MENYAMBUT HARI LAHIR PANCASILA 22 JUNI 2021

MENYAMBUT HARI LAHIR PANCASILA 22 JUNI 2021

Oleh; Dr. Adian Husaini 
Ketua Umum DDII Pusat

Tulisan ini dibuat dalam rangka menyambut Hari Lahir Piagam Jakarta, 22 Juni 2021.  Perdebatan tentang Hari Lahir Pancasila di Indonesia masih saja bergulir. Padahal, pemerintah telah menetapkan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila, berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 tahun 2016. Banyak pihak mengusulkan 18 Agustus untuk hari Lahir Pancasila. Berbagai argumentasi telah disampaikan. 
Tanggal 1 Juni 1945 memang hari bersejarah. Ketika itu, Ir. Soekarno menyampaikan pidato tentang Dasar Negara Indonesia merdeka di BPUPK. Bung Karno menyebutkan lima sila usulannya: (1) Kebangsaan Indonesia (2) Internasionalisme atau perikemanusiaan (3) Mufakat atau demokrasi (4) Kesejahteraan sosial (5) Ketuhanan. 
Pada kesempatan itu, Bung Karno sangat menekankan pentingnya mencapai persatuan tentang dasar negara. Kata Bung Karno: “Saudara-saudara sekalian, kita telah bersidang tiga hari lamanya, banyak pikiran telah dikemukakan, – macam-macam – , tetapi alangkah benarnya perkataan dr Soekiman, perkataan Ki Bagoes Hadikoesoemo, bahwa kita harus mencari persetujuan, mencari persetujuan faham. Kita bersama-sama mencari persatuan philosophische grondslag, mencari satu “Weltanschauung” yang kita semua setuju. Saya katakan lagi setuju ! Yang saudara Yamin setujui, yang Ki Bagoes setujui, yang Ki Hajar setujui, yang sdr. Sanoesi setujui, yang sdr. Abikoesno setujui, yang sdr. Lim Koen Hian setujui, pendeknya kita semua mencari satu modus. Tuan Yamin, ini bukan compromis, tetapi kita bersama-sama mencari satu hal yang kita ber-sama – sama setujui. Apakah itu?”
Setelah menguraikan empat prinsip (sila), Bung Karno menguraikan prinsip Ketuhanan: “Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada “egoisme-agama”. Dan hendaknya Negara Indonesia satu Negara yang bertuhan!”
Masih lanjut Bung Karno: “Di sinilah, dalam pangkuan azas yang kelima inilah, saudara- saudara, segenap agama yang ada di Indonesia sekarang ini, akan mendapat tempat yang sebaik-baiknya.” 
Tentang nama lima sila yang diusulkannya, Bung Karno menjelaskan: “Namanya bukan Panca Dharma, tetapi – saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa -- namanya ialah Panca Sila. Sila artinya azas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi.” 
Jadi, peringatan Hari Lahir Pancasila pada 1 Juni adalah memperingati lahirnya Pancasila yang merupakan rumusan awal Bung Karno. Juga, usulan nama lima sila yang diberinama Pancasila. 

*****

Pidato Bung Karno 1 Juni itu sangatlah penting untuk kita cermati.  Tampak jelas, semangat Bung Karno adalah semangat persatuan dan semangat mencari titik temu. Meskipun sila Ketuhanan diletakkan pada sila kelima, tetapi Bung Karno menekankan, agar rakyat Indonesia adalah rakyat yang bertuhan. Begitu juga, negara Indonesia adalah negara yang bertuhan. 
Karena begitu bersemangat dalam menjaga persatuan dan mencari titik temu, maka Bung Karno kemudian membentuk Panitia Sembilan. Bung Karno memilih sejumlah tokoh yang mewakili dua arus utama aspirasi ideologi politik di Indonesia, yaitu Golongan Nasionalis Islam dan Nasionalis Kebangsaan. Kesembilan tokoh itu adalah Soekarno, Mohammad Hatta, Muhammad Yamin, Ahmad Subardjo, KH Wahid Hasyim, Haji Agus Salim, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakkir, dan AA Maramis. 
Hanya dalam hitungan beberapa hari saja, pada 22 Juni 1945, kesembilan tokoh itu telah berhasil merumuskan sebuah Piagam Bersejarah bernama Piagam Jakarta yang di kemudian hari menjadi Pembukaan UUD 1945. Dalam Piagam Jakarta inilah tercantum rumusan Pancasila yang merupakan kesepakatan para pendiri bangsa yang dipilih dan dipimpin langsung oleh Bung Karno.

Rumusan lima sila dalam Piagam Jakarta memiliki perbedaan yang fundamental dengan rumusan Pancasila 1 Juni 1945. Tapi, tokoh dan aktor utama dari kedua rumusan Pancasila adalah Bung Karno. Panitia Sembilan adalah inisiatif pribadi Bung Karno, yang akhirnya menghasilkan rumusan hebat, bernama Piagam Jakarta. 

Dalam sejarah hidupnya, Bung Karno pun sangat konsisten untuk mempertahankan Piagam Jakarta. Ketika sejumlah pihak menggugat Piagam Jakarta dalam sidang BPUPK, 9 Juli 1945, Bung Karno meminta agar "Tujuh Kata" dalam Piagam Jakarta tidak dipersoalkan. Sebab, itu adalah hasil jerih payah dan kompromi antara golongan Islam dan golongan kebangsaan. Kata Soekarno: “Tujuh Kata" itu adalah "kompromi untuk menyudahi kesulitan antara kita bersama."  

Pada tanggal 22 Juni 1965, _Bung_ Karno masih menghadiri peringatan Hari Lahir Piagam Jakarta. Ketika itu Bung Karno mengatakan: “Nah, Jakarta Charter ini saudara-saudara, sebagai dikatakan dalam Dekrit, menjiwai UUD 1945 dan merupakan satu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi tersebut… Itu menunjukkan bahwa sebagai tadi dikatakan Pak Roeslan Abdulgani, Jakarta Charter itu adalah untuk mempersatukan Rakyat Indonesia yang terutama sekali dari Sabang sampai Merauke, ya yang beragama Islam, yang beragama Kristen, yang beragama Budha, pendek kata seluruh Rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke dipersatukan!” 
Pada 18 Agustus 1945, terjadi perubahan terhadap Pancasila, setelah beberapa pihak meminta perubahan pada Piagam Jakarta.  Tetapi, Bung Karno mengembalikan Piagam Jakarta melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang menegaskan bahwa “Piagam Jakarta menjiwai dan merupakan satu kesatuan dengan UUD 1945”. 

Tokoh Masyumi, Mr. Mohamad Roem menyatakan, bahwa Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, bukan lagi merupakan pikiran Soekarno semata. Ia telah merupakan buah pemikiran para anggota BPUPK, khususnya yang tergabung dalam Panitia Kecil (Panitia Sembilan).  (Dikutip dari makalah Mohamad Roem, Lahirnya Pancasila, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977).
Jadi, sampai menjelang akhir pemerintahannya, Bung Karno tetap konsisten dengan sikap dan pendapatnya, bahwa Piagam Jakarta adalah pemersatu rakyat Indonesia. Ini mengindikasikan adanya pesan Bung Karno agar semua pihak di Indonesia menghormati kebhinekaan dalam memahami sejarah Pancasila. 
Karena itu, kiranya lebih bijak jika keragaman soal Hari Lahir Pancasila ini dihormati. Silakan yang berminat memperingati 1 Juni, 22 Juni, atau 18 Agustus. Sikap saling menghormati perbedaan dan kebhinekaan itulah yang selama ini menjadi pilar penting bagi terus tegaknya NKRI. Wallahu A’lam bish-shawab. (Depok, 21 Juni 2021).

Editor: Sudono Syueb

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIGA SYARAT TERKABULNYA DOA

24 Siswa MA YTP Kertosono diterima Berbagai PTN lndonesia Jalur SNBT, dan Jalur lainnya

Rukhsah Teologis dan Rukhsah Fiqhi