Tiga Serangkai

Tiga Serangkai

Kayla Untara
(Budayawan Muhammadiyah Kalsel) 

Seingat ulun terakhir kami berfoto bertiga seperti ini sekitar enam atau tujuh tahun lalu. Sudah lama, pasti. Pada saat menghadiri walimah kawan (Ifan Bule) di Jogja, jika tak khilaf. Atau pada saat Muktamar Pemuda Muhammadiyah di Sumatera Barat, Padang. Lupa, maklum faktor usia.

Hampir separuh perjalananan kehidupan pertalian kawan ini terjalin. Sejak masih sama-sama perawan tingtong lebih dari dua dekade lalu. Jika meraba kembali foto-foto saat bertiga seperti ini, nampak sekali bahwa waktu membunuh segala macam hal. Memang tidak ada yang bisa melawan bergulirnya masa dan usia. Tapi tidak dengan pertemanan kami bertiga. 

Meski sua kami sudah jauh berkurang. Biarpun jarak terkadang menjadi kendala perjumpaan. Kesibukan dan tugas sebagai suami sekaligus bapak kini mengalihkan perhatian. Saban kali bertemu tidak ada hal yang berbeda. Kami tetap berbincang dengan canda yang sama. Kami acapkali bergurau meski dengan lelucon yang jua sama. Kami tertawa sebagaimana sering kami lakukan pada saat bergurau. 

Memang, kedekatan emosional kami bertiga terbilang unik. Chemistry yang terjalin di antara kami bisa dikata agak aneh. Kadang tanpa saling kata pun jika ada sesuatu, maka bisa saja saling memahami. Terutama jika soal guyon. Entah di mana lucunya, tiba-tiba saling tertawa sahaja. 

Ulun dan Adi, sudah mendekati kepala empat. Kalau Aliman, jangan ditanya. Sidin memang panuhanya alias hampir menembus angka lima. Kami tak pernah tahu kapan bisa berfoto bertiga seperti ini lagi. Bisa sahaja ada di antara kami akan pergi lebih dulu, nanti. Sebab bilangan usia tak pernah ada yang mampu menebaknya. Akan ada suatu masa di mana menemukan momen menghadiri pemakaman salah satu dari kami. Jika membayangkan semacam itu, perih rasanya. Tetapi semua itu pasti akan terjadi. Entah dikehendaki atau tidak. 

Satu hal yang pasti, selama nafas tak berhenti, kami akan terus saling menjaga. Saling meingatkan. Sebab mencari kawan susah jika untuk duka, kata Rhoma; 

"Sesungguhnya nilai teman yang saling setia lebih dari saudara. Itu hanya mungkin bila di antara kita. Seiman seagama. Seumpama tubuh ada yang terluka. Sakitlah semuanya. Itulah teman dalam taqwa. Satu irama selamanya. Itulah teman yang setia. Diri dunia sampai surga. Bila teman untuk dunia. Itu hanya sementara. Tapi teman dunia akhirat. Itu barulah sahabat. Itulah teman dalam taqwa"

(HST,  27/07/21)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIGA SYARAT TERKABULNYA DOA

24 Siswa MA YTP Kertosono diterima Berbagai PTN lndonesia Jalur SNBT, dan Jalur lainnya

Rukhsah Teologis dan Rukhsah Fiqhi