Pandiran Warung: "Kada mabadayi..."

Pandiran Warung: "Kada mabadayi..."

Tadi malam kebetulan melihat postingan beberapa kawan di Facebook (maklum, masih setia dengan medsos ini) yang membagikan semacam petisi (kampanye) keberatan di laman _change.org_ terkait isu _glorifikasi_ Saipul Jamil yang dilakukan oleh banyak pihak dan media televisi mainstream. Boleh jadi idiom bahwa _bad news is good news_ memang jadi _parukunan_ utama bagi pemilik media massa. 

Jujur, _ulun_ tidak mengikuti secara khusus kasus si Ipul ini. Sekadar tau bahwa ia dipidana karena kasus pencabulan terhadap seorang remaja lelaki. Tetapi dengan adanya postingan petisi dari beberapa kawan itulah akhirnya tahu ternyata si Ipul ini pasca keluar dari penjara disambut dengan pesta dan kalung bunga.

_Bagaimana mungkin mantan napi dengan kasus pencabulan bisa diperlakukan macam seorang pahlawan lantas diberikan panggung di media, dibayar dan tampil di televisi?_ 

Jika masih mempertanyakan hal macam itu, maka suruh ia bangun dari lelapnya dan ngopi. 

Bukannya di negeri ini memang sudah biasa macam itu. Banyak dari publik figur kita yang urat malunya macam sudah putus. Apa sudah lupa bagaimana para pelaku mesum macam Ariel dengan santainya hadir ke tengah publik pasca di tahan dan kembali _manggung_ seakan biasa saja. Celakanya, penggemarnya tetap banyak. _Kada mambadayi lalu!_ Atau macam Andika _kangenband_ yang mendapatkan predikat playboy masakini oleh tayangan infotainment berdasar dari sepak terjangnya _manggulagai_ banyak wanita muda dan cantik tanpa peduli kisah lengkap dari sisi negatif perilakunya. 

Tak usah jauh-jauh lah, toh channel-channel Youtube dengan konten _kada karuan tampuh_ serta jauh dari nilai edukasi jua punya jutaan _subscriber._ Barangkali begitulah wajah bangsa ini. Wajah kita. Wajah warga negara bernama Indonesia. Lalu, bagaimana efektifitas petisi dan protes yang dilakukan kawan-kawan melalui laman _change.org_ dalam membuka mata hati masyarakat? Jika dalam konteks sebagai negara hukum, maka petisi-petisi itu yang notabene bukan sebuah produk hukum terkesan "sia-sia". Percayalah, televisi dan media massa lain lebih tertarik meliat angka rating tayangan ketimbang petisi semacam itu. Lagipula bukankah hukum yang membatasi hak publik hanya bisa diputuskan melalui sebuah peradilan di ujung palu hakim dan bukan berdasar pada opini publik. Namun, yah, setidaknya dengan petisi itu bisa menegaskan siapa sedang berdiri di sebalah mana. 

Dengan adanya fakta bahwa penonton televisi dan pengguna internet didominasi macam para _subscribernya_ Atta Halilitar family dan sejenisnya, nampaknya harapan untuk membawa perubahan ke arah lebih cerdas terasa masih jauh. Lihat saja bagaimana tokoh politik kita yang saat ini lebih sering terlena oleh buaian para buzzer dan suka membesarkan diri melalui baliho. Hal itu mereka lakukan karena berdasar dari fenomena warga dunia maya dan penonton televisi kita. Mereka, iya, pintar. Lha, kitanya saja yang mau _dipintari buhannya._

Coba kita tengok sebentar bagaimana fenomena situasi politik saat ini. Begitu ada suara sumbang di media sosial, ramai-ramai _manyuuk_ sambil mengancam dengan hukuman pidana. Jikalau ada yang mencak-mencak di status medsos mencela pejabat atau aparat misal, mau saja _balapah-lapah mahagayi_ dengan alasan mengembalikan nama baik. Padahal di sisi lain negeri ini jutaan orang menjerit ekonominya akibat pemberlakuan PPKM berlevel-level yang tidak jelas dari pemerintah. Korban musibah dan bencana masih banyak yang tinggal di tenda dan makan seadanya. Tetapi ada artis pelaku mesum mmendapat ruang di media, mereka diam. Mereka malah disibukkan hal lain. Yah, soal yang mereka sebut pencemaran nama baik itu. Menerapkan UU ITE yang _kada masak di puhun._

Logika dan nalar kita dengan terang diperkosa dan dilecehkan dengan banyaknya fenomena semacam ini. Jika kondisi macam ini akan kita jalani misal sampai dengan periode kali ketiga, sederhana saja: _"Kada mambadayi banarnya!"_

_(Kayla Untara, 08/09)_

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIGA SYARAT TERKABULNYA DOA

24 Siswa MA YTP Kertosono diterima Berbagai PTN lndonesia Jalur SNBT, dan Jalur lainnya

Rukhsah Teologis dan Rukhsah Fiqhi