Imam Nawawi : Biografi Singkat
Dalam
buku karangannya - Thuruqul Manhajiyah Litahshili Ulumil Syariah-, Syaikh
Musthafa Ridha Al-Azhary menuliskan, bahwa kekekalan yang sesungguhnya bagi
manusia di dunia adalah ketika seseorang mampu meninggalkan sesuatu yang
membuat orang lain tetap mengingatnya setelah matinya. Hal ini tidak akan
terwujud kecuali dengan kerja nyata yang sangat besar dan memberikan pengaruh
terhadap kehidupan manusia. Terlepas baik atau buruknya kerja nyata itu. Hemat
saya, setiap orang di dunia ini diberikan kebebasan menentukan pilihan; kekal
dalam kebaikan, kekal dalam keburukan, atau lebih memilih dilupakan sama
sekali. Salah satu tokoh muslim fenomenal yang masuk dalam kategori ‘abadi’ ini
adalah Imam Abu Zakaria Yahya bin Syarfuddin An Nawawi - rahimahullah-. Berbekal
kecerdasan, kerja besar, dan kesungguhannya, beliau telah meninggalkan warisan
sangat berharga bagi umat yang datang setelahnya. Kitab-kitab yang disusunnya
menjadi kitab pegangan dalam berbagai bidang ilmu yang beliau kuasai. Di bidang
Hadits, beliau telah menyusun Syarh Shahih Muslim, Riyadhush Shalihin , Al
Adzkar, Arba’in Nawawi, dll. Begitu juga di bidang Fikih, beliau menulis
Raudhatu ath- Thalibin dan Minhaj ath-Thalibin adalah buah karyanya. Bahkan,
dalam kitab-kitab Syafi’iyyah, bila dijumpai istilah "Syaikh" , maka
yang dimaksud adalah Imam Nawawi, Imam Rafi'i, ataupun Imam Subki. Ketika
dijumpai istilah "Syaikhani" , maka yang dimaksud adalah Imam Nawawi
dan Imam Rafi'i. Beliau yang lahir di desa Nawa (sesuai dengan nama beliau) -
seperti dikutip dalam beberapa riwayat-, menghabiskan masa mudanya dengan
belajar kepada dua belas guru dari dua belas bidang ilmu yang berbeda dalam
satu hari. Tidak hanya itu, beliau juga dikenal zuhud bahkan sejak usia dini.
Ketika teman-teman sebayanya lebih suka menghabiskan waktu untuk bermain dan
bergurau, maka Imam Nawawi justru banyak menghabiskan waktunya untuk membaca
dan menghafal Al Qur'an sehingga pada usia ketujuh beliau sudah mengkhatamkan
hafalannya. Melihat keistimewaan masa kecil Imam Nawawi, guru beliau melihat
bahwa di masa depan, imam nawawi akan menjadi imam besar pada masanya. Sehinnga
beliau langsung menemui ayah Imam Nawawi memberitahukan agar beliau menjaga
anaknya sebaik mungkin. Banyak riwayat yang menceritakan keistimewaan dan
kezuhudan Imam Nawawi. Seperti cerita tentang beliau ditemui iblis, merasakan
datangnya malam Lailatul Qadr, hingga cerita bahwa beliau dalam sehari hanya
makan sekali saja ketika waktu sahur. Beliau juga sangat menjaga makanan yang
beliau makan. Demi menjauhi syubhat, makanan yang beliau hanya menyantap bekal
makanan dari ayahnya saja. Selain di tanah kelahirannya, Imam Nawawi juga
pernah menetap di Damaskus, Syiria untuk menimba ilmu selama 28 tahun, dan
selama itu pula tidak ada buah yang pernah dimasukkan ke mulutnya (karena saat
itu buah-buahan damaskus banyak yang mengandung syubhat). Karena begitu
cintanya beliau dengan ilmu dan agama, seluruh hidup beliau abdikan pada
keduanya. Tidak ada waktu untuk memikirkan masalah dunia. Bahkan, sampai akhir
hayatnya sekalipun, beliau tidak sempat menikahi bidadari dunia (tidak memiliki
istri hingga wafatnya). Tanamannya di dunia, beliau panen hasilnya ketika
berjumpa dengan-Nya.
(dinukil dari: http://mesir.muhammadiyah.or.id/pengumuman-471-detail-imam-nawawi--biografi-singkat-.html)
Komentar
Posting Komentar