Antara Harta dan Ilmu, Mana Yang Lebih Penting?
Antara Harta dan Ilmu, Mana Yang Lebih Penting?
Oleh: Ust. M. Hidayatullah
Pengurus Dewan Dakwah, Jawa Timur
Harta dan Ilmu
Harta dan ilmu, keduanya merupakan anugran Allah yang diberikan kepada hamba yang telah ditentukan. Bagi hamba yang dikehendaki-Nya memiliki karunia 2 hal tersebut tentu di antaranya akan diberikan jalan kemudahan dalam rangka meraihnya, walaupun terkadang harus dijalaninya dengan kerja keras dan pula dengan kerja cerdas.
Akan tetapi, yang perlu diyakini bahwa semua itu adalah anugrah sekaligus amanah yang Allah anugrahkan kepadanya. Dan hal itu tidak terkait dengan kehebatan dirinya seolah semua itu karena kecerdasan dan kepandaian dirinya semata. Allahlah yang telah memampukan dan mengkondisikan dirinya sehingga dapat jalan mencapai apa yang telah menjadi harapannya. Dengan demikian, keduanya adalah ujian yang harus ditunaikan dengan sebaik-baiknya.
Mana yang lebih penting, harta atau ilmu?
Dalam banyak nash baik dalam al Quran maupun hadits Nabi, yang lebih penting dari keduanya adalah ilmu. Banyak sekali anjuran atau dorongan dengan berbagai reward yang dijanjikan bagi penuntut ilmu, baik di dunia sampai di akhirat. Tentu ilmu yang dimaksud adalah ilmu yang bermanfaat, yakni ilmu yang dapat mengantarkan dirinya untuk mejadi orang yang bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sebenarnya. ilmu yang tidak bermanfaat dalam sebuah pepatah disebutkan bagai pohon yang tak berbuah.
Sehingga ilmu di sini bukanlah hal yang sekedar diteorikan atau diretorikan, akan tetapi ilmu itulah menghiasi dirinya untuk menjadi pribadi yang berakhlakul karimah, menjadi pribadi yang memiliki etika yang tinggi, dan ilmu itu tiada lain adalah ilmu agama.
Rasulullah mengajarkan beberapa doa bagi penuntut ilmu agar ilmu yang diraihnya adalah ilmu yang bermafaat dan bukan ilmu yang tidak bermanfaat. Di antara indicator bahwa ilmu itu tidak bermanfaat adalah pemiliknya menjadi orang yang sombong dan merasa pinter sendiri, merasa paling alim, lebih shalih dan seterusnya.
Bahaya ilmu jika tidak diamalkan
Sehingga dalam kaitan ini, bukan semata gelar akademik yang menjadi acuan utama, akan tetapi akhlak dirilah yang menentukan. Sehingga semakin tinggi gelar yang disematkan pada dirinya seharunya sesuai dengan peran dirinya dalam memberikan kemaslahatan bagi izzul islam wal muslimin. Jika tidak demikian adanya maka gelar-gelar itu baik formal maupun non-formal akan tidak berarti sama sekali. bahkan memberikan ancaman bagi orang yang menyembunyikan ilmunya padahal hal itu untuk kemaslahatan umat. Sebagaimana hadits dalam Riwayat Imam Ahmad dalam Musnad beliau: Dari Abu Hurairah dari Nabi ﷺ, beliau bersabda, "Barang siapa menyembunyikan ilmu yang ia ketahui, maka pada hari kiamat ia akan datang dalam keadaan dicambuk dengan cabuk dari api."
Di samping itu yang tidak kalah beratnya adalah dalam mengamalkan ilmu dituntut keikhlasan. Dan mengapa harus tidak ikhlas bukankah ilmu itu juga anugrah Allah? Buntut dari ketidak ikhlasan dalam melaksanakan ilmu, yakni dengan menjalankan atau mengamalkannya tanpa keikhlasan mendapatkan ancaman Allah dengan ancaman yang sangat berat.
Sebagaimana hadits yang bersumber dari Abu Hurairah Radliyallahu anhu: “Dan didatangkan pula seseorang yang belajar ilmu dan membaca Al-Qur'an dan mengajarkannya, lalu diperlihatkan kepadanya kenikmatan sehingga ia mengetahuinya dengan jelas, Allah bertanya: 'Apa yang telah kamu perbuat? ' Dia menjawab, 'Saya telah belajar ilmu dan mengajarkannya, saya juga membaca Al Qur'an demi Engkau.' Allah berfirman: 'Kamu dusta, akan tetapi kamu belajar ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al Qur'an agar dikatakan seorang yang mahir dalam membaca, dan kini kamu telah dikatakan seperti itu, kemudian diperintahkan kepadanya supaya dia dicampakkan dan dilemparkan ke dalam neraka.” (HR. Muslim)
Empat kriteria manusia terkait harta dan ilmu
Dari Sa'id Abu Al Bakhtari dari Abu Kabsyah Al Anmari ia berkata, "Saya mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: …“Sesungguhnya permisalan dunia itu tergambar pada empat macam orang;
Pertama, Seorang hamba yang diberi harta dan ilmu, kemudian dengan harta itu ia bertakwa kepada Rabb-nya, menyambung silaturrahi dan ia mengetahui hak di dalam hartanya. Maka inilah kedudukan yang paling utama.
Kedua, hamba yang diberi karunia ilmu oleh Allah 'Azza wa Jalla namun ia tidak diberikan harta. Kemudian ia berkata, 'Sekiranya saya memiliki harta, niscaya saya akan beramal sebagaimana amalan si Fulan.' Maka ganjaran pahala keduanya adalah sama.
Ketiga, seorang hamba yang diberi karunia harta oleh Allah 'Azza wa Jalla namun tidak diberi ilmu, kemudian ia menggunakan hartanya dengan tanpa ilmu. Ia tidak bertakwa kepada Rabb-nya 'Azza wa Jalla, tidak menyambung silaturrahmi dan tidak mengetahui hak Allah yang terdapat di dalam hartanya. Ini adalah kedudukan yang paling buruk.
Keempat, hamba yang tidak dikaruniai harta oleh Allah dan tidak pula ilmu, kemudian hamba itu pun berkata, 'Sekiranya saya memiliki harta, niscaya saya akan beramal sebagaimana amalan si Fulan.'" Beliau bersabda, "Itulah niatnya. Maka dosa keduanya pun akan sama. (HR. Muslim).
Dengan kata lain ilmu itu lebih bermanfaat daripada harta. Harta jika dikuasai oleh orang yang berilmu maka harta akan bermanfaat bagi kemaslahatan umat, karena ia jalani kehidupannya dengan ilmu yang mengantarkan dirinya menjadi hamba Allah yang bertaqwa.
Harta jika dikuasai oleh orang yang tidak berilmu, justru akan membahayakan dirinya karena tidak lagi bermanfaat untuk meraih kebahagiaannya di akhirat, dan bisa jadi dalam meraihnya pun tidak lagi peduli dari hal yang halal atau haram. Wallahu ‘alam bishsswab.
Editor: Sudono Syueb
Komentar
Posting Komentar