CATATAN UNTUK RENCANA PENYEDERHANAAN KURIKULUM

CATATAN UNTUK RENCANA PENYEDERHANAAN KURIKULUM

Oleh: Tarli Nugroho

(Alumni UGM, Yogyakarta)

Editor: Sudono Syueb

Surabaya,tajdidatturatsblogspot.com-Rencana penyederhanaan kurikulum adalah sebuah isu serius dan strategis. Sebagai menteri yang berasal dari latar belakang tak biasa, untuk isu seserius dan sepenting itu, saya sebenarnya berharap Menteri Pendidikan memulainya dengan sebuah keterbukaan yang juga tak biasa. Misalnya, Menteri harus bersikap terbuka tentang siapa saja yang terlibat dalam menggodok isu seserius dan sepenting itu. Jika itu dikerjakan sebuah tim, pembentukan tim itu haruslah dilakukan terbuka, rekrutmennya dilakukan terbuka, dan semua tahap kerjanya dilakukan terbuka agar hasilnya bisa diikuti publik dengan mudah.

Banyaknya orang yang terkejut dan marah dengan draf sosialisasi Penyederhanaan Kurikulum dan Asesmen Nasional tanggal 25 Agustus 2020 kemarin, di luar soal apa dan bagaimana nasib pelajaran sejarah, sebenarnya berhubungan dengan isu keterbukaan ini. Dan publik memang pantas bertanya-tanya: Lho, sejak kapan Kemendikbud merencanakan penyederhanaan kurikulum? Siapa saja yang diajak urun-rembuk membahas isu itu? Kok tiba-tiba langsung sosialisasi? Dan seterusnya, dan seterusnya.

Persis di situ, Menteri Nadiem sebenarnya bisa belajar dari pengalaman pembentukan Komisi Pembaruan Pendidikan yang dilakukan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef pada awal jabatannya di tahun 1978. Komisi itu dibentuk oleh Daoed untuk membantunya merumuskan strategi kebijakan pendidikan nasional.

Pekerjaan komisi itu ada tiga.

Pertama, menyerap semua gagasan dan bahan mengenai pendidikan nasional dari berbagai pihak di tanah air, mulai dari masyarakat, penyelenggara pendidikan, birokrat pendidikan, para sarjana, hingga para profesional.

Kedua, sesudah menyerap semua itu, komisi ditugaskan untuk merumuskan apa yang seharusnya dirancang dan dilakukan oleh kementerian pendidikan terkait dengan pendidikan nasional.

Dan ketiga, rumusan itu haris diuji-publikan oleh komisi di mana komisi sesudahnya harus memperbaiki rumusannya seturut tanggapan, kritik, dan masukan yang mereka peroleh dalam berbagai uji publik tadi.

Tentu saja pekerjaan semacam itu tak bisa dilakukan sehari dua hari. Dan memang, tugas Komisi Pembaruan Pendidikan waktu itu adalah satu setengah tahun.

Komisi yang dibentuk oleh Daoed tadi diisi oleh sejumlah ahli yang berasal dari berbagai bidang, mulai dari Sumitro Djojohadikusumo, Koentjaraningrat, Andi Hakim Nasution, T.O. Ihromi, Slamet Iman Santoso, hingga Ki Suratman. Karena nama-nama anggota komisi terbuka dan diketahui publik, maka semua pemangku kepentingan di bidang pendidikan jadi tahu harus menghubungi siapa jika mereka memiliki masukan ataupun kritik terkait soal pendidikan.

Jadi, pekerjaan-pekerjaan serius yang berdampak jangka panjang semacam perubahan kurikulum, penyederhanaan kurikulum, atau sejenisnya, selain secara konsep harus matang, proses perumusannya juga haruslah dilakukan secara terbuka, agar perkembangannya bisa diikuti oleh masyarakat. Sehingga, masyarakat tidak tiba-tiba disodori kebijakan-kebijakan drastis yang proses perumusan serta perdebatannya tak pernah mereka saksikan.

Saya kira, tidak ada pihak yang tak setuju dengan gagasan penyederhanaan kurikulum. Namun, apa, kenapa, dan bagaimana subyek pengajaran yang perlu disederhanakan, pembahasannya haruslah melibatkan banyak pemangku kepentingan terlebih dahulu.


Oleh: Tarli Nugroho

(Alumni UGM, Yogyakarta)

Editor: Sudono Syueb

Surabaya,tajdidatturatsblogspot.com-Rencana penyederhanaan kurikulum adalah sebuah isu serius dan strategis. Sebagai menteri yang berasal dari latar belakang tak biasa, untuk isu seserius dan sepenting itu, saya sebenarnya berharap Menteri Pendidikan memulainya dengan sebuah keterbukaan yang juga tak biasa. Misalnya, Menteri harus bersikap terbuka tentang siapa saja yang terlibat dalam menggodok isu seserius dan sepenting itu. Jika itu dikerjakan sebuah tim, pembentukan tim itu haruslah dilakukan terbuka, rekrutmennya dilakukan terbuka, dan semua tahap kerjanya dilakukan terbuka agar hasilnya bisa diikuti publik dengan mudah.

Banyaknya orang yang terkejut dan marah dengan draf sosialisasi Penyederhanaan Kurikulum dan Asesmen Nasional tanggal 25 Agustus 2020 kemarin, di luar soal apa dan bagaimana nasib pelajaran sejarah, sebenarnya berhubungan dengan isu keterbukaan ini. Dan publik memang pantas bertanya-tanya: Lho, sejak kapan Kemendikbud merencanakan penyederhanaan kurikulum? Siapa saja yang diajak urun-rembuk membahas isu itu? Kok tiba-tiba langsung sosialisasi? Dan seterusnya, dan seterusnya.

Persis di situ, Menteri Nadiem sebenarnya bisa belajar dari pengalaman pembentukan Komisi Pembaruan Pendidikan yang dilakukan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef pada awal jabatannya di tahun 1978. Komisi itu dibentuk oleh Daoed untuk membantunya merumuskan strategi kebijakan pendidikan nasional.

Pekerjaan komisi itu ada tiga.

Pertama, menyerap semua gagasan dan bahan mengenai pendidikan nasional dari berbagai pihak di tanah air, mulai dari masyarakat, penyelenggara pendidikan, birokrat pendidikan, para sarjana, hingga para profesional.

Kedua, sesudah menyerap semua itu, komisi ditugaskan untuk merumuskan apa yang seharusnya dirancang dan dilakukan oleh kementerian pendidikan terkait dengan pendidikan nasional.

Dan ketiga, rumusan itu haris diuji-publikan oleh komisi di mana komisi sesudahnya harus memperbaiki rumusannya seturut tanggapan, kritik, dan masukan yang mereka peroleh dalam berbagai uji publik tadi.

Tentu saja pekerjaan semacam itu tak bisa dilakukan sehari dua hari. Dan memang, tugas Komisi Pembaruan Pendidikan waktu itu adalah satu setengah tahun.

Komisi yang dibentuk oleh Daoed tadi diisi oleh sejumlah ahli yang berasal dari berbagai bidang, mulai dari Sumitro Djojohadikusumo, Koentjaraningrat, Andi Hakim Nasution, T.O. Ihromi, Slamet Iman Santoso, hingga Ki Suratman. Karena nama-nama anggota komisi terbuka dan diketahui publik, maka semua pemangku kepentingan di bidang pendidikan jadi tahu harus menghubungi siapa jika mereka memiliki masukan ataupun kritik terkait soal pendidikan.

Jadi, pekerjaan-pekerjaan serius yang berdampak jangka panjang semacam perubahan kurikulum, penyederhanaan kurikulum, atau sejenisnya, selain secara konsep harus matang, proses perumusannya juga haruslah dilakukan secara terbuka, agar perkembangannya bisa diikuti oleh masyarakat. Sehingga, masyarakat tidak tiba-tiba disodori kebijakan-kebijakan drastis yang proses perumusan serta perdebatannya tak pernah mereka saksikan.

Saya kira, tidak ada pihak yang tak setuju dengan gagasan penyederhanaan kurikulum. Namun, apa, kenapa, dan bagaimana subyek pengajaran yang perlu disederhanakan, pembahasannya haruslah melibatkan banyak pemangku kepentingan terlebih dahulu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIGA SYARAT TERKABULNYA DOA

24 Siswa MA YTP Kertosono diterima Berbagai PTN lndonesia Jalur SNBT, dan Jalur lainnya

Rukhsah Teologis dan Rukhsah Fiqhi