Tabir Anyaman Bambu Membelah Santri Laki-laki dan Perempuan
Tabir Anyaman Bambu Membelah Santri Laki-laki dan Perempuan
Ust. A. Darojul Ali
(alumni Ponpes YTP Kertosono)
Ketika masuk YTP, saya termasuk menikmati masa peradaban ponpes yang aduhai..
Dari Ponpes Timur menuju sekolah atau ngaji malam, melewati parit2 kecil yang mengalir air kecil sederhana, kadang di temukan ikan kecil.
Masuk ke gedung sekolah, pemandangan tak berubah sesuatu yang alami, sebuah bangunan sekolah anggap berdiri di tengah kota, tapi pembatas kelas satu dengan yang lainnya sekelas anyaman bambu.
Sungguh pemandangan yang sesuatu sekali .
Di gedung inilah kawah candradimuka di kupas untuk para calon pemimpin negara/Umat.
Dalam suasana peradaban tanpa Hp/alat komunikasi canggih.
Anak manusia tetap saja punya cara berhubungan dengan lawan jenis, mungkin sekedar naksir , atau berhubungan serius.
Bunga mawar merah mengilhami anak didik yang tiap malam duduk dibawah anyaman bambu membelah santriwan dan santriwati.
Masa yang tak bisa terlupakan , masa indah itu realitas, menghantarkan anak manusia sampai enam tahun.
Sungguh masa tak terbayangkan mau jadi apa setelah meninggalkan anyaman bambu itu.
Bunga mawar walau hanya sekedar terdengar suaranya dibalik anyaman bambu tak terlupakan.
Hingga membuat terpatri anak manusia itu berpuluh tahun walah telah berpisah dengan bunga mawar merah yang suaranya merdu kala itu.
Tak kusangka tanggal 3 Juli ada Munas HAPPRI yang mewakili kekuatan alumni anyaman bambu.
Selamat Munas Kawan2 HAPPRI di tanganmu masa depan ponpes kebun Ilmu.
Kediri,
ADA.
Komentar
Posting Komentar