PERTEMUAN SEKEJAP
PERTEMUAN SEKEJAP
Oleh: Murib Ilham
(Alumni Ponpes YTP, Kertosono)
Usai shalat Shubuh di Masjidil Haram sehari sebelum kepulangan ke tanah air, Aku baru teringat punya teman kakak kelas sewaktu di Pesantren YTP, Kertosono dulu, yang bermukim di Kota Mekkah ini, temanku itu sejak tahun tujuh puluhan telah berhijrah ke kota ini untuk belajar sambil bekerja dan alhamdulillah berhasil, kala itu ia berkirim surat kepadaku melampirkan foto mobil kesayanganya dan bercerita tentang kehidupanya yang menyenangkan di perantauan sana, membuat siapa pun iri dan ingin mengikuti jejaknya termasuk aku, namun sangu yang menghalangi aku untuk menyusul ke sana.
Empat puluh lima tahun telah berlalu tidak pernah bertemu, terbersit perasaan rindu mumpung saat ini aku berada di sini di kota suci ini, kesempatan untuk saling berbagi manis dan pahit getirnya kehidupan, bisa sharing soal anak cucu, berapa anaknya, sampai di mana jenjang pendidikanya, sudah berapa yang berkeluarga, punya cucu berapa dan banyak obrolan ringan yang mengasyikan.
Aku hubungi mbak Mudah yang dulu juga pernah bermukim lama di kota ini mengikuti suami. "Mbak Mudah nyimpan nopenya mas Nur Hasan ya?" tanyaku, "Sebentar dik aku carikan nanti ku kirim," jawab Mbak Mudah.
"Ya mbak aku tunggu terima kasih," jawabku.
Tak lama menunggu, nope terkirim, tapi yang terkirim nope mbak Fat isteri mas Hasan, aku merasa kurang pede kayak masih nyantri dulu. Maklumlah, di YTP tempo doeloe santriwan dan santriwati dipisah oleh dinding anyaman bambu usang, terdapat lobang-lobang kecil yang sengaja dibuat untuk ngintip santriwati atau sebaliknya, namun aku kenal santriwati hanya kenal nama, kenal suara tak pernah bertatap muka paling setahun sekali pada haflah akhirussanah bisa bertatap muka dengan malu-malu kucing.
tut .... tut .... tut .... aku kontak via telpon nope yang dikirim mbak Mudah, tiba-tiba terputus tak ada jawaban, mungkin karena nomor tak dikenal khawatir penipu seperti yang sering terjadi di Indonesia. Aku coba via WA :
"Mbak Fat, aku Murib Ilham sedang berada di Mekkah selesai ibadah haji, besuk pulang ke Indonesia, aku sekedar ingin tahu keberadaan mbak Fat sekeluarga, semoga baik-baik saja" kataku dalam WA.
"Sebentar... ini di lokasi mana? aku tak ke sana," tanya mbak Fat. bersemangat
"Aku di Mahbas Jin di hotel Arkan Bakkah 2", aku tidak mau merepotkan, bisa ngobrol lewat wa saja aku sudah senang" jawabku
"Nggak ... nggak ngrepotin, sudah empat puluh tahun lebih nggak pernah ketemu, nggak ingin ketemu tah?" sambung mbak fat
"Ya kepingin, tapi kalau rumah mbak jauh dari sini mending tak usah" jawabku tak ingin merepotkan.
Mbak fat sangat bersemangat, merasa senang ketemu bolokurowo, padahal terus terang antara aku dan mbak fat tidak saling kenal akrab hanya sebatas kenal nama.
"Ini dari Masjidil Haram ke arah kanan apa arah kiri? tanya mbak fat untuk memastikan lokasiku secara tepat.
"Dari Masjidil Haram ke kiri" jawabku singkat
"Tunggu ya aku siap siap dulu, sebetar lagi meluncur," kata mbak fat mengahiri percakapan.
"Terima kasih, aku tunggu mbak"
Teman satu kamar sama-sama dari Probolinggo yang sejak tadi mengikuti percakapanku dengan mbak Fat penasaran ingin ikut jalan-jalan di kota Mekkah, dia yang turun duluan ke lobi hotel menyambut datangnya mbak Fat, sementara aku masih mengemasi pakaian, kumasukan kedalam tas tenteng yang beratnya tak boleh lebih dari tujuh kilogram untuk persiapan otewe nanti malam, terbang ke tanah air masih besuk pagi pukul 09.00 WAS.
HP yang tergelak di samping aku kemas-kemas berdering ada panggilan masuk:
"Assalamu'alaikum,"
"Waalaikumussalam .... pak tamunya sudah datang" kata temanku yang menyanggong di lobi hotel, dia tahu yang datang mbak fat, bermodal foto mbak fat yang terpampang di ikon WA
"Ya aku segera turun," jawabku.
Aku turun ke lobi, melihat mbak fat berdiri sendirian tidak bersama mas hasan, temanku juga tidak mengajak duduk.
"Ini pak murib sudah datang bu" kata temanku.
Mbak Fat pasti tidak mengenali aku apalagi tubuhku sangat kurus, beratnya hanya 45 kg, seminggu menjelang keberangkatan aku opname di rumah sakit, kata dokter aku sakit vertigo yang tidak pernah aku alami seumur-umur, teman jama'ah juga menghawatirkan kesehatanku, mereka berharap aku bisa membantu mereka menunaikan manasik haji, alhamdulillah di tanah suci aku lebih sehat katimbang di tanah air.
"Buka maskernya" pinta mbak fat kepadaku, memang aku selalu menjaga prokes, lalu masker aku buka, tapi pasti mbak fat tidak bisa mengenali aku memang sejak di YTP dulu tidak seberapa kenal aku.
"Mana mas Hasan mbak?" tanyaku
"Ada di luar gak nemu parkiran mutar muter dari tadi" jawab mbak fat
"Mari duduk dulu mbak" pintaku
"Nggak usah, ayo kita keluar menemui mas Hasan"
Kami bertiga jalan ke depan hotel
"Assalamu'alaikum" aku uluk salam pada mas Hasan sambil berjabat tangan
"Walaikumussalam" jawab mas Hasan
"Apa habar mas?" tanyaku
"Baik-baik saja" jawab mas Hasan singkat
"Dari dulu masih kecil saja" sambung mas hasan.
"Saat masih PNS mas, badanku besar beratnya 70 kg, saat ini menyusut tinggal 45 kg seiring menyusutnya gaji pensiunan qi ..qi... qi..." jawabku berkelakar
"Ayo masuk" ajak mas Hasan
Mbak Fat masuk di depan duduk di sebelah mas Hasan, aku masuk di jok belakang bersama temanku.
"Kemana nih?" tanya mas Hasan
"Terserah tuan rumah, tamu diajak kemanapun pasti setuju" jawabku kayak bersajak.
Mas Hasan sudah tampak tua tapi masih enerjik, cekatan menjalankan mobil melaju dalam kecepatan sedang terasa halus dan nyaman, kurang lebih tuju menit sampai di jalan utara pelataran Masjidil Haram, memang hotel aku menginap dan Masjidil Haram lunayan dekat sekitar 2 km.
"Itu bekas rumahku yang ada satu pohon itu, dulu itu Pasar Seng, aku buka toko di situ" kenang mbak Fat
"Tentu ramai pembeli ya Mbak" sambungku
"lumayanlah untuk memenuhi kebutuhan hidup" jawab mbak Fat.
"Katanya harganya sangat murah Mbak sehingga dikenal oleh para jama'ah haji dan umrah terutama jama'ah dari Indonesia, malah guyonanya, setelah thawaf di Ka'bah kurang afdhol jika tidak thawaf di Pasar Seng" sambungku
"Betul harganya miring, makanya tidak pernah sepi, toko-toko selalu ramai pembeli, sepanjang tahun dikunjungi jama'ah umrah dan haji" mbak Fat membenarkan.
"Omong-omong .... apa bangunannya dari Seng tah Mbak sehingga disebut Pasar Seng?" tanyaku ingin tahu sejarahnya
"Nggak, sama seperti pasar lainya, hanya jama'ah haji Indonesia saja yang menyebutnya Pasar Seng, malah jika tanya kepada orang Arab, di mana Pasar Seng? mereka tidak ada yang tahu, Pasar seng tidak ada dalam peta kota Mekkah, dahulu katanya .... toko-toko di Pasar Seng memang beratapkan Seng lalu para mukimin menamakan Pasar Seng" cerita mbak fat
"Kapan Mbak pindah dari Pasar Seng?" tanyaku
"Tahun 2006 sejak pemerintah Arab Saudi membuat kebijakan memperluas Masjidil Haram, semua hotel dan toko di kawasan Pasar Seng di gusur," jawab mbak fat.
********
Pasar Seng hanya melegenda di kalangan jama'ah umrah dan haji Indonesia saja, orang arab menyebutnya "suq al lail alias pasar malam" pasar ini berada kurang lebih 200 meter dari pintu marwa masjidil haram yang memanjang ke timur hingga mendekati rumah kelahiran Rasulullah, konon suq al lail sudah dikenal sejak zaman jahiliyah sebagai pusat transaksi perdagangan, festival budaya dan tempat kabilah arab menggelar lomba baca syair (puisi)
"Pasar seng" orang menyebutnya juga "pasar senggol" karena lorongnya yang sempit, pengunjung berjubel, sehingga antar pengunjung senggol senggolan, maka disebutlah "pasar seng - gol" kini pasar seng tinggal KENANGAN dan sebagai gantinya pemerintah Arab Saudi membangun"pasar jafariyah" yang sama seperti pasar seng, menyediakan oleh-oleh haji dan umrah dengan harga murah.
Lokasinya sekitar 1 km dari masjidil haram, akses kesana ditempuh dengan berjalan kaki.
Asik membicarakan pasar seng tiba-tiba mobil berhenti di depan math'am, restoran masakan Indonesia, mas hasan turun sendirian memesan makanan, mbak fat, aku dan temanku tetap di dalam mobil.
"Makananya di bungkus saja ya" kata mbak fat
"ndak usah repo-repot mbak, aku tadi sudah sarapan di hotel" jawabku
"makanya dibungkus....nanti bisa dimakan rame-rame di hotel" sambung mbak fat
"iya mbak" jawabku ewuh pekewuh
Mas hasan keluar dari restoran menenteng dua tas kresek berisi makanan satu diserahkan ke mbak fat satunya lagi diserahkan kepadaku.
"Ayo dicicipi itu ada gimbal enak" kata mas hasan
Aku buka tas kresek ada bebera porsi makanan, ada kentang goreng ada semacam kebab ukuranya besar bisa dipotong-potong beberapa bagian, memang 1 porsi di arab umumnya besar bisa dimakan 2 sampai 3 orang, ada gimbal yang katanya mas hasan enak, aku dan temanku mengambil gimbal, ukuranya biasa sama seperti di Indonesia dan ternyata memang enak.
Kami meneruskan jalan-jalan di kota Mekkah, hanya beberapa menit sampai di pemakaman ma'la sebuah destinasi ziarah religi yang dikunjungi jama'ah umrah dan haji, jaraknya tidak jauh dari Madjidil Haram hanya kira-kira 1,5 km ke arah utara di jalan al Hujun berdekatan dengan Masjid Jin, di sini dimakamkan isteri Rasulullah yang pertama....Khadijah, isteri yang paling dicintai Nabi, selama menikahi Khadijah Nabi tidak pernah berpoligami.
Setengah saking riwayat, di ma'la ini juga dimakamkan datuk beliau Abdul Muthallib, paman yang banyak mendukung perjuangan beliau Abu Thalib, putra beliau Qosim dan Abdulloh yang wafat masih kecil dan 32 ulama Nasional dari Indonesia, diantanya syekh Nawawi al Bantani dan KH. Maimun Zubair, wafat 6 Agustus 2019 silam.
Aku tidak turun dan memang tidak ada yang turun, hanya melihat dari dalam mobil saja sambil membuka kaca cendela, mas hasan menjelaskan layaknya guide:
"di atas yang dipagar tembok tebal itu makam keluarga Nabi, isteri dan dua putra beliau juga datuk dan paman beliau. penziarah tidak boleh masuk kesana hanya boleh di luar pagar saja, kalau yang di bawah sini boleh masuk, tetapi terkadang juga ndak boleh, tergantung kebaikan penjaga makam, ahirnya ya hanya bisa berdo'a di luar pagar" kata mas Hasan
"mbah Maimun dimakamkan di mana mas?" tanyaku
"di bagian bawah ini, ada di baris ke empat nomor 151 ndak ada namanya seperti di Indonesia, nisanya hanya batu biasa banyak jama'ah umrah dan haji yang ziarah ke makam mbah Maimun tetutama dari Jawa Tengah" jelas mas hasan.
Jalan-jalan di kota Mekkah dilanjut ke Aziziyah di kawasan ini berdiri megah universitas ummul qura yang sangat bergengsi di kota Mekkah, malah disebutkan sebagai universitas yang terbaik di seluruh dunia Islam, lokasinya dari Masjidil Haram hanya berjarak sekitar empat kiloan meter saja cukup dekat.
Seperti di tempat-tempat lain yang aku singgahi, selalu tidak pernah turun, di sini aku juga tidak turun, melihat kemegahan kampus Univerditas Ummul Qura hanya dari dalam mobil.
Diam-diam mbak fat bernostalgia di sini, ternyata mbak fat pernah kulyah di Ummul Qura putri sampai selesai S1
"Keren .... mbak" kataku
"biasa-biasa saja" jawab mbak fat merendah
"Betapa tidak keren mbak, sudah berkeluarga malah mungkin sudah punya anak bisa kulyah di universitas bonafide tanpa bayar malah dibayar" sambungku
"Ah... ada-ada saja" jawaban mbak fat
"Bukan mengada-ada mbak, sebab lulusan Aliyah dari pesantren yang mendaftar di Ummul Qura putri ini, semua persyaratan lengkap termasuk rekomendasi 1 dan 2 berbahasa arab, sertifikat hafalan Al qur'an diterjemahkan bahasa arab, surat keterangan hubungan dengan mahram berbahasa arab dan surat keterangan iqamah mahram di Makkah berbahasa arab, semua komplit... plit, pengumuman kelulusan masih menunggu satu tahun" sambungku.
"Iya memang seperti itu aturanya" kata mbak fat.
Jalan-jalan di kota Mekkah berahir di Umm al Qura University Makkah al Mukarramah di kawasan Aziziyah. mas hasan mengantarkan aku pulang ke hotel Arkan Bakkah 2 di kawasan Mahbas Jin, dari Ummul Qura kurang lebih 2 km. sesampainya di depan hotel semua turun dari mobil, mas hasan dan mbak fat tidak mau masuk ke hotel, mbak fat menyerahkan cindramata kepadaku parfum sejoli si"kulin dan si"minin", mungkin sebelum menjemput aku, mampir dulu ke toko parfum belanja 2 buah parfum beraroma laki dan perempuan, mbak fat mengira aku haji bersama isteri.
Ketika aku menerima, bibirku tersenyum tapi hatiku menangis teringat isteri saat kritis, dia masih sempat pamitan akan segera pergi, aku katakan sebentar lagi kita akan haji.....dia merasa terhibur ...... aku melihat isyarat itu, lalu aku talqin "LAA ILAAHA ILLALLAH" dia tirukan kalimat thayyibah itu, dia lafalkan sendiri berkali- kali tanpa aku tuntun lagi sampai pada ahirnya suara kalimat thayyibah itu mengecil dan hilang bersama hembusan nafas terahir, aku baru sadar isteriku benar-benar telah pergi untuk selamanya, INNA LILLAHI WA INNA ILAIHI RAJI'UN semoga husnul khotimah.
Disetiap tempat mustajabah di kota suci Mekkah aku selalu mohonkan do'a untuknya, semoga dia tenang di sana ..... dan tidak terasa, air mata mengucur deras tak bisa terbendung lagi, mungkin ini yang menjadikan mbak fat dari tadi tidak menyinggung soal isteriku, di mana? kenapa tidak haji bersama isteri? mbak fat tidak mau menyiram luka dengan air cuka yang membuat aku berduka.
Teima kasih mas hasan mbak fat atas penghornatanya, pertemuan hanya sekejap tapi kesanya hingga tak bisa tetucap.
Probolinggo, September 2022
Komentar
Posting Komentar