Realitas Pendidikan Indonesia: Gerbang Kehancuran Bangsa

Realitas Pendidikan Indonesia: Gerbang Kehancuran Bangsa
Oleh: Risko Hardi
Pengurus Daerah PII Kota Ternate
& Siswa MA Darul Ulum Sasa Ternate

Editor: Sudono Syueb

Pendidikan adalah sebuah kata kunci untuk membentuk manusia dan sebuah bangsa semakin berkembang dan lebih baik. Bagaimana tidak, seorang pemimpin Jepang, Kaisar Hirohito, paska dibomnya kota Hiroshima dan Nagasaki, mengatakan kepada bala tentaranya, "Selamatkan para pendidik di negeri ini, karena mereka adalah matahari sebuah bangsa". Matinya seorang pendidik seperti matinya seribu manusia. Saat itulah era kebangkitan Jepang yang mulai menjadi ketakutan bagi negara lain di sekitar karena begitu cepat perubahan dan semakin menunjukan peradabannya. Realitas menunjukan bahwa prinsip yang dipegang oleh masing-masing negara adalah ikut menjadikan masyarakatnya sebagai masyarakat yang memiliki wibawa karena mengedepankan pengatahuan sebagai cikal bakal merakit negaranya menuju perubahan besar. Bila merujuk cara berfikir Kaisar Hirohito yang memandang dunia pendidikan begitu mendalam, lantas apa yang salah dari pendidikan kita di Indonesia?  Seperti apa model pendidikan yang kemudian bisa kita ambil sebagai model untuk Indonesia? Jawabannya adalah kita tidak bisa memulainya dari satu hal saja. Yakni kita hanya berjibaku pada gagasan dan konsep namun implikasi, di lapangan nihil. 

Dalam konteks pendidikan, pada rezim ini kita telah sama-sama tahu Indonesia akan difokuskan pada suatu paradigma dan usaha baru yakni Revolusi Mental. Lantas apa yang kita dapatkan dari jargon Revolusi Mental tersebut dalam dunia pendidikan? Yang ada hanyalah ketidakmampuan pemerintah menerjemahkan revolusi mental secara utuh kepada masyarakat hingga ke tingkat bawah, baik dari segi konsepsi (ide) hingga pada ranah teknis. Hal ini diperparah lagi dengan adanya pandemi (Covid 19). Sudah terlampau banyak gagasan yang dituangkan dalam sebuah peraturan yang baku tapi nihil dalam tahapan sosialisasi ide dan tahapan teknisnya. Realitas pendidikan di tengah mewabahnya Covid 19, pemerintah kini menutup sekolah-sekolah dan memberlakukan proses belajar mengajar secara daring atau belajar via online, menggunakan handphone atau alat digital lainnya. Pemberlakuan belajar mengajar ini mulai dari SD, SMP, SMA hingga Kampus. Bagi pembuat kebijakan, hal ini merupakan solusi dalam mengatasi problematika pendidikan Indonesia di tengah mewabahnya Covid 19. Namun bagi saya, ini bukanlah suatu solusi yang tepat, tapi suatu gerbang membawa pendidikan Indonesia terpuruk, karena berdampak fatal ke seluruh sektor, baik kualitas pendidikan. Karena ketidaksiapan orang tua murid dalam menjalankan hal tersebut karena faktor ekonomi. 

Patut diperhatikan, akibat semua aktivitas masyarakat dibatasi dengan diberlakukan Social Distancing karena ancaman Covid 19, sementara berat beban hidup masyarakat tidak diperhatikan secara baik oleh pemerintah, masyarakat tidak selalu memiliki uang untuk membeli paket  internet untuk belajar anaknya dan juga mereka yang belum memeliki handphone. Lagi-lagi masyarakat yang berada di pelosok desa yang jauh dari jangkauan jaringan internet. 
Hal lain, orang tua yang sudah direpotkan dengan pekerjaan rumah, kebutuhan sehari-hari, masih direpotkan mengajarkan materi kepada anak-anak, yang bukan kapasitas mereka dalam mentransfer ilmu pengetahuan seperti di sekolah. Bagi saya ini bukan solusi yang tepat dan efisien dalam rangka mengatasi problematika pendidikan di Indonesia. Hal ini, akan  mempercepat anak-anak Indonesia mengalami 'kebutaan' sejak dini, karena lebih banyak memegang ponsel. Lagi-lagi tidak tersistem secara baik.

Pendidikan Indonesia harus diperhatikan secara baik oleh pemerintah karena pendidikan merupakan hal yang sangat fundamental dalam rangka mendongkrak kemajuan bangsa. Jangan biarkan pendidikan terlantar, sedang pasar terbuka ramai, tempat wisata dibuka, tempat hiburan dibuka, bandara semakin ramai, mall juga dibuka, namun sekolah ditutup.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIGA SYARAT TERKABULNYA DOA

24 Siswa MA YTP Kertosono diterima Berbagai PTN lndonesia Jalur SNBT, dan Jalur lainnya

Rukhsah Teologis dan Rukhsah Fiqhi