PERJALANAN JIWA

PERJALANAN JIWA

Dr. Nur Kholis 
(Dosen IAIN Tulungagung) 

Kematian adalah jalan panjang dari alam fana’ menuju alam keabadian. Dari jiwa yang dilingkupi oleh nafsu materi menjadi jiwa yang bebas, menuju ke haribaan Illahi. Yang mati hanyalah materi (jasad)-nya, sementara jiwanya tetap hidup dan kembali ke asal jiwa itu. Jiwa yang baik ketika di alam fana’ akan kembali kepada Tuhannya, yang terpengaruh oleh materi duniawi akan disucikan terlebih dahulu sebelum menghadap-Nya. “Wahai jiwa yang tenang, kembali-lah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridla dan diridloi-Nya, maka masuklah kedalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah kedalam syurga-Ku” (QS al-Fajr/89: 27-30). Selamat jalan Bapak Dr. KH. M. Saifudin Zuhri, M.Ag. (Wakil Rektor 2, IAIN Tulungagung) menuju kehidupan keabadian, diberi kemudahan ketika sowan sang Illahi Robbi. Wallahu’lam. 24 Ramadlan 1442 H / 6 Mei 2021. Prof. Dr. Maftukhin, M.Ag. Rektor IAIN Tulungagung.

       Pada kajian-kajian sebelumnya sudah penulis didiskusikan tentang jiwa, yang bisa bermakna; hati, akal (pikiran), nafs, dan ruh. Dan, penulis lebih condong bahwa ruh itu-lah yang memiliki muatan hati, akal (pikiran), dan nafs. Ruh manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan semua unsur-unsur di alam semesta adalah ciptaan, wujud dari pancaran, emanasi Tuhan. Ruh tidak berdimensi, tidak menempati ruang dan membutuhkan waktu, tempat asalnya berada di martabat (lapisan) ruhani-majemuk (alam jabarut). Di alam ini-lah semua ruh-ruh itu pernah melakukan perjanjian primordial dengan Tuhan. Saat itu Tuhan bersabda pada semua ruh, “Bukankah Aku Tuhanmu?”, semua ruh menjawab, “Betul, Engkau Tuhan kami, kami menjadi saksi” (QS al-A’raf/7: 172).

       Tuhan telah menciptakan langit berlapis-lapis tujuh (QS al-Mulk/67: 3). Lapis-lapis/martabat-martabat terbagi menjadi dua, yaitu; martabat ilahiyah dan martabat ghoiru ilahiyah. Pertama, martabat ilahiyah, diantaranya; Martabat tertinggi yaitu dzat al-wujud atau ghayb al-ghuyub (misteri mutlak) yakni Tuhan; martabat ahadiyah (martabat al-kanz/ruhani tunggal); martabat wahidiyah (martabat asma’ dan sifat/yang didalamnya termasuk martabat al-a’yan al-tsabitah), dan terendah adalah martabat alam jabarut (ruhani-majemuk). Kedua, martabat ghoiru ilahiyah; Alam mitsal/alam imajinal (Henry Corbin menyebutnya dengan amaginatio vera yaitu suatu alam imajinasi yang riil), disebut juga dengan alam barzakh (alam ruhani dan material-majemuk); dan alam mulk/alam ajsam/alam syahadah (empiris—material-majemuk). Di alam material-majemuk inilah makrokosmis dan miskrokosmis wujud (ada).

       Kematian atau ketiadaan hanyalah dialami oleh wujud material, sementara wujud imaterial (ruh) melakukan mudik ke alam primordialnya yaitu martabat (alam) jabarut. Bagi ruh, berada di alam material-majemuk (dunia) adalah seperti mimpi. Ia seakan-akan berpisah (berada dialam lain) dan menyatu dengan materi-materi (jasad) tetapi sejatinya ia tetap berada di alam jabarut. Dalam mimpinya, ruh mengalami berbagai peristiwa; menyenangkan, menyedihkan, kesulitan, kelonggaran, bahagia dan sedih. Meskipun seperti mimpi, tetapi tidak berarti hal demikian ini adalah khayalan, imajinasi (tidak riil), tetapi sejatinya ia adalah riil (imaginatio vera). Maka sebetulnya antara tujuh lapis (martabat) yang saya uraikan di atas, antara lapis satu dengan lapis-lapis lainnya terpisah tetapi saling terkait—inilah makna ketunggalan wujud (wahdah al-wujud) menurut Ibnu ‘Arabi.

       Alam material-majemuk (dunia) adalah lapisan terendah dalam emanasi Tuhan. Alam ini sangat sedikit mendapatkan limpahan (pancaran) sinaran Tuhan (suram). Bagi sebagian besar manusia, oleh karenanya sulit membedakan antara hitam-putih, salah-benar, boleh-tidak boleh, baik-buruk, dan antara haq dan bathil. Ruh yang sudah memiliki potensi primordial (cenderung pada kebenaran/agama tauhid) (QS al-Rum/30: 30) ketika berada di jasad (material) dan kemudian menyatu, berbaur dengan material-material majemuk lainnya memungkinkan dapat terpengaruh oleh material inderawiyah. Nah, disinilah wahana ujian bagi manusia, apakah ia akan selalu mengikuti kehendak ruh atau kehendak jasad. Nafs yang disematkan kedalam ruh manusia menghasilkan dorongan dan energi. Energi ini bersifat netral, bisa diajak ke kebaikan atau keburukan.

       Pada saat dilahirkan di dunia, ruh itu telah dimasukkan kedalam tubuh-tubuh, dan memetamorfosis menjadi diri-diri dengan karakter berbeda-beda. Perbedaan karakter manusia hukanlah semata kehendak Tuhan. Setiap diri manusia memiliki potensi, dan kehendak bebas untuk menjadikan karakternya; baik-buruk, sholih-takabur, dermawan-bakhil, iman-kufur, dan lain sebagainya. Layaknya ia berada di pertamanan dunia; ada yang sangat menikmati dan hanyut dalam pertamanan itu, sementara ada lainnya yang memanfaatkan pertamanan indah itu untuk mencerahkan ruhnya agar tetap berada di jalan primordialnya. Semua orang bebas memilih, dan semua pilihan itu ada konsekwensinya. Tuhan sudah menunjukkan semua jalan yang benar dan jalan yang salah. Dan, Tuhan juga sudah mengingatkan bahwa pertamanan dunia itu adalah sebagai perhiasan kehidupan dunia (QS al-Kahfi/18: 46).

       Tiba saatnya, ruh dan jasad harus berpisah (kematian); ruh akan kembali ke asalnya, sedangkan jasad rusak termakan oleh bakteri-bakteri dan menyatu dengan tanah (sebagaimana awal asal ciptaanya). Ruh tidak bisa langsung kembali ke martabat (alam) jabarut, ia harus disucikan sebagaimana asalnya, sebelum terkotori oleh debu-debu “dosa” di pertamanan dunia. Di alam barzakh (alam kubur dan alam hisab), inilah ruh manusia mempertanggungjawabkan, dan disucikan sebelum masuk kembali ke martabat jabarut. Bagaimana mensucikannya? Prinsip sunnatullah (hukum alam) adalah sebab akibat; ruh yang tetap berada di jalan primordial akan menerima reward syurga, dan sebaliknya ruh yang menyimpang dari jalan primordialnya akan menerima punishmen, neraka. Inilah proses penyucian, sehingga semuanya akan kembali dalam rengkuhan kasih sayang Tuhan di martabat ilahiyah. 

       Siksaan di alam barzakh tidak-lah abadi, karena kasih sayang Tuhan mengalahkan murka-Nya. Lama siksaan di alam barzakh tidak bisa dijelaskan dengan ukuran waktu, karena neraka dan syurga berada dalam martabat ilahiyah. Dan, semua yang berada di martabat ilahiyah tidak berdimensi ruang dan waktu. Tetapi, yakinlah bahwa semua makhluk pada akhirnya akan menerima emanasi (limpahan) kasih sayang (rahmah) Tuhan. Dia memiliki 100 rahmah. Satu rahmah diberikan-Nya di dunia, sedangkan 99 rahmah akan diberikan Tuhan di alam akhirat. Pada ujung keabadian, Tuhan mengatakan, “maka masuklah kedalam golongan-golongan hamba-Ku, dan masuklah kedalam syurga-Ku” (QS al-Fajr/89: 29-30).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIGA SYARAT TERKABULNYA DOA

24 Siswa MA YTP Kertosono diterima Berbagai PTN lndonesia Jalur SNBT, dan Jalur lainnya

Rukhsah Teologis dan Rukhsah Fiqhi