara republikanisme mengatasi feodalisme. Islam mempermudah proses-proses kreatif ini. Ini penting dicatat karena tanpa Islam, bangsa Indonesia dan RI sulit dibayangkan. Adalah ulama lurus negarawan pendiri bangsa yang ikut melahirkan bangsa dan Republik ini.
Tentu mengherankan jika saat ini berkembang dinastisme elite politik serta narasi islamophobia di negeri ini. Dinastisme ini adalah benih nepotisme yang menjadi musuh bersama reformasi.
Sementara itu beberapa UU era Covid-19 ini justru kembali pada sentralisme sebagai musuh desentralisasi. Baik dinastisme maupun sentralisme adalah lahan korupsi. Ternyata reformasi hanya menghasilkan deformasi kehidupan berbangsa dan bernegara melalui liberalisasi politik, dinatisme dan sentralisme. Kemunduran ini juga sedang terjadi di negara kampiun demokrasi AS.
Kebangkitan China selama 20 tahun terakhir adalah fenomena yang menarik. Dominasi suku Han di China tidak melahirkan bangsa China sehingga RRC sulit disebut sebagai nation state. RRC adalah sebuah imperial state dengan dominasi suku Han yang memarginalkan suku-suku lain termasuk Uighur. Kebangkitan Han supremacy di RRC dan white supremacy di AS akhir-akhir ini adalah kemunduran peradaban yang dengan congkak disebut maju dan modern.
Untuk lestari di tengah goncangan pandemi ini, bangsa ini perlu mengambil inspirasi Islam dan ummat Islam sebagai kaum yang melampaui sukuisme, bahkan nasionalisme sempit. Dalam prosesi Haj ditunjukkan bahwa manusia apapun warna kulit serta klas sosialnya sama kedudukannya di depan Allah swt. Ini adalah prinsip perikemanusiaan yang adil dan beradab. Hanya di bawah Ketuhanan Yang Maha Esa, kesatuan ummat manusia bisa dimungkinkan dalam keadilan dan keberadaban, melalui pengorbanan primordialisme yang sempit dan primitif. Not only black lives matter, all human lives do.
Rosyid College of Arts,
Gunung Anyar, Surabaya
30/7/2020
Komentar
Posting Komentar