Pandiran Warung; "Ba-kuntau"

Pandiran Warung; "Ba-kuntau"

Kayla Untara
(Budayawan Muhammadiyah Kalsel) 

Baru sahaja seremonial nikah sekaligus resepsi atawa Walimatul Ursy ading purna dilaksanakan. Sebagaimana pernikahan di mana dan siapapun, tentu momentum ini memiliki sakralitas bagi kedua mempelai jua keluarga. Hari ini lebih spesial, rekan-rekan panguntauan hadir menyemarakan acara. 

Meski sekadar tarima kanyang alias tanpa dibayar,  begitu beberapa hari lalu ulun sarui via group WA, mereka siap memenuhi undangan dengan syarat harus tampil salangkah dua langkah barang, kata beberapa anggota group. Puluhan panguntauan hadir. Bahkan ada beberapa orang datang dari amuntai.  Jadilah siang tadi mereka tampil mambunga wan bapukul plus ditutup dengan persembahan sambah pangantin (semacam persembahan jurus dan atraksi khusus untuk pengantin). 

Kuntau atau silat tradisional khas kalimantan ini memang cukup asyik untuk menghibur. Meski berupa keahlian beladiri, namun atraksi-atraksi dengan diiringi lengkingan sarunai dan hentakan babun ini mampu menjadi tontonan menarik. Terutama bagi mereka yang jarang melihat orang main kuntau. Terlepas dari citra (keliru) Kuntau yang masih dianggap memiliki ritual-ritual mistis dan penuh kekerasan, sejatinya Kuntau tetaplah merupakan cabang dari ilmu beladiri. Bahkan dalam proses pembelajarannya, Kuntau punya filosofi-filosofi kehidupan. 

Hakikat Kuntau atau menjadi seorang pendekar Kuntau, maka bukan soal bagaimana mengalahkan orang lain namun menekankan bagaimana mengalahkan diri sendiri. Sebab dalam setiap diri pendekarnya, musuh terbesar bukanlah lawan tanding tetapi dirinya sendiri. Inilah panguntauan sesungguhnya. Inilah jiwa yang pantas disebut sebagai seorang pendekar. Entah itu Kuntau atau jenis beladiri lainnya. 

Lebih dari 5 (lima) perguruan yang hari ini tadi hadir. Mereka tergabung dalam satu komunitas bernama Kompak Borneo (Komunitas Persaudaraan Kuntau Borneo) dimana telah bergabung 34 perguruan yang tersebar di Barabai, Balangan dan Amuntai. Sebagai orang yang dipercaya sebagai pembina komunitas, ulun memang sedikit rindu dengan atraksi kawan-kawan panguntauan ini. Rindu itu sedikit terobati dengan hadirnya mereka hari ini.

Ada benang merah antara menikah dan Kuntau. Jika menikah adalah menautkan dua hati dan menjadikannya satu lantas akan memasuki dunia baru yang mana di depan sana menunggu tanggungjawab dan keharusan untuk mengalahkan diri sendiri demi membahagiakan keluarga. Maka tiap jiwa seorang panguntauan hendaknya memiliki pula spirit yang sama. 

Menikah bukanlah sekadar soal mempertemukan dua kelamin, bukan soal mengikat dua insan. Menikah jua soal menyatukan dua keluarga, mengharmonisasi perbedaan, proses belajar mensiasati benyaknya persoalan dan terutama mengalahkan diri sendiri demi mempertahankan ikatan yang suci. 

(Hulu Sungai Utara, 22072021)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIGA SYARAT TERKABULNYA DOA

24 Siswa MA YTP Kertosono diterima Berbagai PTN lndonesia Jalur SNBT, dan Jalur lainnya

Rukhsah Teologis dan Rukhsah Fiqhi