Mengukir Takdir
Mengukir Takdir
Dr. Amam Fakhrur
(Kolumnis Keislaman dan Keindonesian. Alumni Ponpes YTP, Kertosono)
Maaf…, bagi kita, mungkin hari-hari ini bayangan kehidupan yang lumayan sempurna yang bebas dari penyakit, dan dari masalah, menjadi terganggu. Bukankah tenaga dan fikiran menjadi lelah, tersedot ke dalam pusaran badai. Mengestimasi pandemi akan berakhir di tahun ini dianggap tidak realistis.
Sampeyan bisa bertausiyah, “Hadapi saja dengan enjoy”. Itu tausiyah yang oke banget. Tapi, rasa khawatir adalah sifat bawaan manusia. Tidak semudah itu. Itu anugerah Tuhan.
Oh ya, memang perlu syukur dan menjadi tersadarkan tentang tugas manusia di bumi. Manusia hanya petugas Tuhan untuk menciptakan kemakmuran, kesejahteraan, ketertiban di muka bumi. Juga untuk mengabdi kepada-Nya. Hak prerogatif Tuhan, bila diri-Nya menganggap bahwa tugas itu telah selesai, dan Dia mengambilnya. Diambil ketika jasad telah expired (daluwarsa). Pandangan Ini bukan teologi sesat. Ini keimanan yang mencerahkan dan menenangkan.
Mengerem perasaan ngenes. Tetap menapaki jalan hidup sesuai bakat dan minat. Terus berkiprah dengan menonjolkan bisikan batin yang putih jernih itu.
Semua harus memastikan ekonomi, kesehatan dan politik tetap oke. Dunia belum rapuh. Dengan pendampingan Malaikat melalui bisikan-bisikan kebaikannya, Insyaallah berhasil mengukir takdir baik di muka bumi.
Kalau saya posting koleksi foto di sudut Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong Kalbar Indoneisa–Malaysia, dengan background gedung kokoh dengan alam hijau yang indah, anggap saja itu sebagai spirit agar diri lebih enjoy dan optimis dalam mengukir takdir.
Komentar
Posting Komentar