Kesalahan Berfikir (Intellectual Cul de Sac)

 

Kesalahan Berfikir

(Intellectual Cul de Sac)

Bukhori at-Tunisi
(Alumni Ma'had Arroudlotul Ilmiyah, Kertosono) 

 

Cul de Sac (Kul De Sak)[1] pernah populer di tanah air, Indonesia, karena dijadikan sebuah judul film “layarlebar”, dan “booming” yaitu film “Kul De Sak”, sebuah film karya sineas muda Indonesia pada tahun 1996 dan diliris tahun 1998. Film yang dibuat di akhir-akhir kekuasaan Presiden Soeharto, disutradarai oleh Riri Riza, Rizal Mantovani, Mira Lesmana, dan Nan Achnas. Ahmad Dhani dari Dewa 19, terlibat dalam musikalitasnya. Film ini dibuat untuk mendobrak “kebuntuan” perfilman Indonesia karena “birokratisasi” Orde Baru. Anak-anak muda ini mau menerobos kebuntuan berkreatifitas melalui film dengan genre baru, termasuk juga bebas dari aturan-aturan “baku” yang ditetapkan sebelumnya. Para sutradara muda ini membuat film tanpa harus menjadi asisten sutradara selama 10 kali sebagaimana yang diatur dalam Parfi, masuk organisasi Parfi sebagai anggota, dan lainnya. Kita terdesak, kata salah seorang pembuatnya. Tak punya duit, tetapi punya mimpi, karena itu kita buat film dalam keadaan terdesak. Semua yang terlibat, tidak ada yang dibayar, alias gratis. “KUlakukan Dengan terdeSAK”, itulah akronim plesetan yang mereka buat, yang memang kenyataannya semua serba terdesak karena jalan yang “buntu”. Kelak anak-anak muda ini, menjadi sutradara besar di Tanah Air Indonesia.

A.    Cul de Sac, apa itu?

Apakah Cul de Sac itu? Cul de Sac adalah kebuntuan berfikir. Berfikirnya buntu, karena tidak menemukan jalan keluar. Orang tidak bisa berfikir lagi, menthok sampai pada titik nadir, hatta tidak menemukan jalan keluar untuk berfikir sehat dan logis. Orang, berfikirnya tidak rasional lagi dan keluar dari logika sehat. Emosi banyak dikedepankan, ideologi jadi ukuran kebenaran, fanatisme dijadikan tolak ukur kebenaran, bahkan kesalahan pun dijadikan tolak ukur kebenaran, jika kesalahan tersebut dilakukan oleh pemimpin.

Gorys Keraf menyebut kesalahan berfikir, dengan istilah kesalahan nalar.[2] Sedang Tan Malaka,[3] menyebutnya dengan kesilapan berfikir.[4] Meminjam istilah Prancis, Jalaluddin Rakhmat menyebutnya dengan istilah Intellectual cul de sac (kebuntuan pemikiran).[5]

Menurut Gorys Keraf, kesalahan berfikir terjadi karena kelemahan manusia itu sendiri.[6] Kelemahan karena salah melakukan analogi, terbawa emosi, terpengaruh rasa kagum pada tokoh besar tertentu, atau pengaruh ideologi, kepercayaan dan lainnya. Jalaluddin Rakhmat menyatakan, Salah fikir ada yang karena memang direkayasa seperti yang terjadi pada zaman Orde Baru[7], untuk mengacaukan intelektual masyarakat,.[8] Padahal para intektual di negeri ini mengetahui rekayasa intektual tersebut, namun banyak yang diam, tidak berani, karena takut. Bahkan, sering ditipu “mentah-mentah” di depan matanya, walaupun dia intelektual. Dia tahu kalau dibohongi, bahkan tahu, bahwa itu salah. Akibatnya, pembusukan berlangsung terus-menerus dan “langgeng” hingga tumbangnya Orde Baru, tanpa kritik dan perlawanan yang berarti. Sebut saja istilah diamankan (ditangkap, dihilangkan, dibunuh), dibina (ideology, pemikiran dan lainnya disamakan dengan penguasa), dibungkam (tidak boleh bicara), digebuk (dihancurkan), pancasilais (sesuai pancasila menurut penafsiran penguasa), amanat rakyat (titipan “sponsor”, teman-temannya untuk terus menjadi penguasa), bantuan luar negeri (hutang dari luar negeri), ekstrem kanan (kelompok Islam yang anti pemerintah), ekstrem kiri (kelompok oposan yang kritis/anti penguasa), merongrong Negara (merongrong kekuasaan Orde Baru), penghijauan hutan (pembalakan hutan). Merupakan eufimisme bahasa untuk pembohongan yang banyak didiamkan oleh para intelektual, bahkan ikut pula memperkuatnya.

Orang gemar mengeluarkan pernyataan, namun tanpa berfikir panjang, apakah pernyataanya benar atau salah? orang sering begitu cepat membuat kesimpulan, tanpa melalui alur berfikir yang benar dan diperkuat dengan bukti yang memadai, seolah-olah kesimpulananya benar, padahal salah. Inilah yang disebut dengan kesalahan berfikir (mistake in reasoning) atau kesalahan nalar (an error in reasoning).

Al-Qur’an pun mengungkapkan, ada kelompok orang yang berkata tapi tidak berdasarkan pengetahuan, hanya berdasarkan kepentingan kelompok agar dianggap benar.[9] Atau berkata hanya berdasarkan angan-angan yang mustahil terjadi, namun kebenaran wahyu yang dibawa para nabi dan rasul ditolak, padahal sudah ada di hadapan mereka.[10]

Al-Qur’an pun juga mengkritik sikap yang hanya menerima apa adanya dari apa yang diwariskan oleh nenek moyang. Padahal apa yang diwariskan nenek moyang, belum tentu dihasilkan dari pemikiran yang benar dan bimbingan dari Allah.

وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ ٱتَّبِعُواْ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ قَالُواْ بَلۡ نَتَّبِعُ مَآ أَلۡفَيۡنَا عَلَيۡهِ ءَابَآءَنَآۚ أَوَلَوۡ كَانَ ءَابَآؤُهُمۡ لَا يَعۡقِلُونَ شَيۡ‍ٔٗا وَلَايَهۡتَدُونَ ١٧٠ [11]

Jika mereka diperintah, “Ikutilah apa yang diturunkan Allah!” mereka menjawab, ”Bahkan kami akan senantiasa mengikuti apa yang kami dapati dari nenek moyang kami.” Dan apakah jika bapak-bapak mereka dulu mereka tidak berfikir dan tidak mendapatkan hidayah [dari Allah] sedikit pun [tetap mengikuti?].”

Salah nalar yang dicontohkan al-Qur’an antara lain: Tradisi paganisme keluarga Azar[12] bapaknya Ibrahim, yang dicoba untuk dipertahankan dan ditawarkan kepada Ibrahim, namun ditolak. Menurut Ibrahim, tradisi paganistik tidak masuk di nalar, tidak rasional. Sesuatu yang tidak bisa berbuat apa-apa disembah, sedang yang banyak berbuat (fa’al) dan kuasa mencipta apa saja tidak disembah. Ibrahim hanya mau menyembah Dzat yang menciptakan segala sesuatu, dan kuasa untuk menghidupkan dan mematikan. Ibrahim mengajak beralih dari kepercayaan politeistik kepada kepercayaan monoteistik.[13]

Dalam persepsi Azar, kepercayaan monoteisik merusak tradisi yang telah berjalan turun temurun yang diwariskan nenek moyangnya. Perubahan dari politeistik ke monoteistik menurut Azar bagian dari kesalahan nalar; sedang bagi Ibrahim, Azar salah nalar karena tidak mau berubah ke jalan yang benar: Monoteistik. Menyembah sesuatu yang setara, yang sama-sama “makhluq” (ciptaan) Allah, bagian dari pendegradasian martabat manusia yang dari awal sudah diciptakan sebagai makhluk istimewa yang memiliki kemuliaan.[14] Sedang menyembah Yang Maha segalanya, yang tidak sekufu’ (tidak setara) dengan makhluq adalah wajar, karena makhluq memiliki sifat tergantung (al-shamad) kepada Sang Khaliq. Penghambaan kepada Sang Pencipta, menafikan adanya pendegradasian martabat manusia, karena ia hanya meng-abdi kepada Yang memiliki sifat Maha,[15] bukan mengabdi kepada se-sama dan sepadan.

KeMaha Kuasa-an Allah juga pernah “diprotes” oleh manusia, karena Allah mampu (qudrah) untuk berbuat segalanya, termasuk menjadikan kaya orang yang miskin,[16] tanpa harus mengusik hak kekayaan yang dimiliki orang kaya. Pola pemikiran yang seperti itu disalahkan oleh Allah, karena bukan Allah tidak kuasa untuk “berbuat” menjadikan kaya sang miskin, namun yang dikehendaki Allah, manusia yang diciptakan sempurna dengan akal dan hatinya, dijak untuk menggunakan nalar-fikirannya dan perasaan hatinya, dalam mengentaskan kemiskinan sesama manusia.

Contoh salah nalar lain adalah perasaan manusia jika memperoleh rezeki yang melimpah, merasa disayang oleh Allah; sebaliknya, jika mendapatkan kesulitan ekonomi, merasa disia-siakan Allah.[17] Nalar seperti itu salah, karena kekayaan bukan penentu kemuliaan dan sayangnya Allah kepada manusia, namun taqwa kepada Allahlah sebagai penentu manusia mulia atau rendah di hadapan Allah.[18]

Salah nalar yang lain yang disebutkan al-Qur’an adalah kepercayaan bahwa hidup hanya ada di dunia saja.[19] Kematian ada hanya karena habisnya waktu yang dimiliki manusia. Bagi kepercayaan ini, kehidupan Akhirat tidak ada, yang ada adalah masa sekarang, tidak ada masa depan, tidak ada akhirat. Sedang bagi orang mu’min, kehidupan dunia ini ada, namun bukan yang pokok, kehidupan dunia banyak dipenuhi permainan dan tipu-tipu saja. Meskipun begitu, Islam tetap memandang penting kehidupan dunia, karena ia sebagai tempat menanam (mazra’ah) untuk kehidupan Akhirat. Dalam Islam, kehidupan Akhirat adalah kehidupan yang sebenarnya.[20] Keadilan ditegakkan, kebenaran menjadi kenyataan, kebahagiaan bukan fatamorgana, semua impian jadi kenyataan.

Karena tidak percaya Akhirat, maka orang-orang kafir, tidak percaya adanya kehidupan setelah kematian di dunia. Orang-orang kafir bertanya, QS. Al –Nazi’at [79]: 10-11.

يَقُولُونَ أَءِنَّا لَمَرۡدُودُونَ فِي ٱلۡحَافِرَةِ ١٠  أَءِذَا كُنَّا عِظَٰمٗا نَّخِرَةٗ ١١

([Orang-orang kafir] berkata, "Apakah sesungguhnya kami benar-benar dikembalikan kepada kehidupan semula? Bukankah kami telah menjadi tulang belulang yang hancur-lebur?)

QS. Al-Isra’ [17]: 49, 98.

وَقَالُوٓاْ أَءِذَا كُنَّا عِظَٰمٗا وَرُفَٰتًا أَءِنَّا لَمَبۡعُوثُونَ خَلۡقٗا جَدِيدٗا ٤٩

(Mereka bertanya, “Bukankah kami telah menjadi tulang belulang yang hancur lebur, apakah kami akan dibangkitkan [di akhirat] dalam bentuk makhluk baru?)

Allah menjawab, bahwa Allah kuasa untuk mengembalikan manusia yang telah mati menjadi hidup kembali. QS. Al-Thariq [86]: 8-10.

إِنَّهُۥ عَلَىٰ رَجۡعِهِۦ لَقَادِرٞ ٨  يَوۡمَ تُبۡلَى ٱلسَّرَآئِرُ ٩ فَمَا لَهُۥ مِن قُوَّةٖ وَلَا نَاصِرٖ ١٠

(Sesungguhnya [Allah] benar-benar kuasa untuk mengembalikannya [hidup sesudah mati]. Pada hari segala rahasia akan dinampakkan. Maka [manusia] tidak lagi memiliki kekuatanpun dan tidak (pula) ada penolong.)

Salah nalar juga terjadi pada orang-orang Nashrani yang menjadikan Isa ibn Maryam sebagai tuhan, karena dianggap memiliki keluarbiasaan (khawariq al-‘adah) dalam proses kejadiaannya, yaitu lahir tanpa seorang bapak. 

Kata Allah, hebat mana kejadian penciptaan Isa ibn Maryam dengan Adam yang sama-sama tidak memiliki bapak? Isa proses penciptaannya masih melalui seorang ibu, sedang Adam tanpa bapak dan ibu. Dia langsung diciptakan dari tanah. Dengan menggunakan logika ‘ala nalar manusia, penciptaan dari yang telah ada dibandingkan yang belum ada, tentu lebih sulit yang belum ada. Seseorang yang “diciptakan” dari seorang ibu, tentu lebih mudah dibandingkan dengan yang “diciptakan” tanpa seorang ibu. Mengapa bukan Adam yang dijadikan tuhan, namun Isa? Padahal Adam lebih hebat proses penciptaannya daripada Isa. QS. Ali Imran [3]: 59:

إِنَّ مَثَلَ عِيسَىٰ عِندَ ٱللَّهِ كَمَثَلِ ءَادَمَۖ خَلَقَهُۥ مِن تُرَابٖ ثُمَّ قَالَ لَهُۥ كُن فَيَكُونُ ٥٩

(Sesungguhnya perumpamaan [dalam penciptaan] Isa di sisi AllAh, adalah seperti [penciptaan] Adam. [Allah] menciptakan [Adam] dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: "Jadilah" [seorang manusia], maka jadilah dia.”)

Lalu logika apa yang dipakai, kalah hebat dari yang hebat, namun dijadikan sesembahan. Oleh sebab itu benar apa yang dikatakan Nabi Isa AS., “Aku tidak pernah memerintahkan mereka untuk menyembah aku, namun menyembah Engkau ya Allah.” QS. Al-Maidah [5]: 116-117:

وَإِذۡ قَالَ ٱللَّهُ يَٰعِيسَى ٱبۡنَ مَرۡيَمَ ءَأَنتَ قُلۡتَ لِلنَّاسِ ٱتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَٰهَيۡنِ مِن دُونِ ٱللَّهِۖ قَالَ سُبۡحَٰنَكَ مَا يَكُونُ لِيٓ أَنۡ أَقُولَ مَا لَيۡسَ لِي بِحَقٍّۚ إِن كُنتُ قُلۡتُهُۥ فَقَدۡ عَلِمۡتَهُۥۚ تَعۡلَمُ مَا فِي نَفۡسِي وَلَآ أَعۡلَمُ مَا فِي نَفۡسِكَۚ إِنَّكَ أَنتَ عَلَّٰمُ ٱلۡغُيُوبِ ١١٦ مَا قُلۡتُ لَهُمۡ إِلَّا مَآ أَمَرۡتَنِي بِهِۦٓ أَنِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمۡۚ وَكُنتُ عَلَيۡهِمۡ شَهِيدٗا مَّا دُمۡتُ فِيهِمۡۖ فَلَمَّا تَوَفَّيۡتَنِي كُنتَ أَنتَ ٱلرَّقِيبَ عَلَيۡهِمۡۚ وَأَنتَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ شَهِيدٌ ١١٧

(Dan ingatlah ketika Allah berkata, "Hai Isa anak Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia, "Jadikanlah aku dan ibuku dua tuhan selain Allah?". Isa menjawab, "Maha Suci Engkau, tidak patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku [untuk mengatakannya]. Jika aku pernah mengatakan, maka tentulah Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku; sedangkan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sungguh Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib"

Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku [untuk mengatakannya] yaitu: "Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu juga!" Dan aku menjadi saksi mereka, selama aku berada di antara mereka. Lalu setelah Engkau wafatkan aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu.)

B.     Kuldesak Ahmad Dhani

Pentolan Group Band Dewa 19, Ahmad Dhani[21] pernah membuat syair lagu Kuldesak. Menurut Website Kumparan, syair lagu Kuldesak merupakan syair lagu yang penuh dengan nilai spiritualitas dan sangat religius.[22]Syair yang dibuat Ahmad Dhani, menggambarkan pemikirannya tentang kemampuan akal-fikiran manusia dalam mencari kebenaran dan peranan Tuhan (wahyu) dalam membimbing manusia untuk menemukan kebenaran.

Ahmad Dhani mengakui, manusia dengan panca indera yang dimiliki, memiliki peran penting dalam memperoleh pengetahuan. Begitu juga dengan akal-fikiran, manusia dapat melakukan penalaran yang luar biasa dari apa yang dialami atau dari apa yang difikirkan. Namun semua itu memiliki keterbatasan. Manusia memerlukan kepastian kebenaran untuk dijadikan pegangan dan petunjuk jalan yang benar.

Ke mana larinya, jika indera dan akal-fikiran mengalami kebuntuan sehingga tidak menemukan jalan keluar dari kemusykilan yang dihadapi? Dhani dengan tegas menjawab: Petunjuk Tuhan. Dhani benar, ide mencari jalan Tuhan, dipengaruhi oleh al-Munqidz min al Dlalal-nya al-Ghazali. Al Ghazali mengakui, pengetahuan empirik terbatas karena terbatasnya kemampuan indera. Akal juga terbatas, karena tidak menjangkau yang bersifat metafisis. Jalan sufi (Agama) adalah jalan terbaik untuk menemukan kebenaran. 

Bagi Dhani, pengetahuan yang dihasilkan oleh indera dan akal fikiran, masih meragukan. Tidak sampai pada titik akhir yang meyakinkan. Dhani mengibaratkan kebenaran yang dihasilkan oleh indera dan akal fikiran, bagai buih di laut biru, yang tersapu ombak, terhempas badai. Ia terombang-ambing oleh kuatnya deburan ombak besar dan terjangan badai yang sangat dahsyat. Bila ia di padang pasir, maka pengetahuan empirik dan rasional yang diperoleh, mudah terseret angin dan hangus terbakar panasnya gurun. Kata Ahmad Dhani:

Aku bagai buih di laut biru
Tersapu ombak terhempas badai
Aku bagai debu di padang pasir
Terseret angin terbakar panas

Di padang pasir dan di laut sama: tak tahu arah, bila tidak memiliki keahlian dalam menandai arah dan tidak ahli navigasi. Orang akan tersesat tanpa petunjuk arah. Manusia akan selalu berada dalam kebingungan manakala tidak tahu arah tujuan yang pasti. Oleh sebab itu, dalam al-Qur’an, Allah menyuruh manusia untuk selalu memohon bimbingan dan petunjuk-Nya. Minimal minta petunjuk 17 kali dalam shalat fardlu.

ٱهۡدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلۡمُسۡتَقِيمَ ٦[23]

(Tunjukkan kami jalan yang lurus)

وَأَنَّ هَٰذَا صِرَٰطِي مُسۡتَقِيمٗا فَٱتَّبِعُوهُۖ وَلَا تَتَّبِعُواْ ٱلسُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمۡ عَن سَبِيلِهِۦۚ ذَٰلِكُمۡ وَصَّىٰكُم بِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ ١٥٣[24]

(Dan sungguh inilah jalanKu yang lurus, maka ikutilah jalan itu! Dan jangan mengikuti jalan-jalan yang lain! Karena jalan-jalan itu yang akn memisahkan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah [Allah] mewasiatkan kepada kamu, agar kamu bertakwa).

Menurut al-Qur’an, Jalan Allah adalah jalan yang benar, yang akan membawa pada keselamatan. Harapan Dhani, dengan petunjuk Allah, hidupnya tidak tersesat di persimpangan jalan karena bingung (confuse)

Tolonglah Tuhan
Beri petunjuk-Mu
Jalan yang benar
Menuju jalan-Mu
Agar tak tersesat
Di persimpang
jalan

Ahmad Dhani tidak menganut faham Fatalisme, yang semuanya bergantung pada “taqdir” Allah tanpa melakukan ikhtiyar (usaha). Dhani menyadari sepenuhnya, bahwa menemukan kebenaran, perlu perjuangan seperti yang dinyatakan dalam syairnya:  “...Jalan yang benar, menuju jalan-Mu.” Tidak ada yang gratis, namun harus berusaha. Jer basuki mawa bea, kata orang Jawa.

Dalam menapak jalan Tuhan, kadang harus jatuh bangun, terluka, menangis, tertawa, bahagia, menderita, dan lainnya, pasti dirasakan dan tidak bisa dielakkan. Kadang jatuh terkapar tak berdaya dalam ikhtiar mencari kebenaran sejati. “Seberkas sinar” terkadang muncul dari satu bintang di antara bintang yang ada. Ia adalah kebenaran di antara kebenaran yang ada, namun belum meyakinkan, karena relatif.

Ahmad Dhani menyadari ada banyak jalan yang akan mengantarkan kepada kebenaran [Aku bagai bintang di gelap malam, di antara seribu bintang]. Dia tidak menolak adanya kemajemukan, pluralitas, kebhinnekaan kebenaran,[25] namun dia memerlukan kebenaran yang pasti. Dan jalan yang pasti itu adalah Jalan Tuhan. Perhatikan syair Kuldesak di bawah ini!

Aku bagai bintang di gelap malam
Di
antara seribu bintang
Yang terdampar di puing jagad raya
Terkapar lelah tak berdaya
Menangis
Tertawa
Semua tak bisa dihindari

Tolonglah Tuhan
Beri petunjuk-Mu
Jalan yang benar
Menuju jalan-Mu
Agar tak tersesat
Di persimpang jalan

Kebenaran mutlak hanya satu, yaitu kebenaran yang bersumber dari Tuhan. Kebenaran yang disampaikan melalui para nabi dan utusan Allah. Kebenaran tunggal ini, disampaikan lewat wahyu yang diterima oleh para nabi dan rasul-Nya. Itulah Jalan Tuhan, Jalan Allah.

C.    Hayy ibn Yaqzhan.

Hayy ibn Yaqzhan, hayy artinya hidup, sedang yaqzhan artinya bangun, sadar, bangkit, terjaga. Hayy ibn Yaqzhan menyadarkan bahwa sesuatu hidup atau ada, eksis, karena adanya kesadaran. Bukan ada karena sesuatu yang material, namun ada karena kesadaran intelektual, ruhaniah, spiritual, bathiniyah.

Hayy ibn Yaqzhan sebuah epik[26] spiritual anak manusia, yang menemukan kesadarannya dalam kesendirian dan kesunyian, bukan di keramaian dan gemerlapnya duniawi. Dikesunyian ternyata membangkitkan kesadaran untuk membangunkan potensi diri yang mati menjadi hidup (hayy). Dari ketidakberdayaan yang selalu tergantung kepada “yang lain”, menyadarkan dirinya harus mengada (eksis) agar tetap survive (hayy). Survive secara fisik ternyata ada batasnya. Ada sesuatu yang baru yang ditemukan yang membuat kesadarannya bangkit, meski meniru alam, sehingga derajatnya meningkat dari sekedar piaraan binatang, menjadi kreator meski belajar dari alam juga. Tak cukup dari situ, alam yang indah dan harmoni, mengantarkannya kepada kesadaran teologis, bahwa ada Sang Maha Kuasa yang meremote control semua alam semesta. Alam tak bergerak dengan sendirinya, tetapi ada Penggerak Mutlak yang kekuatannya (al-Qawiyyu) tak tergantung kepada siapa pun. Dia bertanya pada dirinya, “Apa di balik semua itu?” Ternyata Ada sesuatu yang keKuasaannya melebihi dirinya dan alam semesta. Dia-lah Sang Pencipta.

Di antara tanda hidup (hayy) adalah gerak. Adanya gerakan akan membangkitkan kesadaran. Tanpa adanya gerakan, akan mati, apa pun itu. Hayy tidak berhenti melangkah saat terjadi kebuntuan. Justru dengan keterbatasan yang dimiliki, dia banyak belajar dan mencari yang lebih dari sekedar yang ada. tidak puas dengan yang ada, dia mencari di balik semua yang ada, ternyata di sana ada Tuhan. 

Hayy ibn Yaqzhan mengajarkan kepada kita, tapakan langkah mencari kebenaran sejati, akan mencapai puncaknya saat menemukan kebenaran sejati. Perjalanan manusia menapaki jalan spritualnya, yang diangkat dalam kisah Hayy ibn Yaqzan oleh Filosof Andalusia Ibn Thufail, lewat inderawi, rasio, dan batin. Setapak demi setapak, selangkah demi selangkah, akhirnya dapat menemukan hakikat Yang Ada.

Kisah ini dimulai dengan penuturan Ibn Thufail tentang seorang puteri yang menghayutkan anaknya ke laut pada sebuah peti. Peti itu pun sampai pada pulau yang tak berpenghuni manusia. Terhempaslah peti tersebut oleh gelombang air laut ke dalam pulau terpencil tersebut. Hayy ditemukan oleh seekor rusa, yang kemudian mengasuhnya.

Selama Hayy ibn Yaqzan dirawat sang Rusa, dan belajar bagaimana cara berkomunikasi, meminta tolong, dan berbagai isyarat komunikasi baik dengan hewan lain maupun rusa pengasuhnya. Dia mulai belajar melihat binatang lain seusianya yang nampak memiliki kelebihan muncul pada tubuh mereka. Hewan-hewan yang ada di sekitarnya memiliki alat-alat pertahanan ada pada tubuh mereka, rusa jantan dengan tanduknya, kerbau dengan tanduknya, harimau dengan taring dan kukunya, Elang dengan paruhnya. Semua membuat Hayy ibn Yaqzan bertanya-tanya, kenapa dia tidak memiliki itu semua. Dia pun belajar dengan melihat hal-hal itu, kemudian dibuatlah baju untuk menutupi tubuhnya dari sengat matahari yang awalnya berasal dari dedaunan, namun tidak bertahan lama, akhirnya dia dapatkan kulit hewan, ternyata selain mampu melindunginya dari panas matahari juga mampu menahan dingin. Untuk pertahanan diri menggunakan tongkat untuk menghalau binatang buas yang akan mengganggunya. 

Benda-benda langit yang Hayy saksikan, Matahari terbit dan terbenam; Bulan muncul di malam hari, namun tidak seluruh malam ada bulan, dan juga bintang-bintang di langit berkelip-kelip cahayanya. Memunculkan satu kesadaran bahwa alam ini teratur. Tentu, ada Dzat Maha Sempurna yang mengaturnya. Dia Maha Kuasa (Qadir) dan tidak sama dengan alam semesta ini yang hilang dan silih berganti di setiap waktu.

Silih berganti alam, disusul kematian rusa yang merawatnya, Hayy ibn Yaqzan sadar bahwa alam ini tidak abadi, satu persatu akan berakhir pada ketiadaan (fana). Ia menyaksikan, segala yang ada di alam ini berbeda, namun memiliki titik kesamaan, dari segi asal, proses dan berakhirnya. Berarti segala yang ada di alam ini, bersumber dari Sumber Yang Satu, Dzat tunggal yang tidak ada duanya.[27]

Kisah Hayy ibn Yaqzhan, mirip kisah Ibrahim yang mencari Tuhannya sebagaimana diceritakan al Qur’an. Meski kisah Ibrahim yang diasingkan orang tuanya untuk menghindari kelaliman Namrud, tidak dimasukkan ke peti lalu dilarutkan ke laut sebagaimana Hayy ibn Yaqzhan, atau dilarutkan ke sungai sebagaimana Musa,[28] pencarian Tuhannya melalui proses alamiah, sangat mengagumkan. Pencarian yang sungguh-sungguh disertai sikap yang tulus dan ikhlas untuk menemukan Tuhan yang Sejati, ternyata berujung pada penemuan Tuhan yang sebenarnya sebagaimana dituturkan dalam QS. Al-An’am [6]: 75-78:

وَكَذَٰلِكَ نُرِيٓ إِبۡرَٰهِيمَ مَلَكُوتَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَلِيَكُونَ مِنَ ٱلۡمُوقِنِينَ ٧٥ فَلَمَّا جَنَّ عَلَيۡهِ ٱلَّيۡلُ رَءَا كَوۡكَبٗاۖ قَالَ هَٰذَا رَبِّيۖ فَلَمَّآ أَفَلَ قَالَ لَآ أُحِبُّ ٱلۡأٓفِلِينَ ٧٦ فَلَمَّا رَءَا ٱلۡقَمَرَ بَازِغٗا قَالَ هَٰذَا رَبِّيۖ فَلَمَّآ أَفَلَ قَالَ لَئِن لَّمۡ يَهۡدِنِي رَبِّي لَأَكُونَنَّ مِنَ ٱلۡقَوۡمِ ٱلضَّآلِّينَ ٧٧ فَلَمَّا رَءَا ٱلشَّمۡسَ بَازِغَةٗ قَالَ هَٰذَا رَبِّي هَٰذَآ أَكۡبَرُۖ فَلَمَّآ أَفَلَتۡ قَالَ يَٰقَوۡمِ إِنِّي بَرِيٓءٞ مِّمَّا تُشۡرِكُونَ ٧٨

Dan seperti itulah Kami perlihatkan kepada Ibrahim kerajaan langit dan bumi, agar dia termasuk orang-orang yang yakin.

Tatkala malam gelap, dia menatap bintang. Dia berkata, “Ini tuhanku.” Namun tatkala bintang terbenam, dia berkata, “Aku tidak suka pada segala yang lenyap.”

Lalu saat dia melihat Bulan muncul, dia berkata, “Ini tuhanku.” Maka saat Bulan terbenam, dia berkata, “Sungguh, bila Tuhanku tidak memberi petunjuk padaku, pasti aku akan menjadi bagian dari orang-orang yang sesat.”

Lalu ketika menyaksikan Matahari terbit, dia berkata, “Ini tuhanku, ini lebih besar.” Namun tatkala Matahari terbenam, dia bilang, “Hai kaumku! Sungguh aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.” 

Pencarian tersebut berakhir manis, Ibrahim menemukan Tuhannya. Dan, Ibrahim mengakui hal tersebut sebagai petunjuk dari Allah, Tuhannya. Sebagaimana dituturkan dalam QS. Al-An’am [6]: 79-80.

إِنِّي وَجَّهۡتُ وَجۡهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ حَنِيفٗاۖ وَمَآ أَنَا۠ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ ٧٩ وَحَآجَّهُۥ قَوۡمُهُۥۚ قَالَ أَتُحَٰٓجُّوٓنِّي فِي ٱللَّهِ وَقَدۡ هَدَىٰنِۚ وَلَآ أَخَافُ مَا تُشۡرِكُونَ بِهِۦٓ إِلَّآ أَن يَشَآءَ رَبِّي شَيۡ‍ٔٗاۚ وَسِعَ رَبِّي كُلَّ شَيۡءٍ عِلۡمًاۚ أَفَلَا تَتَذَكَّرُونَ ٨٠

Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada Dzat yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan [mengikuti agama yang benar], dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik.

Dan kaumnya membantah. Dia berkata, “Apakah kamu hendak membantahku tentang Allah, padahal Dia telah menunjukkan aku? Dan aku tidak takut kepada apa yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali apa yang Allah kehendaki. Ilmu Tuhanku meliputi segala sesuatu. Apakah kamu tidak mengambil pelajaran?”

Pada ayat yang lain menggunakan redaksi yang lebih luas, bukan hanya wajah yang disebutkan, namun shalat, ibadah Haji, hidup, hingga matinya pun diserahkan kepada Allah. Sikap pasrah kepada Allah tersebut yang disebut oleh al-Qur’an dengan Millah Ibrahim yaitu Islam:

قُلۡ إِنَّنِي هَدَىٰنِي رَبِّيٓ إِلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٖ دِينٗا قِيَمٗا مِّلَّةَ إِبۡرَٰهِيمَ حَنِيفٗاۚ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ ١٦١ قُلۡ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحۡيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ١٦٢ لَا شَرِيكَ لَهُۥۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرۡتُ وَأَنَا۠ أَوَّلُ ٱلۡمُسۡلِمِينَ ١٦٣

(Katakan! “Sungguh Tuhanku telah memberi petunjuk ke jalan yang lurus, agama yang benar, agama Ibrahim yang mengajak kepada kebenaran. Dan dia tidak termasuk orang-orang musyrik.”

Katakan! “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku, [hanyalah] untuk Allah, Tuhan semesta alam.”

Tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan Dengan itu aku diperintan, dan aku yang pertama di antara orang-orang berserah diri [pada Allah]).

Petunjuk kebenaran dianugerahkan Allah, karena usaha (ikhtiyar) manusia berusaha untuk memperolehnya. QS. Al-‘Ankabut [29]: 69.

وَٱلَّذِينَ جَٰهَدُواْ فِينَا لَنَهۡدِيَنَّهُمۡ سُبُلَنَاۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَمَعَ ٱلۡمُحۡسِنِينَ ٦٩

Dan orang-orang yang sungguh-sungguh dalam mencari Jalan Kami, sungguh akan Kami tunjukkan Jalan-jalan Kami. Dan sungguh Allah bersama orang-orang yang berbuat baik.

Dalam QS. Al-Baqarah [2]: 213  pun disebutkan bahwa orang-orang beriman saja yang diberi petunjuk oleh Allah dari segala khilaf dan khilafiyah yang terjadi di antara manusia.

كَانَ ٱلنَّاسُ أُمَّةٗ وَٰحِدَةٗ فَبَعَثَ ٱللَّهُ ٱلنَّبِيِّ‍ۧنَ مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ وَأَنزَلَ مَعَهُمُ ٱلۡكِتَٰبَ بِٱلۡحَقِّ لِيَحۡكُمَ بَيۡنَ ٱلنَّاسِ فِيمَا ٱخۡتَلَفُواْ فِيهِۚ وَمَا ٱخۡتَلَفَ فِيهِ إِلَّا ٱلَّذِينَ أُوتُوهُ مِنۢ بَعۡدِ مَا جَآءَتۡهُمُ ٱلۡبَيِّنَٰتُ بَغۡيَۢا بَيۡنَهُمۡۖ فَهَدَى ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لِمَا ٱخۡتَلَفُواْ فِيهِ مِنَ ٱلۡحَقِّ بِإِذۡنِهِۦۗ وَٱللَّهُ يَهۡدِي مَن يَشَآءُ إِلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٍ ٢١٣

“Manusia itu satu umat. Lalu Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan baik dan buruk. Bersamaan itu, Allah menurunkan Kitab yang benar kepada mereka, untuk memberi keputusan dalam perselisihkan di antara manusia. Tidak akan terjadi perselisihan tentang tentang suatu perkara, melainkan setelah datangnya penjelasan yang terang, karena adanya rasa dengki antar mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk kebenaran kepada orang-orang yang beriman tentang perselisihkann itu dengan izin-Nya. Dan Allah akan senantiasa memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus.”

Itulah jalan para nabi, rasul, para shiddiqun, penegak kebenaran, para shalihin dan orang-orang mu’min. Bedanya para filosof dengan para nabi atau rasul, yang satu mengandalkan jalan kontemplasi dan tidak menggantungkan kepada Jalan Tuhan, sedang yang kedua, menggantungkan jalan kotemplasi dan Jalan Tuhan sekaligus. Yang pertama terkadang keluar dari jalan Tuhan dengan menjadi atheis atau sekular, sedang yang kedua, pasti mengajak kepada Tuhan. Tidak ada dalam sejarah kenabian atau kerasulan, mengajak manusia untuk menjauhi Tuhan dan memilih jalan profan, jalan sekular. Sebaliknya, para filosof kadang menemukan Jalan Tuhan dan terkadang terperosok ke jalan anti Tuhan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 



[2] Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi, (Jakarta, PT GRamedia, 2000) cet. Ke-12, hal: 84.

[3] Tan Malaka, salah seorang pejuang revolusioner yang heroik, di dalam dirinya terkumpul kemampuan intelektual dan aktivis sekaligus. Dia hebat secara intelektual dan hebat dalam melakukan aksi revolusioner, yang dilakukan secara seimbang. Rata-rata pejuang pra-kemerdekaan, adalah intektual dan aktivis sekaligus. Namun, sedikit di antara pejuang kemerdekaan yang memiliki kemampuan intelektual yang dituangkan di dalam karya tulis dengan bahasa yang bagus dan sistemik. Bisa kita sebut semacam Soekarno, Hatta, Syahrir, M. Natsir, Syafrudin Prawiranegara dan lainnya; namun tokoh besar sekaliber Soegondo Djoyopuspito, M. Tabrani (tokoh Sumpah Pemuda ‘28) belum memilki karya tulis yang sampai kepada kita. 

[4] Tan Malaka, Madilog, [Materialisme Dialektika Logika] (Jakarta, Pusat Data Indikator, 1999). 

[5] Jalaluddin Rakhmat, Rekayasa Sosial, Reformasi atau Revolusi, (Bandung, Remaja Rosda Karya,1999), h. 4.

[6] Gorys Keraf, Loc. Cit.

[7] Orde Baru (the New Order) merupakan sebutan resmi yang diberikan oleh pemerintahan Republik Indonesia zaman Soeharto berkuasa (1967-1998) untuk menggantikan pemerintahan Soekarno yang disebutnya sebagai zaman Orde Lama. Soekarno sendiri tidak pernah menyebut pemerintahannya dengan sebutan Orde lama, tetapi sering menyebut sebagai pemerintahan Revolusioner.

[8] Jalaluddin Rakhmat, Rekayasa … h., 3.

[9] QS. Al-Baqarah [2]: 113.

وَقَالَتِ ٱلۡيَهُودُ لَيۡسَتِ ٱلنَّصَٰرَىٰ عَلَىٰ شَيۡءٖ وَقَالَتِ ٱلنَّصَٰرَىٰ لَيۡسَتِ ٱلۡيَهُودُ عَلَىٰ شَيۡءٖ وَهُمۡ يَتۡلُونَ ٱلۡكِتَٰبَۗ كَذَٰلِكَ قَالَ ٱلَّذِينَ لَا يَعۡلَمُونَ مِثۡلَ قَوۡلِهِمۡۚ فَٱللَّهُ يَحۡكُمُ بَيۡنَهُمۡ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ فِيمَا كَانُواْ فِيهِ يَخۡتَلِفُونَ ١١٣

[10] QS. Al-Baqarah [2]: 111

وَقَالُواْ لَن يَدۡخُلَ ٱلۡجَنَّةَ إِلَّا مَن كَانَ هُودًا أَوۡ نَصَٰرَىٰۗ تِلۡكَ أَمَانِيُّهُمۡۗ قُلۡ هَاتُواْ بُرۡهَٰنَكُمۡ إِن كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ ١١١

QS. Al-Baqarah [2]: 118.

وَقَالَ ٱلَّذِينَ لَا يَعۡلَمُونَ لَوۡلَا يُكَلِّمُنَا ٱللَّهُ أَوۡ تَأۡتِينَآ ءَايَةٞۗ كَذَٰلِكَ قَالَ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِم مِّثۡلَ قَوۡلِهِمۡۘ تَشَٰبَهَتۡ قُلُوبُهُمۡۗ قَدۡ بَيَّنَّا ٱلۡأٓيَٰتِ لِقَوۡمٖ يُوقِنُونَ ١١٨

[11] QS. Al-Baqarah [2]: 170. Baca jiga QS.Luqman [31]: 21.

[12] QS. Al-An’am [6]: 74.

۞وَإِذۡ قَالَ إِبۡرَٰهِيمُ لِأَبِيهِ ءَازَرَ أَتَتَّخِذُ أَصۡنَامًا ءَالِهَةً إِنِّيٓ أَرَىٰكَ وَقَوۡمَكَ فِي ضَلَٰلٖ مُّبِينٖ ٧٤

[13] QS. Al-An’am [6]: 161-163.

قُلۡ إِنَّنِي هَدَىٰنِي رَبِّيٓ إِلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٖ دِينٗا قِيَمٗا مِّلَّةَ إِبۡرَٰهِيمَ حَنِيفٗاۚ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ ١٦١ قُلۡ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحۡيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ١٦٢ لَا شَرِيكَ لَهُۥۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرۡتُ وَأَنَا۠ أَوَّلُ ٱلۡمُسۡلِمِينَ ١٦٣

[14] QS. Al-Isra’ [17]: 70.

۞وَلَقَدۡ كَرَّمۡنَا بَنِيٓ ءَادَمَ وَحَمَلۡنَٰهُمۡ فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ وَرَزَقۡنَٰهُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَفَضَّلۡنَٰهُمۡ عَلَىٰ كَثِيرٖ مِّمَّنۡ خَلَقۡنَا تَفۡضِيلٗا ٧٠

[15] QS. Al-Syura [42]: 11.

فَاطِرُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۚ جَعَلَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجٗا وَمِنَ ٱلۡأَنۡعَٰمِ أَزۡوَٰجٗا يَذۡرَؤُكُمۡ فِيهِۚ لَيۡسَ كَمِثۡلِهِۦ شَيۡءٞۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ ١١

[16] QS. Yasin [36]: 47.

وَإِذَا قِيلَ لَهُمۡ أَنفِقُواْ مِمَّا رَزَقَكُمُ ٱللَّهُ قَالَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ لِلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَنُطۡعِمُ مَن لَّوۡ يَشَآءُ ٱللَّهُ أَطۡعَمَهُۥٓ إِنۡ أَنتُمۡ إِلَّا فِي ضَلَٰلٖ مُّبِينٖ ٤٧

 

[17] QS. Al-Fajr [89]: 15-16.

فَأَمَّا ٱلۡإِنسَٰنُ إِذَا مَا ٱبۡتَلَىٰهُ رَبُّهُۥ فَأَكۡرَمَهُۥ وَنَعَّمَهُۥ فَيَقُولُ رَبِّيٓ أَكۡرَمَنِ ١٥ وَأَمَّآ إِذَا مَا ٱبۡتَلَىٰهُ فَقَدَرَ عَلَيۡهِ رِزۡقَهُۥ فَيَقُولُ رَبِّيٓ أَهَٰنَنِ ١٦

[18] QS. Al-Hujurat [49]: 13

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبٗا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٞ ١٣

[19] QS. Al-Jasyiyah [45]: 24

وَقَالُواْ مَا هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا ٱلدُّنۡيَا نَمُوتُ وَنَحۡيَا وَمَا يُهۡلِكُنَآ إِلَّا ٱلدَّهۡرُۚ وَمَا لَهُم بِذَٰلِكَ مِنۡ عِلۡمٍۖ إِنۡ هُمۡ إِلَّا يَظُنُّونَ ٢٤

[20] QS. Al-‘Ankabut [29]: 64

وَمَا هَٰذِهِ ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَآ إِلَّا لَهۡوٞ وَلَعِبٞۚ وَإِنَّ ٱلدَّارَ ٱلۡأٓخِرَةَ لَهِيَ ٱلۡحَيَوَانُۚ لَوۡ كَانُواْ يَعۡلَمُونَ ٦٤

[21] Ahmad Dhani lahir di Surabaya, 26 Mei 1972; adalah pendiri dan pimpinan dari Republik Cinta Management. Dia adalah motor Grup Dewa 19 yang banyak melahirkan puluhan lagu hits, baik untuk grup Dewa maupun penyanyi solo, seperti Reza, Maia, Mulan, Tata Janeta, Crisye, atau Grup yang besutnya: TRIAD, Maha Dewa, Dewi-Dewi, Ratu, The Rock, Ahmaad Band, dan lainnya. Melly Guslow, penyanyi dan pencipta lagu ternama, menyebut Ahmad Dhani sebagai musisi brilian dan genius. Syair-syair lagunya banyak dipengaruhi pemikiran tokoh sufi seperti al-Hallaj, Jalaluddin Rumi, al-Ghazali, Abdul Qadir Jilani, Abu Yazid al Busthami, Rabi’ah al-Adawiyah, dan lainnya, sehingga melahirkan kontroversi, karena berbeda dengan bahasa mainstream kaum muslim. Seperti lagu Satu. Syair lagu satu banyak mengandung ajaran Hululnya al-Hallaj, atau Wihdatul Wujudnya Ibnul ‘Arabi.

https://id.wikipedia.org/wiki/Ahmad_Dhani

http://dariswantio.blogspot.com/2010/11/misteri-sufi-dan-ahmad-dhani.html

[23] QS. Al-Fatihah [1]: 6.

[24] QS. Al-An’am [6]: 153

[26] Epik adalah cara menyampaikan suatu kejadian atau keadaan yang disajikan dalam uraian yang objektif. Arti obyektif adalah perasaan dan pendapat sang penulis dinafikan, sehingga yang disampaikan adalah kejadian yang sebenarnya. https://ambilgratis.com/2016/10/25/pengertian-epik/. Epic atau epos yang ditulis dalam bentuk novel, juga bagian dari “obyektifitas” penulisnya dalam mengungkapkan suatu “fakta”, dengan langgam dan gaya masing-masing. Sebuah epic, tidak harus ditulis dalam bentuk santra atau bukan sastra. Ia adalah obyektifitas historis yang bebas saji, mau pilih mana? Tinggal penikmat yang mau merasakan.

[28] QS. Al Qashash [28]: 7-13.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIGA SYARAT TERKABULNYA DOA

24 Siswa MA YTP Kertosono diterima Berbagai PTN lndonesia Jalur SNBT, dan Jalur lainnya

Rukhsah Teologis dan Rukhsah Fiqhi