Catatan Perjalanan ke Surga Kecil Labuhan Bajo (1)
Catatan Perjalanan ke Surga Kecil Labuhan Bajo (1)
Semakin Penasaran
Catatan : Amam Fakhrur
Kawan-kawan lain serombongan berangkat ke bandara Soekarno Hatta dari markas di Bogor. Sebagian lain dari tempat tinggal masing-masing. Adapun saya bersama kawan saya, Ikbal, memiih untuk berangkat dari kota Bandung. Memilih berangkat dari kota Bandung, karena ingin terlebih dahulu menyaksikan kejuaraan Lawn Tennis (tenis lapangan).
Jum’at 3 Desember 2021, jam 13,30 WIB kami menuju Bandung. Bakda maghrib kami sampai di kota itu. Setelah makan di warung padang , kami bergegas menuju hotel di pusat kota yang telah kami pesan melalui salah satu aplikasi.
Sabtu pagi, dengan memakai kostum olah raga kami menikmati tontonan pertandingan tenis yang diikuti seluruh daerah di tanah air, di lapangan indoor UPI. Seseekali saya bertepuk tangan memberikan support untuk kawan lama yang sedang bertanding.
Saya juga memanfaatkan momen itu untuk temu kangen dengan kawan-lawan dari sejumlah daerah, di mana saya dahulu pernah bertugas. Tak terasa hari itu matahari mulai tenggelam. Jelang maghrib kami kembali ke hotel.
Perjalanan menuju Labuhan Bajo dengan menggunakan transportasi pesawat terbang haruslah mengantongi hasil tes kesehatan sekurang-kurangnya berupa antigen. “Kita test antigen di Stasiun Kereta Api Bandung saja, kalau test di bandara, beresiko, khawatir tak cukup waktu” Begitu kata Ikbal, kawan saya. Saya mengaminkan kehendaknya. Kami berdua berangkat ke stasiun dengan berjalan kaki. Sampai di lokasi tes kami dapatkan informasi, bahwa layanan tes di tempat tersebut hanyalah untuk penumpang yang telah memesan tiket kereta api.
Keinginan untuk tes kesehatan di Bandung kami abaikan. Menuju klinik yang membuka layanan itu relative jauh. “Tes Antigen di bandara saja, masih cukup waktu” kata saya kepada Ikbal. “Oh ya, oke”, ia cepat meresponnya. Kami memutuskan menuju hotel. Kami istirahat tidur dan bermaksud bangun sebelum jam 02.00 WIB. Di jam itu mobil travel siap menjemput kami menuju bandara Soekarno Hatta. Memilih berangkat pada jam lebih awal, karena masih mengurus tes Kesehatan, ceck ini dan lain sebagainya. Sesuai jadwal pesawat masih akan terbang pada jam 09.30 WIB.
Tepat jam 02.00 WIB mobil travel datang di hotel menjemput kami. Semula saya menduga mobil travel berjenis elf, rupanya berjenis minibus 1500 cc, berpenumpang empat orang. Sepanjang jalan tol yang terlewati relative sepi. Sepi dari sliweran mobil . Saya lebih banyak tertidur. Tak terasa jam 4.30 WIB kami telah sampai di terminal tiga Soekarno Hatta. Oleh karena belum masuk waktu Subuh, kami memilih untuk tes antigen dulu. Setelahnya baru kami akan sholat Subuh. Perhitungannya, selesai tes kesehatan, masih lingkup waktu untuk tunaikan sholat Subuh.
“Bapak turun saja menggunakan lift, setelah itu jalan beberaapa meter ke arah kanan, akan ketemu tempat tes antigen”, tukas petugas bandara setelah saya, setelah saya menanyakan di mana tempat laboratorium tes kesehatan. Kami menuruti sarannya, tak lama kami sampai di tempat itu. Kawan saya, Ikbal mengambil antrian dan segera dipanggil oleh petugas pendaftaran. Setelah itu giliran saya. Petugas administrasi dari laboratorium menjelaskan tentang seputar pengadmnistrasian. Kami harus mengisi form biodata secara on line.Kami harus menerima sistem pembayaran melalui VA, sehingga kami harus melakukan pembayaran melalui ATM. Kami dibantu petugas medis dalam melakukan pengisian biodata secara on line itu.
Segera kami menuju ATM terdekat. Usai melakukan pendaftaran dan melakukan pembayaran, kami harus bergeser menuju tempat untuk dites. Tak terlalu jauh. Kami di tes. Kemudian kami harus menunggu sekitar 10 menit untuk mengambil hasilnya.
“ Sudah saya bilang kita antigen di Bandung, nggak nurut saya, kamu ngeyel…!”, Iqbal berbicara keras, cenderung tinggi sambil menghadap saya. Mungkin pada dirinya masih ada bekas kegagapan dalam pengadministrasian secara on line. Saya memakluminya, ia lebih gaptek dibanding saya, ditambah khawatir tertinggal pesawat. Saya mereseponnya dengan singkat dan tenang
“ Sabar kawan…, waktu masih cukup, jadwal boarding kan masih jam 09.00”. Ia menjadi lebih tenang setelah petugas laboratorium memberikan secarik kertas hasil tes. Selesai, berhasil negatif.
Saya lihat jam tangan yang melingkar di tangan kiri saya. Jarum jam belum menunjukkan angka setengah enam. Kami melangkahkan kaki menuju musholla. Kami sholat qobliyah subuh. Sholat jama’ah subuh kami lakukan, Iqbal saya daulat menjadi imamnya. Usai sholat, kami rebahan di musholla. “Kawan…, waktu untuk boarding kan masih lama, jadi pilihan untuk tes antigen di bandara adalah tepat”. “Mikir dong..., jangan bawa diri tensi tinggi.., nyadar …! “ saya bicara kepada Iqbal. “Iya", komentar Iqbal, dengan nada malu. Sepertinya Iqbal menyadari bahwa memilih tes antigen di bandara adalah pilihan yang tepat, efektif dan efisien.
Sekitar setengah jam, kami rebahan di musholla bandara. Lantas kami naik lift, menuju lantai dua untuk _ceck in_ . Kami memilih ceck in secara mandiri, tidak butuh waktu lama. Saya membawa dua tas rangsel. Yang satu saya bawa dengan menaruhnya di punggung, yang satunya saya tenteng. Tidak ada saya naruh barang di bagasi, Bagi penumpang yang berbagasi harus melewati antrian yang mengular. Print out ceck ini telah saya kantongi.
Seperti biasa jelang memasuki ruang tunggu, calon penumpang harus melewati pemeriksaan termasuk dengan metal detector. Metal detector di sentuhkan ke badan saya secara merata. Saat metal detector dilekatkan di saku celana, ia berbunyi _“tit,tit,tit”,_ dengan warna merahnya yang menyala. Oleh petugas saya diminta mengeluarkan isi kantong celana saya. Saya keluarkan isi kantong celana, ada pecahan koin uang logam dan sebungkus rokok LA Gold. Kemudian petugas mempersilakan saya menuju ruang tunggu di gate 21.
Sampai di gate 21, saya bertemu kawan-kawan serombongan yang telah lebih dulu ceck in. Ada juga yang baru datang di gate 21. Sepertinya mereka lama mengantri untuk naruh barang bagasi. Kami duduk di ruang tunggu sekitar setengah jam. Rekan serombongan, Aisyah pamit untuk pergi ke toilet. Ia kembali dengan membawa roti merk terkenal. Rupanya dari toilet ia mampir ke toko roti. Saya dan Ikbal, masing- masing diberi sepotong roti
Kami menyantap roti lezat itu. Cukup sebagai sarapan pagi, pegganjal perut,
Tepat jam 9.30 WIB, petugas maskapai memanggil penumpang untuk memasuki pesawat. Saya segera memasuki pesawat berjenis boeing 73 itu. Di sekitar bandara hujan rintik-rintik dan sedikit mendung. Memang ini bulan Desember, musim penghujan. Saya duduk di kuri nomor 24 b, saya sederet dengan dua rekan saya yang lain. Mulut saya komat-kamit berdo’a memohon keselamatan selama penerbangan. Usai pesawat take off, roda pesawat diingkupkan, pesawat mulai terbang meninggi. Langit kelihatan cerah. Kami banyak tidur selama penerbangan. Ada juga ngobrol dengan rekan di samping saya, namun frekwensinya sedikit.
Setelah selama dua jam penerbangan, pesawat terbang merendah. Saya melihat dari kaca jendela nampak laut di perairan Labuhan Bajo. Air laut ada yang berwarna biru sebagiannya berwarna hijau. Nampak pula pulau-pulau kecil menghibur pandangan mataku.
Tak sadar, tiba-tiba pesawat telah landing di bandara Labuhan Bajo.Kami menuju ruang transit. Tidak lama datang mobil penjemput yang siap menghantarkan kami ke hotel. Selama perjalanan menuju hotel, lalu lalang kendaraan, pertanda hidupnya aktifitas kota kecil itu. Bukit-bukit kecil di kiri dan kanan jalan yang seolah berjalan, menambah indah pemandangan.
Perjalanan selama sekitar lima belas menit, kami sampai di hotel. Saya meminum segelas air asam yang disediakan pihak hotel, menghapus dahaga. Tak lama saya segera menuju lantai 6, masuk kamar hotel dan istirahat . Saya Semakin penasaran dengan destinasi wisata Labuhan Bajo.(bersambung)
Komentar
Posting Komentar