PERSAUDARAAN SESAMA MUSLIM
PERSAUDARAAN SESAMA MUSLIM
Oleh: Ust. H. Imam Ghozali, MM
(Dosen UPN, Surabaya, Dosen LB ITATS & UNDIKA Surabaya dan Anggota Bid. Pendidikan DDII Jatim)
Ed: Sudono Syueb
إ
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah.
Marilah kita senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah
Subhanahu Wa Taala, dengan sebenar-benar takwa. Ketakwaan yang dengannya kita senantiasa berusaha mengerjakan perintah-perintah Allah,
dan senantiasa berusaha menjauhi larangan-larangan-Nya. Dan di antara
perintah Allah adalah agar kita senantiasa dalam semangat kerukunan,
dan membangun persaudaran atau ukhuwwah di antara kita, sebagai umat
Islam, dan lebih khususnya sebagai bagian dari Ahlussunnah wal Jamaah.
Ukhuwwah Islamiyah adalah persaudaraan yang bersifat Islami atau
persaudaraan yang sesuai dengan ajaran Islam. Persaudaraan yang diikat oleh kesamaan agama dapat kita sebut sebagai ukhuwwah fi al-din al-Islam
(persaudaraan antar sesama muslim) sesuai dengan semangat firman Allah dalam surat Al-Hujurat ayat 10.
Persaudaraan ini akan dikokohkan oleh persamaan-persamaan. Semakin banyak persamaan maka akan semakin kokoh persaudaraan,
karena memang persamaan perasaan dan cita-cita adalah faktor dominan
yang melahirkan persaudaraan sejati. Demikianlah, maka kita melihat
kaum muslimin yang tergabung dalam Nahdlatul Ulama adalah mereka yang saling cinta mencintai, saling bahu membahu untuk membesarkan
jam'iyyah terbesar di negeri tercinta bahkan dunia.
Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial, perasaan tenang dan nyaman pada saat berada di antara sesama juga merupakan penunjang kokohnya persaudaraan.
Karena itulah Hadratus Syekh KH. Hasyim Asyari dalam Muqadimah
Qanun Asasi menyampaikan bahwa sesungguhnya pertemuan, atau
perkumpulan (al-ijtima), saling mengenal karena ingin bersaudara (at-taaruf),
persatuan (al-ittihad), dan kerukunan atau kekompakan (at-taalluf) adalah
merupakan hal yang tidak seorangpun yang tidak mengetahui manfaatnya.
Bagaimana tidak demikian, bukankah Rasulullah shallaLlahu alayh
wasallam benar-benar telah bersabda:
ْ َ
Artinya: “Pertolongan Allah bersama jamaah (kebersamaan). Apabila
di antara jamaah itu ada yang memencil sendiri, maka syaitan pun akan
menerkamnya seperti halnya serigala menerkam kambing.”
Sidang Jumah rahimakumullah
Salah satu prinsip besar yang dibangun oleh agama kita ialah prinsip
ukhuwwah (persaudaraan) di antara sesama orang beriman. Allah berfirman:
إ
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara.” (Q.S. Al Hujurat:10)
Karena itulah Rasulullah shallallahu alahi wasallam telah
mempersaudarakan sahabat-sahabatnya sehingga mereka (saling kasih,
saling menyayangi dan saling menjaga hubungan), tidak ubahnya satu
jasad; apabila salah satu anggota tubuh mengeluh sakit, seluruh jasad ikut
merasa demam dan tidak dapat tidur.
Rasulullah senantiasa menekankan bahwa muslim dengan muslim yang lain adalah selayaknya bangunan. Ia kuat ketika dileburkan dalam komposisi yang berimbang, dan akan kekurangan energi bahkan lumpuh ketika tidak saling berbagi. Oleh karenanya, Rasululllah dalam hadits yang
diriwayatkan Imam Al-Bukhary pernah berkata, Dari Abu Burdah bin Abdullah bin Abu Burdah, dari kakeknya, dari
Abu Musa ra, Nabi Muhammad bersabda: “Sesungguhnya orang mukmin
bagi mukmin yang lain seperti bangunan yang satu sama yang lain saling
menguatkan. Dan beliau mengeratkan jari jemarinya.(HR Imam Al-Bukhari).
Sidang Jumaah yang berbahagia
Pada dasarnya, kita diciptakan beranekaragam ini adalah untuk saling
mengenal, dan kita semua setara, tanpa membeda kasta dan keturunan,
karena yang paling mulia di antara kita hakikatnya adalah sesiapa di antara
kita yang paling banyak ketaqwaannya. Allah berfirman dalam Q.S. Al-
Hujurat: 13.
ۡ
Artinya:“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Nengetahui lagi Maha Mengenal
Marilah dalam berbagai organisasi kita saling bahu membahu, saling
menguatkan dan bersinergi. Hendaknya kita jangan sampai mau diombang-ambing desas-desus yang selalu dibisikkan oleh para pendengki. Organisasi
ini adalah organisasi para ulama. Merekalah para ulama yang membina
masyarakat dan pesantren, yakni para ulama para pewaris Nabi.
Para ulama adalah para ahli agama yang tentu sangat tahu menahu
anjuran persatuan ini. Karena itu tepatlah kiranya seruan Hadratus Syekh KH Hasyim Asyari agar persatuan itu harus diawali dari para ulama. Beliau
menyatakan:
“Wahai ulama dan para pemimpin yang bertaqwa di kalangan Ahlus
Sunnah wal Jamaah dan keluarga madzhab imam empat; Anda sekalian
telah menimba ilmu-ilmu dari orang-orang sebelum anda, orang-orang
sebelum anda menimba dari orang-orang sebelum mereka, dengan jalan
sanad yang bersambung sampai kepada anda sekalian, dan anda sekalian
selalu meneliti dari siapa anda menimba ilmu agama anda itu. Maka dengan demikian, anda sekalian adalah penjaga-penjaga ilmu dan pintu
gerbang ilmu-ilmu itu. Rumah-rumah tidak dimasuki kecuali dari pintu-
pintu. Siapa yang memasukinya tidak melalui pintunya, disebut pencuri.”
Sebagai contoh pentingnya menyatukan diri dalam suatu organisasi,
Kiai Bisri Syansuri, Pendiri Pesantren Denanyar Jombang telah mewasiatkan
agar sekalian kita masuk pada organisasi Nahdlatul Ulama, hal mana juga pernah disampaikan oleh Hadratus Syekh dengan pernyataannya:
“Marilah anda semua dan segenap pengikut anda dari golongan para
fakir miskin, para hartawan, rakyat jelata dan orang-orang kuat, berbondong-bondong masuk Jam'iyyah yang diberi nama Jam'iyyah Nahdlatul
Ulama ini. Masuklah dengan penuh kecintaan, kasih sayang, rukun, bersa-
tu dan dengan ikatan jiwa raga.”
Karena itu seandainya ada perbedaan, kita harus menggalakkan
pertemuan dan musyawarah, dan harus bersegera bersatu kembali dan bersaudara sebagaimana semula. Bersatu di bawah panji Nahdlatul Ulama.
Yang terpenting adalah perbedaan itu tidak membuat bercerai-berai.
Perbedaan itu justru diharapkan menjadi rahmat sebagaimana dinyatakan
dalam sebuah hadits, bukan menjadi adzab. Perbedaan yang menjadi rahmat
ini diharapkan terjalin sebagai jaringan sosial yang saling bersinergi.
Bukankah Nabi Muhammad menekankan pentingnya membangun
persaudaraan Islam dalam batasan-batasan praktis, dalam bentuk saling peduli dan tolong menolong. Sebagai contoh Beliau bersabda
“Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba itu menolong
saudaranya"
Maasyiral Muslimin.
Bahwa watak dasar yang mesti dipelihara umat ini adalah satu kesatuan yang tidak dibenarkan bercerai berai. Mereka adalah bak bangunan yang
kokoh. Bagian yang satu saling menguatkan bagian yang lain.
Umat ini juga digambarkan oleh Rasulullah Muhammad seperti satu jasad. Setiap organ tubuh saling memerlukan dan saling sinergi dalam satu kesatuan yang sempurna. Baik dalam suka maupun duka. Dinyatakan
dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim
Dari An-Numan bin Basyir berkata, Rasulullah bersabda:
“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam kecintaan mereka, kasih
mengasihi di antara mereka dan saling tolong menolong seperti jasad.
Apabila satu organ merasa sakit maka berpengaruh terhadap seluruh jasad dengan keterjagaaan (tidak bisa tidur) dan panas.” (HR Imam Muslim)
Perpecahan akan membuat kita lemah, dan gentar menghadapi
badai. Namun dengan persatuan, maka akan timbul kebangkitan. Dengan persatuan dan kerukunan maka roda organisasi akan jalan. Dengan
kerukunan dan sinergi maka kekuatan kita akan kokoh, dan ummat akan
terayomi.
Di akhir khutbah ini khatib menyerukan agar kita umat manusia, agar
kita sesama muslim, dan agar kita sesama nahdliyyin menjauhi gejala saling
menjauhi, saling membenci, saling membelakangi, dan saling berburuk
sangka. Marilah kita bergerak menuju naungan cinta, perdamaian, tolong-
menolong, persaudaraan dan keharmonisan, niscaya kita menggapai kebaikan yang kita harapkan, di dunia dan akhirat. Marilah
pula kita menuju manusia yang lebih baik, yakni yang bersegera memulai
perdamaian, memulai menyambung hubungan dan mengucapkan salam.
ِ
Komentar
Posting Komentar