MENCINTAI PARA ULAMA MUHAMMADIYAH

MENCINTAI PARA ULAMA MUHAMMADIYAH

Nurbani Yusuf
(Komunitas Padhang Makhsyar)

Mencintai isteri sendiri ketimbang isteri tetangga itu bukan ashabiyah. Mencintai anak sendiri ketimbang anak sebelah rumah, itu bukan deskriminasi. Taat dan patuh pada ulama sendiri, ketimbang ulama sebelah itu bukan taklid.

Saya lebih mencintai Buya Syafi’i, Prof. Malik, Prof. Amien, Prof. Yun, Prof Din, Prof. Haidar, Prof. Samsul, Prof. Wawan, Kyai Saad, ketimbang Ustadz Firanda, Duo Basalamah, Jawaz, atau UAS, itu bukan ashabiyah. Sebagaimana para followers mencintai para ulama mereka tanpa terkurangi. 

Saya lebih ta’dzim kepada Kyai Dahlan, Kyai Sudjak, Ki Bagus, Kyai Yunus Anis, Buya HAMKA, Pak AR, ketimbang Syaikh Utsaimin, Syaikh al Al Bani, Syaikh bin Baz atau Syaikh Syurkati, Mbah Mun, atau ulama -ulama lainnya, bukan berati saya taklid sebagaimana mereka ta’dzim kepada junjungan mereka tanpa saling merendahkan. 

Saya lebih taat dan patuh pada tausiyah, maklumat, fatwa,  atau putusan ulama-ulama Tarjih ketimbang fatwanya UAS, UAH, Aa Gim, atau Bahtsul Masaail, bukan berati saya taklid buta. Tapi begitulah, cara berorganisasi dan berkoloni yang baik. Sebagaimana para pengikut jamaah lain taat dan patuh pada aturan di jamaahnya. 

Ini bukan persoalan ulama kami lebih baik— tapi soal hati dan akhlak baik. Meski ulama lain ‘dianggap’ lebih berkaramah dan lebih alim. Saya tak akan pernah meninggalkan ulama sendiri. Lantas Mau apa

Mematuhi ulama sendiri itu bukan taklid —-melaksanakan putusan, fatwa, maklumat organisasi sendiri itu bukan ashabiyah. Itulah yang seharusnya—itulah kelaziman. Justru mengaku Muhammadiyah tapi taat pada fatwa ulama sebelah ketimbang fatwa-fatwa ulama tarjih yang kredibel itu ‘kedurhakaan’. Fatwa ulama sendiri dibantah terus ambil fatwa ulama sebelah — itu apa namanya

Berpikir proporsional itu penting agar terhindar binasa. Berorganisasi, berkumpul, berserikat, berjamaah itu bukan bid-ah tapi sunatullah. 

Manusia tak bisa hidup sendirian tapi ditakdirkan hidup berkoloni—beranak pinak dan membentuk masyarakat (gemenschaaft atau gesselschaft). Dari masyarakat terkecil berupa keluarga hingga masyarakat terbesar berupa tatanan negara dan Dunia. Ini bukan bid-ah tapi sunatullah. 

Jadi tak mengapa saya mencintai ulama-ulama Muhammadiyah ketimbang ulama sebelah adalah sesuatu hal yang lazim dan sudah seharusnya —-dan tak perlu antum sebut ana ashabiyah agar aku meninggalkan ulamaku untuk mencintai ulama junjunganmu —camkan itu baik-baik !!!

(Dikutip dari @Nurbani Yusuf,
Komunitas Padhang Makhsyar)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIGA SYARAT TERKABULNYA DOA

24 Siswa MA YTP Kertosono diterima Berbagai PTN lndonesia Jalur SNBT, dan Jalur lainnya

Rukhsah Teologis dan Rukhsah Fiqhi