Pandiran Warung: "Gair..."

Pandiran Warung: "Gair..."

Kayla Untara*

Mencoba menyisihkan waktu untuk memenuhi giat yang diwajibkan oleh pemerintah meski konon katanya bukan syarat untuk mengurus pemberkasan formal sebagai seorang warga negara namun realitanya hampir segala aktifitas yang terkait dengan urusan pengadministrasian dengan banyak pihak dan lembaga, diminta menunjukan sertipikatnya (semacam surat keterangan sudah melaksanakan) vaksin. Demikianlah keadaan saat sekarang. Setelah penerapan prokes yang kesannya sahibar lantas dilanjutkan dengan vaksin massal oleh pemerintah. Lalu, apa yang terjadi? 

Foto-foto ini hanyalah terjadi di satu titik lokasi vaksin massal. Sebagaimana di banyak titik lain, di wilayah lain, di kota lain, di banyak tempat yang lain, keadaan serupa jua terjadi. Keadaan di mana adanya sebuah situasi untuk menerapkan sebuah aturan namun sekaligus pula melanggar aturan lainnya. Sebuah situasi yang seandainya saja dilakukan oleh orang macam  Habib Rizieq misal, sudah tentu akan berhadapan dengan sanksi denda bahkan penjara. Sebuah usaha untuk memberikan "jaminan keselamatan" namun sekaligus "menjebloskan pada sebuah ancaman". Mungkin statement itu terdengar sarkas, tetapi setidaknya yang jelas terjadi situasi macam tadi: menerapkan aturan dengan melanggar aturan. 

Entah, apakah ini menunjukan sebuah kegagalan mengedukasi persolan pandemi ini dari pemerintah atau tingkat kesadaran kita yang memang rendah. Namun tak bisa dibantah bahwa ketika banyak muridnya tidak naik kelas boleh jadi karena gurunya gagal dalam mengajar. Memang ada kompleksitas jika menganalogikan pada hubungan guru dan murid, namun faktanya keberhasilan murid di sekolah sangat tergantung bagaimana kualitas mengajar para gurunya. Nah, soal prokes dan vaksin ini nampaknya jua dalam kondisi yang sama. 

Kehilangan momentum kesadaran akibat penerapan aturan yang mestinya sebuah proses edukasi namun diterapkan dengan beragam ancaman demi ancaman oleh para pejabat dan aparat sedikit banyaknya jadi asbab. Paling tidak situasi dalam foto ini berbicara begitu. Orang lebih gair tidak bisa naik pesawat, pergi ke Mall, travelling ke luar kota atau sekadar ke jamban umum handak bahira karena tidak memiliki dan tidak bisa menunjukkan sertipikat vaksin. Bagaimana proses mendapatkan vaksin itu? Ya, seperti foto itu. Rela berkerumun dan berdesak-desakan tanpa peduli itu melanggar prokes dan tujuan dari vaksin itu sendiri. Kita kadung kehilangan esensi dari langkah vaksinasi. Alih-alih mau kuat dalam menghadapi pandemi, tetapi yang justru terjadi adalah lebih gair karena tidak bisa  jalan-jalan ke mall esok hari dan mengejar sertipikat vaksinasi. 

(HST, 30/08/21)
*(Budayawan Muhammadiyah asal Borneo)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIGA SYARAT TERKABULNYA DOA

24 Siswa MA YTP Kertosono diterima Berbagai PTN lndonesia Jalur SNBT, dan Jalur lainnya

Rukhsah Teologis dan Rukhsah Fiqhi