GERAKAN MUHAMMADIYAH DALAM ISLAM BERKEMAJUAN

 GERAKAN MUHAMMADIYAH DALAM ISLAM BERKEMAJUAN


Oleh : Dr. H. Nur Raihan, MA. 

(Ketua PCM Pesanggrahan Periode 2015-2022)

 

Abstrak

 

Muhammadiyah merupakan lembaga keagamaan yang memiliki corak pemikiran reformis-modernis dalam upaya menjawab tantangan dan persoalan pada setiap zamannya. Muhammadiyah lahir dipengaruhi faktor subjektif dan objektif, dimana faktor subjektif terkait dengan karakteristik sosok ulama KH. Ahmad Dahlan  yang sekaligus intelektual muslim pada zamannya. Kepribadiannya yang peka terhadap persoalan umat dan bangsa, seorang ulama yang berfikiran praktis dan memiliki jiwa reformis (pembaharu).

Sementara faktor objektif terbagi menjadi dua yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi lemahnya pemahaman umat terhadap ajaran Islam, ketidakmurnian ajaran Islam, dampak buruk penjajahan oleh Belanda dan lemahnya lembaga pendidikan Islam. Sementara faktor objektif  eksternal berupa pengaruh kebangkitan Umat Islam Internasional, penetrasi bangsa-bangsa Eropa terhadap Indonesia dan adanya gerakan pembaharuan dalam dunia Islam.

Sampai disini, Muhammadiyah dapat definisikan secara etimologi dan terminologi. Dalam tinjuan bahasa, Muhammadiyah adalah kelompok orang yang mengikuti Nabi Muhammad SAW,  mengakui dan menyakini bahwa Nabi Muhammad SAW adalah hamba dan utusan Allah yang terakhir. Sedangkan secara terminologi Muhammadiyah adalah organisasi gerakan dakwah Islam Amar ma’ruf, nahi munkar dan tajdid, dan bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah

Pergerakan ini diawali ketokohan dan sosok ulama,  KH. Ahmad Dahlan selaku pendiri Muhammadiyah yang memiliki komitmen dan cita-cita luhur bagi kemajuan bangsa, khususnya Umat Islam sebagai perwujudan Islam ramatan li al-‘alamin. Komitmen dan cita-cita KH. Ahmad Dahlan diimplementasikan dengan mendirikan sekolah terpadu yang mengajarkan ilmu-ilmu umum dengan ilmu keagamaan sebagai solusi persoalan bangsa yang mendasar yaitu keterbelakangan dan kebodohan. Persoalan ini oleh  KH. Ahmad Dahlan diselesaikan melalui dakwah bi al-hal, yaitu dakwah yang menekankan pada perbuatan atau menciptakan program-program yang bersentuhan langsung dengan perbaikan kehidupan umat Islam.

Adapun maksud dan tujuan pendirian Muhammadiyah adalah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Dalam proses pencapaiannya, Muhammadiyah melaksanakan da’wah berupa amar nahi mungkar dan tajdid dengan penetrasi di segala bidang, mulai bidang keagamaan, bidang pendidikan, bidang tarjih dan tajdid, bidang ekonomi, bidang hukum, sampai bidang tabligh.

Salah satu bidang yang menonjol Muhammadiyah adalah pendidikan, dimana ormas ini telah banyak mendirikan lembaga pendidikan dari mulai prasekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah hingga perguruan tinggi bahkan mendirikan pondok pesantren. Selain itu, dalam era Revolusi industry 4.0, Muhammadiyah juga memberikan nilai-nilai dan panduan moral dalam mengarungi dunia digital guna menjaga kesalehan seorang muslim.

Muhammadiyah memiliki konsep dasar Islam berkemajuan yaitu tajdid (pembaharuan) sebagai upaya dalam mewujudkan cita-cita kemajuan dalam semua segi kehidupan, seperti pemikiran, politik, sosial, pendidikan kebudayaan dan sebagainya. Islam berkemajuan memiliki karakteristik, diantaranya Tauhid (al-Mabani ‘ala al-Tauhid), berlandaskan pada Al Qur’an dan as-Sunnah (al-Ruju’ ‘ila al Qur’an wa al-Sunnah), menghidupakan Ijtihad dan Tajdid (ihya’ al-Ijtihad wa al-Tajdid), mengembangkan Wassthiyah (Tummiyat al-Wasathiyah), dan mewujudkan Rahmat bagi Seluruh Alam (Tahqiq al-Rahman li-‘Alamin).  Sementara Islam Berkemajuan bersumber pada ajaran Islam yang meliputi akidah, ibadah, mu’malah, tiga pendekatan (bayani, burhani dan irfani),  ijtihad berkelanjutan, akal dan ilmu pengetahuan, mazhab keagamaan dan kemuliaan manusia. Adapun gerakan Islam berkemajuan dijalankan dengan gerakan dakwah, gerakan tajdid, gerakan ilmu dan gerakan amal.

 

Keyword : Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan, tajdid, tarjih, pendidikan agama, Al-Qur’an, As-Sunnah,  etika, modern, reformis, ijtihad, wasathan, Islam berkemajuan, dakwah, ilmu, akal, amal.

 

A.                Pendahuluan

Muhammadiyah berdiri pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H, bertepatan tanggal 18 November 1912 telah berusia 114 (satu abad) menurut hitungan Kalender Qomariyah (sekarang Tahun 1444 H atau 110 Tahun dalam hitungan Tahun Miladiyah (sekarang tahun 2022). Kiprah Muhammadiyah terbilang cukup panjang jauh sebelum Republik Indonesia lahir, pada tanggal 17 Agustus 1945.

Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan yang reformis-modernis di dalam paradigma pembaharuan Islam. Gerakan reformis-modernis harus percaya terhadap situasi keberagaman, kesempurnaan, dan menyeluruhnya ajaran-ajaran yang ada, tetapi aktualisasinya tidak terpaku pada struktur legal formal apalagi dengan adanya pemisahan, tetapi lebih menekankan pada aktualisasi terhadap nilai Islam secara objektif dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.[1] Hal ini diwujudkan melalui diberbagai kehidupan mulai bidang pendidikan, pelayanan sosial, kesehatan, hukum, ekonomi hingga pemberdayaan masyarakat sehingga Muhammadiyah mampu menjembatani atau sebagai kekuatan transformasi dari situasi tradisional menuju kehidupan modern dengan kepribadian masyarakat Indonesia yang religious, melahirkan reformasi atau modernism Islam awal abad ke 21.

Menurut Arbiah Lubis, poin penting pemikiran  K.H. Ahmad Dahlan dalam pendidikan yang diselenggarakannya pada dua hal pokok, yaitu memasukkan pelajaran agama ke dalam lembaga pendidikan Barat dan melakukan pembaharuan sistem pendidikan dengan mengompromikan antara sistem pendidikan Islam dan Barat. Yang pertama dilakukan terutama dalam kapasitasnya sebagai guru di sekolah pemerintah Belanda dan yang kedua dengan mendirikan sekolah sendiri yang kemudian dinamakan sekolah Muhammadiyah.[2] Dengan usaha perpaduan ini, maka tidak ada lagi perbedaan ilmu agama dan ilmu umum, semuanya adalah perintah dan dalam naungan agama.

KH. Ahmad Dahlan sebagai tokoh Muhammadiyah memiliki kepribadian, komitmen dan cita-cita dengan usaha mencerdaskan generasi penerus yang berkualitas (khususnya umat Islam) dan negera Republik Indonesia dengan berdasarkan pada upaya mewujudkan cita-cita ajaran Islam yang membawa rahmat bagi seluruh alam. Pendiri gerakan Muhammadiyah dengan segala keterbatasan dukungan mampu memproyeksikan gagasannya jauh ke depan melampau zamannya–sangatlah berkemajuan cita-cita dan etos berfikir-aksinya.[3] Berkaitan dengan itu, beliau mengintegrasikan normatif Islam dan aplikasi dalam bentuk didirikannya sekolah-sekolah dan amal usaha yang dibutuhkan oleh masyarakat dan Bangsa Indonesia.

 

B.                 Latar Belakang Berdirinya Muhammadiyah

Ditinjau dari faktor-faktor yang melatarbelakangi berdirinya Persyarikatan Muhammadiyah secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua faktor penyebabnya yaitu :

 

1.                  Faktor Subjektif

Yang dimaksud faktor subyektif ini adalah faktor yang berkaitan pribadi Ahmad Dahlan, bahwa beliau sebagai pendiri Muhammadiyah pada saat itu dianggap memilik karakteristik yang khas, antara lain:

a.             Sebagai ulama dan intelektual muslim yang relatif cerdas pada zamannya,[4] hal ini dibuktikan antara lain pada saat itu beliau pergi ke Lembang Bandung untuk mencocokkan hasil penghitungan hisabnya dengan teknologi meteorologi dan geofisika di tempat itu.

b.            Memiliki kepekaan sosial yang tinggi, cepat mendiagnosa penyakit umat dan menentukan terapinya. Salah satu obsesinya ialah ingin menyatukan ulama di Indonesia serta meningkatkan pendidikan umat Islam, sebab hanya dengan pendidikan yang memadai umat Islam bisa lebih siap dalam menghadapi berbagai tantangan. (kebodohan dan keterbelakangan, hanya bisa diatasi dengan satu kata yaitu pendidikan).

c.             Sebagai ulama bertipe ulama praktis, bukan ulama teoritis, hal ini terbukti antara lain dari pengajian tafsir yang dilakukannya yakni menggunakan metode tematik yakni memulai dari ayat-ayat yang paling mudah difaham dan mudah diamalkan.

d.            Beliau terpengaruh oleh pemikiran para tokoh pembaharu Islam, khususnya dari kawasan timur tengah. Beberapa tokoh di antaranya Taqiyuddin ibnu Taimiyah, Muhammad bin Abd al Wahhab, Jamaluddin al-Afghani, dan Muhammad Abduh. Dari beberapa penelitian disebutkan bahwa tokoh-tokoh tersebut memiliki kontribusi yang sangat signifikan dalam hal membangkitkan semangat Izzul Islam Wal Muslimin.

Faktor subjektif yang sangat kuat, bahkan dapat dikatakan sebagai faktor utama dan faktor penentu yang mendorong berdirinya Muhammadiyah  berasal dari hasil pemahaman dan pendalaman KH. Ahmad Dahlan terhadap Al Qur’an, baik dilakukan dengan cara gemar membaca maupun menelaah, membahas dan mengkaji kandungan isinya. Ia telaah sedemikian teliti sampai dipertanyakan juga kalau ada sebab-sebab yang menjadikan sesuatu ayat diturunkan (ashabul nuzul). Sikap KH. Ahmad Dahlan sebagaimana yang tersimpul dalam Al Qur’am Surat An Nisaa ayat 174-175:

 

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاۤءَكُمْ بُرْهَانٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَاَنْزَلْنَآ اِلَيْكُمْ نُوْرًا مُّبِيْنًا (١٧٤)

فَاَمَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا بِاللّٰهِ وَاعْتَصَمُوْا بِهٖ فَسَيُدْخِلُهُمْ فِيْ رَحْمَةٍ مِّنْهُ وَفَضْلٍۙ وَّيَهْدِيْهِمْ اِلَيْهِ صِرَاطًا مُّسْتَقِيْمًاۗ(النساۤء: ١٧٥)

 

Artinya: Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu, dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al-Quran). Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada-Nya, pasti Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya. (QS. An Nisaa: 174-175)

 

Dalam Surat Muhammad, ayat 24 juga disebutkan :

 

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ ٱلۡقُرۡءَانَ أَمۡ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقۡفَالُهَآ (محَمَّد: ٢٤)

 

Artinya : Maka tidakkah mereka menghayati Al-Qur'an ataukah hati mereka sudah terkunci? (QS. Muhammad: 24)

 

Dari dua ayat diatas dapat dipahami dengan melakukan tadabur atau memperhatikan dan mencermati dengan penuh ketelitian terhadap sesuatu yang tersirat dalam setiap ayat. Sikap ini pulalah yang dilakukan KH. Ahmad Dahlan ketika menyimak Surat Al Imran ayat 104:

 

وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ  (اٰل عمران:١٠٤ )

Artinya : Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar.111) Mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imran: 104)

اَرَءَيْتَ الَّذِيْ يُكَذِّبُ بِالدِّيْنِۗ (١)فَذٰلِكَ الَّذِيْ يَدُعُّ الْيَتِيْمَۙ (٢)وَلَا يَحُضُّ عَلٰى طَعَامِ الْمِسْكِيْنِۗ (٣)فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّيْنَۙ (٤)فالَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُوْنَۙ (٥)الَّذِيْنَ هُمْ يُرَاۤءُوْنَۙ  (٦)وَيَمْنَعُوْنَ الْمَاعُوْنَ ࣖ(٧ )

 

Artinya : Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan untuk memberi makan orang miskin. Celakalah orang-orang yang melaksanakan salat, (yaitu) yang lalai terhadap salatnya, yang berbuat riya, Melalaikan salat mencakup lalai akan waktu dan tujuan salat serta bermalasan dalam mengerjakannya. dan enggan (memberi) bantuan. (QS. Al Maa’un:1-7)

Dalam memahami seruan ayat-ayat diatas, KH. Ahmad Dahlan tergerak hatinya ujntuk membangun sebuah perkumpulan organisasi atau persyarikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmad melaksanakan misi dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar di tengah-tengah masyarakat luas. Dua ayat ini menjadi sangat popular di kalangan aktivis Muhammadiyah karena dibudayakan melalui pengkaderan dan jalur sekolah-sekolah Muhammadiyah dari mulai tingkat Sekolah Dasar sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SLTA). Jadi, Muhammadiyah merupakan gerakan Islam dakwah amar ma’ruf nahi munkar dan tajdid (pembaruan tentang pokok ajaran Islam) yang bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah as-Sohihah.[5]

2.                  Faktor Objektif

Yang dimaksud dengan faktor obyektif adalah fakta-fakta riil yang terjadi dan menimpa umat dan bangsa Indonesia. Faktor Obyektif ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu internal dan eksternal. Dari segi internal, meliputi antara lain :

a.          Lemah pemahaman agama umat Islam.

Secara umum kondisi pemahaman umat Islam Indonesia terhadap ajaran Islam pada saat itu, rendah. Hal ini sebagai akibat rendahnya kualitas pendidikan yang dimiliki. Akibat dari rendahnya pemahaman mereka terhadap agama Islam, maka sering kali terjadi distorsi, terlebih pada kurun waktu itu Islam lebih difahami secara Fiqh semata. Clifford Geertz, menemukan adanya varian tingkat keberagamaan umat Islam di Indonesia dalam tiga kategori yakni priyayi, abangan, dan santri. [6]

b.         Ketidakmurnian dalam pengamalan ajaran Islam karena sebelum masuknya agama Islam di Indoensia, masyarakat bangsa Indoensia memeluk agama Hindu dan Budha dengan segala amalan dan tradisi yang ada di dalamnya. Sementara itu, Agama Islam sampai ke Nusantara sudah melewati perjalanan yang sangat panjang. Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri adanya kenyataan berbagai pengaruh kepercayaan lain masuk ke dalamnya secara tidak sengaja.. Dalam kehidupan beraqidah (keyakinan hidup) agama Islam mengajarkan pada umatnya untuk memiliki tauhid yang murni, bersih dari berbagai macam syirik (perbuatan manusia yang menyekutukan Allah dengan benda di dunia). Ada istilah yang lebih popular di kalangan aktivitis atau mubaligh Muhammadiyah dengan ‘TBC’ (Tahayul, bid’ah khurafat). Tahayul artinya suatu kepercayaan yang bersifat animisme dan dinamisme, imajinasi, misalnya tidak boleh buang air didepan pintu karena disitu ada ruh nenek moyang atau makhluk yang tidak kelihatan. Adapun yang dimaksud bid’ah yaitu mengada-ada ajaran dalam ibadah atau menambah-nambah dalam ibadah, contohnya kepercayaan supaya do’anya terkabul atau dapat diterima Allah, maka menggunakan perantara (washilah) yang akan menghubungkan dirinya dengan Allah, seperti bertawashul kepada Syekh Abdul Qadir Jaelani, para wali Allah. Sedangkan khurafat ialah semua cerita atau rekaan, khayalan, ajaran-ajaran tentang pantangan atau larangan, adat istiadat, ramalan-ramalan, pemujaan atau kepercayaan yang menyimpang dari ajaran Islam. Khurafat juga merangkumi cerita dan perbuatan yang direka dan bersifat karut atau dusta. [7]

c.          Akibat penjajahan Belanda.

Penjajahan Belanda terhadap Bangsa Indonesia mengakibatkan umat Islam mengalami keterbelakangan, kebodohan dan hidup dalam kondisi miskin.

d.         Kelemahan Lembaga Pendidikan Islam

Lembaga pendidikan yang dimiliki umat Islam belum mampu menyiapkan generasi yang siap mengemban misi khalifah Allah dimuka bumi. Saat itu, pondok pesantren yang merupakan  salah satu sistem pendidikan yang khas miliki umat Islam Indonesia, ternyata belum mampu menghadapi tantangan kemajuan zaman karena adanya muatan kurikulumnya yang kurang memadai dalam mengantisipasi perkembangan zaman. Dalam sistem pendidikan pondok pesantren saat itu, hanya mengajarkan mata pelajaran agama dalam arti sempit yaitu terbatas pada fiqh, bahasa Arab, tafsir, tasawuf/akhlak, aqidah, ilmu mantiq (logika) dan ilmu falaq. Sedangkan mata pelajaran yang berurusan dengan keduniaan (mu’amalah) atau yang sering disebut ilmu pengetahuan umum, seperti sejarah, ilmu bumi, fisika, kimia, biologi, matematika, ekonomi, sosiologi dan sebagainya sama sekali belum diperkenalkan di lembaga pendidikan pondok pesantren. Padahal justru hanya lewat ilmu-ilmu pengetahuan ini seseorang akan mampu melaksanakan tugas-tugas keduniawian, salah satu dari tugas yang diemban oleh Khalifah Allah.

Sesungguhnya lembaga pendidikan Islam sudah semestinya menyiapkan diri menjadi lembaga pendidikan kader-kader penerus cita-cita Islam dan siap mengemban amanat Allah sebagai khalifah dimuka bumi. Tugas utama sebagai khalifatullah adalah mengupayakan terciptanya kesejahteraan dan kemakmuran hidup manusia. Mengingat fungsi pendidikan pondok pesantren pada saat itu dirasakan oleh KH. Ahmad Dahlan masih ada satu kekurangan mendasar yang harus segera disempurnakan. Kalau pada awalnya, sistem pendidikan pondok pesantren hanya membekali kepada santri-santrinya berupa ilmu-ilmu pengetahuan agama saja, maka untuk penyempurnaannya mereka harus diberikan juga ilmu-ilmu pengetahuan umum sehingga dengan demikian akan lahirlah dari lembaga pendidikan ini manusia yang taqwa kepada Allah, cerdas dan terampil yang dlam terminology Al Qur’an disebut sebagai ulul albab.

            Dari segi eksternal, meliputi:

a.          Kondisi Bangsa Indonesia sedang terpuruk

Kondisi bangsa Indonesia pada saat itu dijajah oleh Belanda  dan sangat logis bahwa bangsa yang terjajah adalah bangsa yang rendah harga dirinya, bodoh, dan miskin, serta kehilangan dinamika.

b.         Gerakan kebangkitan Umat Islam Internasional.

Secara global pada saat itu sedang terjadi trend kebangkitan umat Islam yang didengungkan oleh para tokoh Islam diberbagai Negara Islam di dunia, serta sedang memuncaknya semangat ummat Islam khususnya di Indonesia untuk melepaskan diri dari penjajahan. [8]

c.          Penetrasi Bangsa-Bangsa Eropa Khususnya Belanda Ke Indonesia

Kedatangan bangsa-bangsa Eropa, khususnya Belanda ke Indonesia telah membawa dampak buruk dalam aspek kebudayaan dan keagamaan terhadap perkembangan Islam di Indonesia. Lewat pendidikan model Barat yang telah mereka kembangkan dengan ciri-ciri yang sangat menonjol sifat intelektualistik, individualistik, diskriminatik, serta sama sekali tidak memperhatikan dasar-dasar, asas-asar moral keagamaan (sekuler), maka lahirlah suatu generasi baru Indonesia yang tekena paham rasionalisme dan individualisme dalam pola pikir mereka. Bahkan lebih jauh dari itu, pendidikan Barat adalah alat yang paling pati untuk mengurangi dan akhirnya mengalahkan pengaruh Islam di Indonesia.

d.         Pengaruh dari gerakan pembaharuan dalam dunia Islam

Gerakan Muhammadiyah yang dibangun oleh KH. Ahmad Dahlan sesungguhnya merupakan salah satu mata rantai yang panjang dari gerakan pembaharuan dalam Islam yang dimulai sejak tokoh pertamanya yaitu Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Muhammad bin Abdul Wahab, Sayyid Jamaludin Al Afghany, Muhammad Abduh, Rasyid Ridla dan sebagainya. Pengaruh yang menonjol terutama dari Muhammad Abduh melalui Tafsirnya yang terkenal Al Manar, suntingan dari Rasyid Ridla serta Majalah Al Urwatul Qustqa.

KH. Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyah terkenal pengaruh dari ide-ide Muhammadiyah. Lewat telaah KH. Ahmad Dahlan terhadap berbagai karya tokoh-tokoh pembaharu diatas serta kitab-kitab lainnya yang seluruhnya menghembuskan angin segar untuk memurnikan ajaran Islam dari berbagai ajaran sesat dengan kembali pada al-Qur’an dan as-Sunnah. Ia mendapat inspirasi yang kuat untuk membangun sebagai gerakan Islam yang berwibawa, teratur, tertib, penuh disiplin guna dijadikan alat untuk melaksanakan dakwah-dakwah Islam dengan amar ma’mur nahi mungkar di tengah-tengah masyarakat Bangsa Indonesia.

e.          Gerakan Kristenisasi di Tengah-Tengah Masyarakat Indonesia

Sebagaimana halnya bangsa-bangsa penjajah Eropa lainnya, Bangsa Belanda pun ketika masuk ke negeri Indonesia juga mengibarkan panji-panji Tiga ‘G’ yaitu glory, gold dan gospel. Sebenarnya, ketiga ‘G’ ini menggambarkan motof kedatangan penjajah ke negeri-negeri jajahannya. Motif pertama Glory mengandung motif politik yang berarti menang, sesuatu motif untuk menjajah dan menguasai negeri jajahan sebagai daerah kekuasaannya. Motif kedua, Gold (emas) yaitu motif ekonomi atau kekayaan, dimana suatu motif untuk mengeksploitasi, memeras dan mengeruk harta kekayaan negeri jajahan. Motif ketiga, gospel yaitu menyebarkan ajaran agama Kristen ke negeri jajahan atau mengubah agama penduduk yang menganut agama Islam menjadi Kristen.

Dalam pelaksanaan mewujudkan ketiga motif tersebut, Pemerintah Hindia Belanda menggarap penduduk pribumi putra melalui dua langkah besar yaitu:

a.                Program asosisasi, yaitu program pembudayaan dalam bentuk mengembangkan budaya barat sedemikian rupa hingga orang Indonesia mau menerima kebudayaan barat sebagai bagian dari kebudayaan mereka walaupun tanpa mengesampingan kebudayaan sendiri. Program ini disebut dengan westernisasi.

b.               Program kristenisasi, yaitu program yang ditujukan untuk mengubah agama penduduk yang beragama Islam menjadi pengikut agama Kristen.

 

C.                Definisi Muhammadiyah

 

1.                  Arti Bahasa (Etimologi)

H. Musthafa Kamal Pasha dalam bukunya, Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, dalam perpektif Historis dan Ideologis, menguraikan tentang arti Muhammadiyah baik arti bahasa dan istilah.[9]

Secara Etimologis, Muhammadiyah berasal dari bahasa Arab, dari kata “محـمـد “yaitu nama Nabi dan Rasul Allah terakhir. Muhammad itu sendiri berarti  yang terpuji. Kemudian mendapatkan tambahan ya’ nisbah. [10] yang berfungsi menjeniskan atau membangsakan atau bermakna pengikut. Jadi Muhammadiyah adalah kelompok Pengikut Nabi Muhammad SAW. (yah dalam hal tersebut adalah merupakan bentuk jamak) yaitu semua orang Islam yang mengakui dan menyakini bahwa Nabi Muhammad SAW adalah hamba dan pesuruh Allah yang terakhir.

Dengan demikian, siapapun juga yang mengaku beragama Islam maka sesungguhnya mereka adalah orang Muhammadiyah tanpa harus dilihat dan dibatasi oleh adanya perbedaan organisasi dan golongan, bangsa, geografis, etnis dan sebagainya. Bahkan semua muslim di seluruh dunia secara arti bahasa juga orang-orang Muhammadiyah karena mereka itu telah berikrar dengan mengucapkan dua kalimat syahadat dan dengan setia mengikuti ajaran Nabi Muhammadiyah.

 

2.                  Arti Istilah (Terminologi)

 

Secara Terminologis, menurut sumber-sumber primer dijelaskan sebagai berikut:

a.                   Muhammadiyah adalah organisasi Islam yang didirikan oleh Ahmad Dahlan, pada tanggal 8 Dhul hijjah tahun 1330 H, bertepatan dengan tanggal 18 Nopember tahun 1912 M., di Yogyakarta.

b.                  Muhammadiyah adalah organisasi gerakan dakwah Islam Amar ma’ruf, nahi munkar dan tajdid, berakidah Islam, dan bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah.[11]

Gerakan ini diberi nama Muhammadiyah oleh pendirinya dengan maksud untuk bertafa’ail (berpengharapan baik) dapat mencontoh dan meneladani jejak perjuangan Nabi Muhammadiyah SAW dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam semata-mata demi terwujudnya izzul Islam wa Muslimin atau kejayaan Islam sebagai realita dan kemuliaan hidup umat Islam sebagai realita atau dengan kata lain KH. Ahmad Dahlan memberi nama pada organisasi dipilih “Muhammadiyah” dengan harapan para anggotanya dapat hidup beragama dan bermasyarakat sesuai dengan pribadi atau akhlak Nabi Muhammad SAW.

Berdasarkan pengertian diatas, tentang Muhammadiyah baik dari bahasa dan maupun dari segi Istilah dapat dipahami bahwa dasar tentang organisasi Muhammadiyah yang sampai saat ini masih eksis dan terus berkarya dalam berbagai bidang, khususnya bidang pendidikan dan bidang-bidang lainnya. Hal ini tidak lepas dengan berpegang teguh pada visi Muhammadiya yaitu “berkembangnya fungsi tarjih, tajdid dan pemikiran Islam yang mendorong peran Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan yang kritis, dinamis dan proaktif dalam menjawab problem dan tantangan actual sehingga Islam menjadi sumber pemikiran, moral dan praksis sosial kehidupan umat, bangsa dan perkembangan global yang komplek”.[12]

 

D.                KH. Ahmad Dahlan Sebagai Tokoh Pendiri Muhammadiyah

Pendiri Muhammadiyah adalah KH. Ahmad Dahlan. Ia lahir di Kampung Kauman, Yogyakarta pada tahun 1868 M, dengan nama Muhammadi Darwis.  Nama kecil Ahmad Dahlan adalah “Raden Ngabei Ngabdul Darwis” kemudian dikenal dengan nama Muhammad Darwisy.[13] Ayahnya bernama KH. Abu Bakar seorang Khatib Masjid besar Kesultanan Yogyakarta. Ibunya bernama Siti Aminah, dari putri KH. Ibrahim, penghulu Kesultanan Yogyakarta. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhanya saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa. [14] Jadi, Muhammad Darwis itu dari pihak ayah maupun ibunya adalah keturunan ulama. Ini artinya secara potensi KH. Ahmad Dahlan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin umat dan membawa pembaharuan dan sejarah telah mencatat perjuagannya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

KH. Ahmad Dahlan lahir dan bangkit sebagai putra muslim yang sadar dan insyaf akan tugas dan kewajiban Islam. Dialah yang meletakkan dasar-dasar ideal dan struktural akan pentignya Gerakan Islam amar ma’ruf nahi mungkar dalam mewujudkan masyarakat yang aman dan damai, makmur dan subur lahir dan batin penuh ridho Allah.

KH. Ahmad Dahlan adalah tokoh pembaharu pendidikan Islam dari Jawa yang berupaya menjawab permasalahan umat Islam. Karena dialah tokoh yang berusaha memasukkan pendidikan umum ke dalam kurikulum madrasah dan memasukan pendidikan agama ke dalam lembaga-lembaga pendidikan umum. Dengan langkah ini, ia berharap umat Islam dan Bangsa Indonesia memiliki jiwa kebangsaan dan kecintaan kepada tanah air. Dialah tokoh yang telah berhasil mengembangkan dan menyebarluaskan gagasan pendidikan modern ke seluruh tanah air melalui organisasi Muhammadiyah yang didirikan dan hingga kini makin menunjukan eksistensi secara fungsional.

Berkat kesungguhannya yang begitu tinggi, ditunjang dengan kemampuan ilmu yang dimiliki serta pengalaman sebagai anggota organisasi seperti Boedi Uetomo, Jamiat Khair, hubungan komunikasi dengan tokoh-tokoh pembaharu Islam di Indonesia, K.H. Ahamd Dahlan mencari jalan keluar dengan bereksperimen merintis sistem pendidikan Islam baru, yaitu dengan mendirikan “Sekolah Agama Modern” bernama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah (MIDI)”, pada 1 Desember 1911 di Yogyakarta, dengan cara mencangkok sistem persekolahan Barat-Belanda untuk mendirikan lembaga pendidikan Islam.[15] Sekolah-sekolah Muhammadiyah yang mengajarkan ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum sekaligus dianggap dengan Volk Scholl (Sekolah Rakyat). Hal ini merupakan terobosan baru (modern) dalam pendidikan di Indonesia dengan metode yang baik sekali.

Setelah tahun 1920, sekolah-sekolah Muhammadiyah didirikan di beberapa daerah dan provinsi yang mengikuti cabang-cabang Muhammadiyah. Verslag Muhammadiyah (1923) menyebutkan bahwa  pada tahun 1923 organisasi Muhammadiyah memiliki 14 cabang yang tersebar di lima provinsi, diantaranya: Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan DKI Jakarta.[16] Pada saat KH. Ahmad Dahlan meninggal tahun 1923, jumlah siswa di sekolah-sekolah Muhammadiyah meningkat menjadi 1084 dan jumlah guru mencapai 48 orang.[17]

Berkat jasa, kiprah dan kontribusi dalam dunia pendidikan, akhirnya KH. Ahmad Dahlan diakui sebagai Pahlawan Nasional Republik Indonesia,[18] termasuk istrinya Hj. Siti Walidah yang lebih dikenal dengan sebutan Nyi Dahlan beserta tokoh-tokoh penerus ide dan cita-cita perjuangan Islamnya seperti KH. Mas Mansyur, KH. Fachrudin dan sebagainya. Jadi, KH. Ahmad Dahlan (1868-1923) salah satu tokoh terbaik bangsa Indonesia yang memberikan sumbangsih, pemikiran, tenaga dan kerja yang nyata untuk dakwah, pendidikan dan bidang-bidang kehidupan lainnya.

 

 

 

E.                 Maksud dan Tujuan Pendirian Muhammadiyah

Berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah,  Hasil Mukhtamar Muhammadiyah ke 45 di Kota Batu, Malang, Jawa Timur, pada Bab III, pasal 6, Maksud dan Tujuan, Muhammadiyah adalah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. [19] Guna mencapai maksud dan tujuan tersebut, Muhammadiyah melaksanakan dakwah berupa amal nahi mungkar dan tajdid yang diwujudkan dalam usaha di segala bidang, diantaranya:

 

1.                  Bidang Keagamaan

Inilah bidang sesungguhnya yang menjadi pusat seluruh kegiatan Muhammadiyah, dasar dan jiwa setiap amalan usaha Muhammadiyah. Sedangkan bidang-bidang lain merupakan dorongan keagamaan semata-mata karena baik bidang pendidikan, kemasyarakatan dan lain sebagainya tak dapat dipisahkan dari jiwa, dasar dan semangat keagamaan.

 

2.                  Bidang Pendidikan

Pada pendidikan inilah yang menjadi salah satu sebab didirikannya Muhammadiyah karena lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia sudah tidak lagi  memenuhi kebutuhan dan tuntutan zaman. Tidak hanya dari segi materi dan metode pengajaran yang tidak sesuai, bahkan sampai pada sistem pendidikannya pun harus diadakan perombakan yang mendasar. Maka dari itu, dengan didirikannya sekolah yang tidak lagi memisahkan-misahkan antara pelajaran yang dianggap agama dan pelajaran yang digolongkan ilmu umum, pada hakekatnya merupakan usaha yang sangat penting dan besar. Karena dengan sistem pendidikan tersebut, bangsa Indonesia dididik menjadi bangsa yang utuh kepribadiannya, artinya tidak terbelah menjadi pribadi yang berilmu agama saja.

Dalam buku, “Program Muhammadiyah 2022-2027,  Pada Mukhtamar Muhammadiyah ke-48 Di Surakarta” disebutkan Muhammadiyah membagi beberapa bidang, diantaranya tingkatan dan pendidikan kader, yaitu:

a.      Bidang Pendidikan Tinggi

Pada pendidikan tinggi ini, mengemban visi berkembangnya kualitas dan ciri khas pendidikan tinggi Muhammadiyah yang unggul, holistic dan bertata kelola, baik yang didukung oleh pengembangan iptek dan litbang sebagai wujud aktualisasi gerakan dakwah dan tajdid dalam membentuk manusia yang utuh sebagaimana tujuan pendidikan Muhammadiyah.[20]

b.      Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah

Pada bidang ini mengemban visi terwujudnya transformasi dasar dan menengah berbasis Al Islam  dan Kemuhammadiyahan sebagai karakter utama, holistik dan integratif serta menghasilkan lulusan berkemajuan dengan etos pembelajar sepanjang hayat yang mampu menjawab kebutuhan zaman dengan tata kelola pendidikan  unggul yang berdaya saing global dan inklusif. [21]

 

 

c.       Bidang Pendidikan Kader

Visi pendidikan kader adalah berkembangnya kualitas perkaderan yang sistematik dengan memperteguh militansi, kompetensi, dan peran strategis kader Muhammadiyah sebagai pelaku gerakan yang unggul di tengah dinamika Persyarikatan, umat, bangsa dan perkembangan global.[22]

3.                  Bidang Tarjih dan Tajdid

Muhammadiyah dalam bidang Tarjih dan Tajdid mengemban visi terwujudnya lembaga dan kualitas anggota yang mampu melaksanakan ijtihad dan tajdid pemikiran yang memberikan solusi terhadap persoalan-persoalan keagamaan di kalangan umat dan bangsa.[23]

4.                  Bidang Tabligh

Pada bidang ini mengembangkan fungsi tabligh dan meningkatkan kualitas mubaligh dalam penyebaran paham Muhammadiyah dan pembinaan keagamaan Islam yang holistik dan berkemajuan kepada semua sasaran dakwah yang berbasis pada spirit tajdid (purifikasi dan dinamisasi) yang bersifat inklusif, wasathaniyah, inovasi, kolaborasi dan adaptif disertai kemampuan dan wawasan global. [24]

5.                  Bidang Pembinaan Kesehatan Umum

Muhammadiyah pada bidang ini mengusung visi berkembangnya fungsi kesehatan Islami yang unggul berbasis Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO) sebagai salah satu aktualitasi dakwah Muhammadiyah.[25]

6.                  Bidang Ekonomi

Dalam bidang ekonomi, Muhammadiyah memiliki visi bangkitnya etos kerja dan kreativitas dan usaha eknomi yang berdaya saing dalam menguatkan kemandirian Muhammadiyah untuk memajukan kehidupan umat dan bangsa. [26]

 

F.                 Muhammadiyah dan Pendidikan

Salah satu usaha yang dikembangkan oleh Muhammadiyah dalam bergerak mencapai tujuannya adalah memajukan, memperbaharui pendidikan pengajaran, kebudayaan dan memperluas ilmu pengetahuan menurut tatanan Islam. Muhammadiyah telah mengadakan pembaharuan pendidikan agama dengan jalan modernisasi dalam sistem pendidikan, merubah sistem pendidikan pesantren dengan sistem pendidikan yang sesuai tuntutan dan kehendak zaman. Usahanya dengan mendirikan sekolah-sekolah yang khas agama dan bersifat umum, dari mulai taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Upaya yang ditempuh adalah mengajarkan agama dengan menggunakan metodologi atau cara yang mudah dipahami, dikdaktis dan pedagogis. Hal ini yang selalu menjadi pemikiran Muhammadiyah.

Menurut Tim Pembina Al Islam dan Kemuhammadiyahan Universitas Muhammadiyah Malang, dalam bukunya sejarah pemikiran dan amalan usaha, memberikan informasi mengenai ciri khas pendidikan Muhammadiyah adalah beridentitas Islam. Dasar pendidikan Muhammadiyah yaitu Islam yang bersumber pada Al Qur’an dan Hadits.[27] Adapun tujuan pendidikan Muhammadiyah ialah terwujudnya manusia muslim yang berakhlak mulia, cakap, percaya diri, berguna bagi masyarakat, agama, bangsa dan negara. Sehingga sekolah Muhammadiyah diharapkan mencerminkan pendidikan Islam sebagaimana yang dicita-citakan dengan melaksanakan segenap komponen pendidikan Islam yang mantap dan terpadu. Guru dan anak didik menghayati dan mengamalkan cara hidup, cara bergaul, cara belajar dan sebagainya sesuai dengan tuntunan ajaran Islam, baik di sekolah maupun di luar sekolah.

Tujuan pendidikan tersebut jelas memenuhi persyaratan individualitas, sosialitas dan moralitas yang merupakan prinsip terpenting dalam dunia pendidikan Islam. Contohnya, tujuan pendidikan Tinggi Muhammadiyah sudah diwujudkan secara verbal yaitu sarjana muslim sebagai konsekuensi setiap Perguruan Tinggi Muhammadiyah harus menjabarkan dalam setiap kegiatan. Maka dari itu, isi kurikulum Perguruan Tinggi Muhammadiyah harus menunjukan dua hal, yaitu:

1.                  Niat dan arah Islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi

2.                  Organisasi/kurikulum mengarah pada integrasi.

Yang dimaksud integrasi adalah keempat kegiatan yang terdiri dari research, scholarship, training, life harus merupakan kesatuan yang utuh dan tidak akan sempurna apabila diberlakukan terpisah-pisah. Dengan demikian materi Al Islam dan Ke-Muhammadiyahan yang masuk pada scholarship dan life, bukan hanya mata kuliah tambahan saja, melainkan merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari kegiatan dan pengalaman yang akan diterima mahasiswa. Organisasi kurikulum diatas berdasarkan pada asas continuation, sequence dan integrated.

           

G.                Perkembangan Pendidikan Muhammadiyah

Ada dua perkembangan pendidikan Muhammadiyah, yaitu:

1.                  Perkembangan Secara Vertikal

Yang dimaksud perkembangan vertikal adalah perkembangan dan perluasan gerakan Muhammadiyah ke seluruh penjuru tanah air, berupa berdirinya wilayah-wilayah di tiap-tiap provinsi. Daerah-daerah disetiap kabupaten/kotamadya, cabang-cabang di kecamatan dan ranting-ranting di tingkat kelurahan atau desa. Dari data resmi Pimpinan Muhammadiyah Tahun 2015 tentang perkembangan Organisasi Muhammadiyah dapat ditunjukan sebagai berikut:

 REKAPITULASI JARINGAN KEPEMIMPINAN DAN STRUKTUR

MUHAMMADIYAH TAHUN 2010-2015 [28]

No.

Tingkat Struktur/Kepemimpinan

Jumlah

 

1.       

Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM)

33

2.       

Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM)

375

3.       

Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM)

2648

4.       

Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM)

6721

 

2.                  Perkembangan Secara Horizontal

Perkembangan Muhammadiyah secara horizontal adalah perkembangan dan perluasan amal usaha Muhammadiyah yang meliputi berbagai bidang. Hal ini dengan pertimbangan karena bertambah luas serta banyaknya hal-hal yang harus diusahakan oleh Muhammadiyah sesuai dengan maksud dan tujuan.

Usaha-usaha Muhammadiyah yang menonjol sejak awal kehadiran di bumi Nusantara ini adalah kegiatan-kegiatan dakwah yang langsung menyentuh kepentingan nyata masyarakat, misalnya kegiatan di bidang pendidikan. Dibawah ini, disajikan jumlah amal usaha Muhammadiyah berdasarkan data yang terhimpun di sekretariat kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada tahun 2004:

 

POTENSI AMAL USAHA MUHAMMADIYAH [29]

No.

Jenis Usaha

Jumlah

 

1.       

Taman Kanak-Kanak

4.623 buah

2.       

Sekolah Dasar

2.604 buah

3.       

Madrasah Tsanawiyah

1.772 buah

4.       

Madrasah Aliyah

1143 buah

5.       

Sekolah Menengah Pertama (SMP)

1.181 buah

6.       

Sekolah Menengah Umum (SMU)

512 buah

7.       

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

250 buah

8.       

Pondok Pesantren

67 buah

9.       

Mualimin/mualimat

25 buah

10.   

Perguruan Tinggi

172 buah

11.   

Sekolah Luas Biasa

71 buah

12.   

Sekolah Tinggi

66 buah

13.   

Akademi

61 buah

14.   

Politeknik

3 buah

 

 

H.                Ketua Pimpinan Muhammadiyah Dari Zaman KH. Ahmad Dahlan Sampai Dengan Haedar Nashir[30]

 

No

Permusyawaratan

Tempat

Tahun

Ketua

1.

Rapat Tahun ke-1

Yogyakarta

1912

KH. Ahmad Dahlan

2

Rapat tahun ke-2

Yogyakarta

1913

KH. Ahmad Dahlan

3

Rapat tahun ke-3

Yogyakarta

1914

KH. Ahmad Dahlan

4

Rapat tahun ke-4

Yogyakarta

1915

KH. Ahmad Dahlan

5

Rapat tahun ke-5

Yogyakarta

1916

KH. Ahmad Dahlan

6

Rapat tahun ke-6

Yogyakarta

1917

KH. Ahmad Dahlan

7

Rapat tahun ke-7

Yogyakarta

1918

KH. Ahmad Dahlan

8

Rapat tahun ke-8

Yogyakarta

1919

KH. Ahmad Dahlan

9

Rapat tahun ke-9

Yogyakarta

1920

KH. Ahmad Dahlan

10

Rapat tahun ke-10

Yogyakarta

1921

KH. Ahmad Dahlan

11

Rapat tahun ke-11

Yogyakarta

1922

KH. Ahmad Dahlan

12

Rapat tahun ke-12

Yogyakarta

1923

KH. Ibrahim

13

Rapat tahun ke-13

Yogyakarta

1924

KH. Ibrahim

14

Rapat tahun ke-14

Yogyakarta

1925

KH. Ibrahim

15

Konggres tahunan ke-15

Surabaya

1926

KH. Ibrahim

16

Konggres tahunan ke-16

Pekalongan

1927

KH. Ibrahim

17

Konggres tahunan ke-17

Yogyakarta

1928

KH. Ibrahim

18

Konggres tahunan ke-18

Surabaya

1929

KH. Ibrahim

19

Konggres tahunan ke-19

Minangkabau

1930

KH. Ibrahim

20

Konggres tahunan ke-20

Yogyakarta

1931

KH. Ibrahim

21

Konggres tahunan ke-21

Makasar

1932

KH. Ibrahim

22

Konggres tahunan ke-22

Semarang

1933

KH. Ibrahim

23

Konggres tahunan ke-23

Yogyakarta

1934

KH. Hisyam

24

Konggres tahunan ke-24

Banjarmasin

1935

KH. Hisyam

25

Konggres tahunan ke-25

Jakarta

1936

KH. Hisyam

26

Konggres tahunan ke-26

Yogyakarta

1937

KH. Mas Mansur

27

Konggres tahunan ke-27

Malang

1938

KH. Mas Mansur

28

Konggres tahunan ke-28

Medang

1939

KH. Mas Mansur

29

Konggres tahunan ke-29

Yogyakarta

1940

KH. Mas Mansur

30

Konggres tahunan ke-30

Purwokerto

1941

KH. Mas Mansur

31

Konggres tahunan ke-31

Yogyakarta

1944

Ki Bagus Hadikusumo

32

Silaturahmi se-Jawa

Yogyakarta

1946

Ki Bagus Hadikusumo

33

Muktamar ke-31

Yogyakarta

1950

Ki Bagus Hadikusumo

34

Rapat Tahun ke-9

Purwokerto

1953

Ki Bagus Hadikusumo

35

Rapat Tahun ke-10

Yogyakarta

1956

Buya AR Fachrudin

36

Rapat Tahun ke-11

Pelembang

1959

H.M Yunus Anis

37

Rapat Tahun ke-12

Jakarta

1962

KH. Badawi

38

Rapat Tahun ke-13

Bandung

1965

KH. Badawi

39

Rapat Tahun ke-14

Yogyakarta

1968

KH. Fakih Usman

40

Muktamar ke- 38

Ujung Pandang

1971

KH. AR. Fachrudin

41

Muktamar ke- 39

Padang

1974

KH. AR. Fachrudin

42

Muktamar ke- 40

Surabaya

1978

KH. AR. Fachrudin

43

Muktamar ke- 41

Surakarta

1985

KH. AR. Fachrudin

44

Muktamar ke- 42

Yogyakarta

1990

KH. Azhar Basyir MA

45

Muktamar ke- 43

Banda Aceh

1995

Prof. Amin Rais

46

Pleno PP. Muh. Diperluas

Jakarta

1998

Prof. Syafii Ma’arif

47

Muktamar ke-44

Jakarta

2000

Prof. Syafii Ma’arif

48

Muktamar ke-45

Malang

2005

Prof. HM. Din Syamsudin

49

Muktamar ke-46

Yogyakarta

2010

Prof. HM. Din Syamsudin

50

Muktamar ke-47

Makasar

2015

Prof. Haedar Nashir

 

Tokoh-tokoh pimpinan Muhammadiyah Tingkat Pusat berperan penting dalam memajukan dan mengembangkan Persyarikatan Muhammadiyah sekligus juga ikut andil dalam memajukan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik sebelum masa kemerdekaan, masa mengisi kemerdekaan sampai era reformasi sekarang ini. Hadirnya Prof. HM. Din Syamsudin selaku ketua umum dua periode dari 2005 hingga 2015 dan Prof. Haedar Nasir Ketua Umum PP Muhammadiyah, periode 2015-2020, telah membawa nuansa baru bagi Muhammadiyah karena kedua tokoh tersebut memiliki kemampuan intelektual (menguasai Bahasa Arab, Bahasa Inggris dan banyak relasinya baik di dalam negeri maupun di luar negeri) sehingga dikenal dikalangan Nasional dan Internasional. Keduanya mempengaruhi citra dan gerak langkah persyarikatan Muhammadiyah di era globalisasi karena ketua umum merupakan simbol yang dilihat oleh masyarakat.

 

I.                   Membangun Kesalehan Digital

Pencapaian kemajuan teknologi informasi dan komunikasi akhir-akhir ini, telah memberikan kemudahan dalam berinteraksi manusia antar wilayah, negara bahkan sampai benua. Tidak hanya urusan komunikasi tetapi juga sudah merambah kearah urusan-urusan bisnis, politik, sosial dan budaya sehingga seolah dunia dalam genggaman tangan. Revolusi industry 4.0 yang ditandai dengan masifikasi Internet of Thing (IoT), Artificial Intellegence (AI), 3D Printing, bid data, algoritma dan aspek lain telah menciptkan ruang kehidupan manusia terkoneksi secara virtual. [31] Dibalik kemudahan itu semua, ternyata ada unsur kemudharatan jika tidak sertai nilai-nilai keadaban dan etika berkomunikasi yang berasal dari dunia nyata sebelumnya.

Dampak negatif dari kemajuan era revolusi indutri 4.0 dapat kita saksikan dan rasakan di media-media sosial sehari-hari. Orang-orang dalam bermedia sosial sudah tidak lagi mengindahkan nilai-nilai etika dan akhlak, sehingga media sosial kita dikotori oleh hoak, kebencian, permusuhan, saling mencela, menghina dan saling menghujat dan sebagainya. Kekohesifan sosial memudar dan manusia menjadi hidup serba instan. Kesantunan, kearifan dan akhlak yang mulia mengalami peluruhan. Banyak waktu terbuang sia-sia karena intensitas penggunaan internet dan media sosial yang tidak semestinya atau overdosis. [32]

Disinilah perlunya peran Muhammadiyah sebagai lembaga keagamaan memberikan nilai-nilai kesantunan dalam bermedia sosial dan penggunaan media digital agar terwujud kesalehan digital, adanya panduan akhlak yang bersumber pada ajaran agama berupa fiqh informasi atau digital. Hal ini  sebagaimana diterbitkan Pimpinan Muhammadiyah, gerakan budaya literasi antara lain dengan menyediakan content creator ajaran Islam dan nilai-nilai keadaban Islami di dunia digital. Para pimpinan agama, ulama-intelektual, elit bangsa, tokoh adat, serta institusi-institusi pendidikan dan sosial keagamaan penting menjadi aktor yang terlibat aktif dalam mengembangkan keadaban digital sekaligus menjadi uswah hasanah atau teladan yang baik dalam menggunakan teknologi digital yang massif itu. [33] Dengan demikian, keharmonisan sosial, kedamaian, kerukunan antar kelompok, agama, etnis dan golongan serta nilai-nilai kemanusiaan lainnya tetap terjaga.

 

J.                  Konsep Dasar Berkemajuan

Dalam Buku Risalah Islam Berkemjuan disebutkan bahwa Muhammadiyah adalah gerakan dakwah yang membawa misi Islam Berkemajuan yang sesuai dengan ajaran Islam itu sendiri. Apabila dipahami dan diamalkan dengan benar, Islam akan melahirkan umat yang unggul dan peradaban yang maju. Islam berasal dari akar kata yang menandung makna naik atau maju, sehingga Islam adalah sesungguhnya agama yang mempertinggi, serta menaungi keterbelakangan, kemiskinan, kebodohan dan kemrosotan moral. [34]

Muhammadiyah sebagai ormas yang berpengaruh di Indoensia memiliki ciri khas atau membawa misi Islam berkemajuan dengan tajdid (pembaharuan). Hal ini karena dalam menjalankan ajaran agama, Umat Islam harus menjawab dinamika dan tantangan baru yang belum pernah muncul pada masa-masa sebelumnya.[35] Jadi, tajdid, disini berfungsi memberikan solusi bagi persoalan yang tengah dihadapi bangsa dan umat Islam khususnya sekaligus juga melahirkan gagasan-gagasan baru yang selaras dengan kemajuan era industry 4.0.

            Lebih lanjut, dalam buku tersebut dijelaskan konsep-konsep dasar yang berorientasi kemajuan untuk dipahami bersama agar Muhammadiyah tetap berada dalam koridor kemajuan, diantaranya sebagai berikut:

 

1.                  Karakteristik Islam Berkemajuan

Dalam menjalankan misi untuk mencapai cita-cita kejayaan Islam yang membawa kemashlahatan umat manusia, Muhammadiyah merumuskan beberapa ciri Islam Berkemajuan (al-Islam al-Taqadummi), karena Islam menjadi kekuatan pendorong bagi kemajuan manusia. Muhammadiyah sendiri mengembangkan cara pandang yang berkemajuan atas Islam yang dirumuskan dalam karakteristik lima (al-Khasna’ishu al-Khamsu),[36] yaitu:

 

a.                  Berlandaskan Pada Tauhid (al-Mabani ‘ala al-Tauhid)

Tauhid merupakan keyakinan bahwa semua manusia pada hakekatnya adalah satu makhluk yang mulia dan karena itu, harus dimuliakan dan dicerahkan. Tauhid yang murni memiliki makna pembebasan manusia dari belenggu ketidakadilan dan penghisaban antar manusia. Artinya bertauhid berjuang untuk menyemaikan benih-benih kebenaran dan kebaikan seperti perdamaian, kemashalahatan dan kesejahteraan. Selain itu, tauhid akan membawa kepad sikap kritis saat melihat ketimpangan ketidakwajaran dan ketidakadilan dalam masyarakat, sebuah perwujudan dari kemurnian aqidah.[37]

 

b.                  Berlandaskan pada Al Qur’an As Sunnah (al-Ruju’ ‘ila al Qur’an wa al-Sunnah)

Dalam memahami al-Qur’an dan as-Sunnah, diperlukan pemahaman terhadap teks, pemikiran yang maju dan ilmu pengetahuan yang digunakan akan semakin kaya makna yang dapat diambil dari dua sumber tersebut. Dimana, al-Qur’an dan as-Sunnah menjajarkan kebenaran (al-haqq) dan juga kebajikan (al-birr) sehingga setiap persoalan perlu dilihat dari sudut pandang benar atau salah, juga sisi baik dan buruk. [38]

 

c.                   Menghidupakan Ijtihad dan Tajdid (ihya’ al-Ijtihad wa al-Tajdid)

Ijtihad (mengerahkan pikiran) merupakan sungguh-sungguh untuk memahami atau memaknai al-Qur’an dan al-Sunnah. Implementasi dalam Islam berkemajuan adalah menghidupkan ijtihad melalui pemanfaatan akal dan ilmu pengetahuan yang dilakukan secara terus-menerus agar melahirkan pemahaman yang sesuai dengan tujuan agama dan dengan problem-problem yang dihadapi oleh umat manusia. [39]

Sementara Tajdid adalah upaya dalam mewujudkan cita-cita kemajuan dalam semua segi kehidupan, seperti pemikiran, politik, sosial, pendidikan kebudayaan. Tajdid, diperlukan karena pemahaman agama selalu menghadapi tantangan zaman dan situasi masyarakat yang terus berubah.[40] Dua hal ini yang perlu dipadukan dalam rangka mencapai kemajuan bangsa dan umat Islam secara khusus.

 

d.                  Mengembangkan Wassthiyah (Tummiyat al-Wasathiyah)

Al-Qur’an menyatakan bahwa umat Islam adalah ummatan wasathan (umat pertengahan) yang mengandung makna unggul dan tegak. Artinya Islam sendiri seungguhnya adalah agama wasathiyah (tengahan) yang menolak ekstremisme dalam beragama baik dalam bentuk  sikap berlebihan (ghuluw) maupun sikap pengabaian (tafrith).[41] Dengan sikap ini, kerukunan sesama umat Islam dan agama lain serta keutuhan bangsa tetap terjaga.  Adapun sikap wasathiyah diwujudkan dalam bentuk sikap sebagai berikut:

1)                  Tegas dalam pendirian

2)                  Menghargai perbedaan pandangan atau pendapat

3)                  Menolak pengkafiran terhadap sesama muslim

4)                  Memajukan dan menggembirakan masyarakat

5)                  Memahami dan realitas dan prioritas

6)                  Menghindari fanatisme berlebihan terhadap kelompok atau paham keagamaan tertentu.

7)                  Memudahkan pelaksanaan ajaran agama.[42]

 

e.                   Mewujudkan Rahmat bagi Seluruh Alam (Tahqiq al-Rahman li-‘Alamin)

Islam adalah rahmat bagi semesta alam, karena itu, setiap muslim berkewajiban untuk mewujudkan kerahmatan itu dalm kehidupan nyata. Ditengah-tengah maraknya pertentangan dan permusuhan di dunia ini, Islam harus dihadirkan sebagai pendorong bagi terciptanya perdamaian dan kerukunan dan ditengah-tengah situasi ketidakadilan, maka ia harus ditampilkan sebagai agama yang mewujudkan keadilan dan menghilangkan kedzaliman. [43]

 

2.                  Manhaj Islam Berkemajuan

Sebuah manhaj (cara) diperlukan untuk memahami dan memaknai ajaran agama dan mengembangkan pemikiran keagamaan secara benar. Manhaj Islam berkemajuan (al-Islam al-Taqadummi) ini digunakan agar pemahaman dan pemaknaan atas nash dan pengembangan pemikiran yang diperoleh dari al-Qur’an dan al-Sunnah dapat dipertanggungjawabkan atas prinsip-prinsip agama dan akal pikiran.[44] Manhaj Islam berkemajuan dapat dijelaskan sebagai berikut:

a.      Sumber Ajaran Islam

Al-Qur’an dan al-Sunnah  merupakan sumber ajaran yang utama dalam agama Islam. Penggalian terhadap makna dari sumber itu dilakukan dengan menfaatkan akal, warisan intelektual dan ilmu pengetahuan tanpa terikat pada mazhab tertentu dari sekian banyak mazhab atau pendapat yang telah berkembang.[45] Ini artinya adanya pemahaman baru yang selaras dengan kebutuhan umat dan tidak bertentangan dengan nash-nash yang lainnya.

 

b.      Dimensi Ajaran Islam

Islam adalah agama yang berkaitan dengan seluruh segi dan aspek kehidupan manusia. Namun secara garis ajaran Islam terdiri dari tiga dimensi yaitu:

1)      Aqidah menyangkut keyakinan dasar agama yang wajib dipercayai dalam Islam yang bersumber dari wahyu dan karena itu, terbebas dari syirik, takhayul dan khurafat.

2)      Ibadah adalah perwujudan dari ketertundukan  seorang muslim terhadap Allah dan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan al-Qur’an atau as-Sunnah dan bersih dari bid’ah.

3)      Muamalah duniawiyah berkaitan dengan ketentuan bagaimana mengelola dunia ini dengan sebaik-baiknya dan menggerakan kehidupan masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip agama. [46]

 

c.       Tiga Pendekatan

Masih dalam buku, “Risalah Islam Berkemajuan” dalam memahami agama, digunakan tiga pendekatan yakni:

1)      Bayani (menggunakan teks), yaitu memahani agama yang didasarkan  atas petunjuk teks atau bahasa dari al-Qur’an dan al-Sunnah serta merupakan pendekatan yang paling dasar dalam memahami agama. Rujukan pertama berasal dari wahyu, dan kemudian akal menghubungkan persoalan baru dengan ketentuan yang sudah ditetapkan oleh teks-teks keagamaan.

2)      Pendekatan Burhani (menggunakan akal), yaitu suatu pendekatan yang menggunakan rasio, argumen, penelitian ilmiah, ilmu pengetahuan dan menghubungkannya dengan persoalan baru yang belum dijelaskan dalam al-Qur’an dan al-Sunnah.

3)      Pendekatan Irfani (menggunakan hati), yaitu suatu pendekatan memahami ajaran agama yang lebih menekankan kedalam spiritual, kepekaan nurani, serta ketajaman intuisi dan cita kearifan. Dalam tradisi Islam, pengalaman batin disebut dzauk (rasa), bashirah (mata batin), wijdan (gerak batin) dan sirr (rahasia).[47]

 

d.      Ijtihad Berkelanjutan

Berijtihad adalah sebuah keharusan karena peristiwa-peristiwa baru dalam kehidupan manusia senantiasa berkembang yang sebagiannya tidak memiliki preseden dalam sejarah Islam. Sementara pada saat yang sama, teks-teks keagamaan telah berhenti dengan wafatnya Nabi Muhammad SAW.[48]  Dengan berbekal hasil ijtihad para ulama pada masa lalu dalam konteks ruang dan waktu tertentu, maka sekarang ini melanjutkan atau menghidupkan lagi ijtihad sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan (ayat kauniyah) yang semakin maju dalam segala bidang.

 

e.       Akal dan Ilmu Pengetahuan

Penggunaan akal secara maksimal telah melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berperan penting dalam mengantarkan hidup yang berkemajuan. Sejalan dengan itu, ilmu pengetahuan dan agama tidak perlu dipertentangkan, sebaliknya beragama yang tidak melibatkan ilmu pengetahuan maka akan menjadi keberagamaan yang terbelakang. [49]

 

f.       Mazhab Keagamaan

Dalam perjalan kehidupan umat Islam, telah lahir berbagai mazhab yang merupakan hasil ijtihad para ulama untuk memahami ajaran Islam, khususnya dalam bidang fiqih, akidah dan tasawuf. Sejalan dengan sikap yang tidak terikat pada mazhab tertentu ini, dalam bidang tasawuf telah dibangun pandangan tersendiri yaitu bentuk tasawuf berkemajuan yang berupa akhlaq (moral), ihsani (etos) dan ijtima’i (sosial). [50]

g.      Kemuliaan Manusia

Islam adalah agama yang memuliakan manusia dan oleh karena itu, memahami ajaran agama haruslah diletakkan pada prinsip meninggikan derajat, martabat dan marwah manusia. Ajaran agama yang memuliakan manusia dengan menganggap penting pengetahuan, akhlak mulia, kesejahteraan, keadilan, kedamaian dan penghargaan terhadap kemanusiaan. [51]

 

K.                Gerakan Muhammadiyah dalam Islam Berkemajuan

Dalam  buku, “Risalah Islam Berkemjuan” dijelaskan Muhammadiyah  yang membawa umat Islam menuju kemajuan dengan ruang lingkup pergerakan yang luas. Hampir seluruh aspek kehidupan manusia akan dipikirkan oleh organisasi Islam Muhammadiyah ini. Muhammadiyah dengan mengusung konsep Islam berkemajuan menempuh gerakan-gerakan sebagai berikut:

 

1.      Gerakan Dakwah

Misi utama agama Islam adalah dakwah yang membebaskan manusia dari zaman kedzaliman pada awal Islam diturunkan menuju situasi dan kondisi yang penuh disinari dengan kebenaran, ini sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur’an sebagai berikut:

الٓر‌ۚ ڪِتَـٰبٌ أَنزَلۡنَـٰهُ إِلَيۡكَ لِتُخۡرِجَ ٱلنَّاسَ مِنَ ٱلظُّلُمَـٰتِ إِلَى ٱلنُّورِ

 بِإِذۡنِ رَبِّهِمۡ إِلَىٰ صِرَٲطِ ٱلۡعَزِيزِ ٱلۡحَمِيدِ (إبراهیم: ١)

 

Artinya : Alif Lām Rā. (Ini adalah) Kitab (Al-Qur’an) yang Kami turunkan kepadamu (Nabi Muhammad) agar engkau mengeluarkan manusia dari berbagai kegelapan pada cahaya (terang-benderang) dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji. (QS. Ibrahim:1)

Dari ayat ini, dapat dipahami bahwa umat Islam memiliki kewajiban menyampaikan misi dakwah sepanjang masa perjalanan umat manusia guna membebaskan manusia dari segala bentuk kedzaliman, ketidakadilan, kewenang-wenangan, keterbelakangan, kebodohan, kejahatan dan lain sebagainya.[52] Setelah berhasil menyelesaikan dan melepaskan diri dari belenggu kemungkaran itu, langkah selanjutnya yaitu membangun kehidupan manusia yang maju berdasarkan prinsip-prinsip agama:

a.       Mandat Manusia

Allah SWT telah memberikan mandat dakwah kepada manusia dalam usaha menjadi hamba (‘abd) yang taat dan khalifah (wakil) dimuka bumi ini, guna mengelola alam serta berusaha melestarikan lingkungan yang banyak menampung banyak makhluk.[53] Dunia ini ibaratnya yang ladang luas bagi manusia untuk melaksanakan mandat tersebut dengan dakwah dan perjuangan tanpa henti dalam rangka mewujudkan kehidupan yang maju dan beradab berdasarkan nilai-nilai agama.

b.      Dakwah, Amar Ma’ruf, Nahi Mungkar

Sebenarnya dakwah merupakan sebuah upaya memberikan pencerahan dengan memberikan solusi hidup bagi problemetika umat manusia yang mengalami kegersangan spiritual dan kekurangan dalam hal material. Dakwah yang bersifat pencerahan dalam praktiknya dilakukan dalam bentuk ajakan kepada kebajikan (al-da’wah ila khayr, bentuk dorongan untuk melaksanakan amal kebaikan (al-amr bi al-ma’ruf) dan bentuk pencegahan kemungkaran (al-nahy ‘an al-munkar)..[54]

c.       Dakwah Berbasis Budaya

Ketika melakukan aktivitas dakwah harus senantiasa memperhatikan kondisi objek dakwa atau masyarakat setempat, terutama budayanya, makanya Muhammadiyah menempuh jalan dakwah berbasis budaya untuk menjawab tantangan zaman dan memberikan apresiasi terhadap budaya yang berkembang serta menerima dan menciptakan baru yang lebih baik sesuai dengan pesan Islam sebagai rahmatan li al-‘alamin.[55]

d.      Dakwah di Tengah Keragaman

Realitas kehidupan sosial banyak menemukan keragaman, mulai beragaman pemahaman keagamaan, ras, suku bangsa, adat istiadat hingga bahasa dalam suatu kemajemukan. Keragaman tersebut membutuhkan pengelolaan yang positif agar tidak menjadi sumber pertentangan yang berkepanjangan.[56] Adalah kewajiban berdakwah umat Islam untuk memberikan pencerahan dengan pendekatan keragaman karena Islam sendiri sangat menjunjung tinggi sikap saling menghargai perbedaan dan hal ini telah menjadi sunnatullah yang tak dapat teralakan. Oleh karena itu, Muhammadiyah terus merajut keberagaman tersebut secara positif dan bijaksana serta mengajak pemeluk semua agama yang hidup di Indonesia untuk mengajarkan perdamaian, keadilan, persamaan dan penghargaan terhadapi semua manusia.[57]

e.       Hubungan Antarumat Beragama

Dakwah Islam menghadapi realitas keragaman keagamaan yang berbeda-beda, semenjak zaman Nabi Muhammad sampai sekarang. “Sikap al-Qur’an terhadap keragaman agama ditegaskan dengan pernyataan “lakum dinikum waliyaddin” (QS. al-Kafirun: 6) yang menunjukkan pengakuan adanya agama-agama selain Islam.” Kendati demikian, bukan berarti Allah akan menjadikan semua manusia menganut agama tertentu atau Islam. [58]

f.       Kerja Sama dalam Kebajikan dan Taqwa

Ketika dakwah menjadi suatu aktivitas keagamaan sudah barang tentu, tidak dapat lakukan secara individual, melainkan harus saling kerja sama satu sama lain guna mewujudkan tercapainya tujuan dakwah yaitu terciptanya suasana kebajikan dan ketaqwaan. Kerjasama ini bisa dikembangkan pada usaha-usaha memperbaiki keyakinan, peribadatan, akhlak dan muamalah atau pengelolaan kehidupan bersama.[59]

2.      Gerakan Tajdid

Gerakan tajdid diwujudkan dalam usaha terus-menerus mengkaji ajaran Islam, mengembangkan pemahaman dan pemikiran serta melakukan purifikasi akidah dan dinamisasi muamalah dengan merujuk kepada al-Qur’an dan al-Sunnah. Sementara pelaksanaan tajdid dilakukan dengan mentranformasi pemikiran-pemikiran maju ke dalam bentuk lembaga, misalnya Majelis Tarjih dan Tajdid dengan memproduksi fatwa-fatwa dan mengembangkan pemikiran-pemikiran keagamaan dalam arti luas.[60]

 

3.      Gerakan Ilmu

Al-Qur’an sendiri telah meninggikan derajat dan memberikan penghargaan atau apresiasi kepada orang-orang berilmu dari pada mereka yang tidak berilmu (QS. al-Zumar: 9). Gerakkan ilmu Muhammadiyah diwujudkan dalam bentuk pengembangan lembaga-lembaga pendidikan, dari prasekolah, sampai pendidikan tinggi, forum-forum pencerahan, pusat-pusat riset, inovasi, serta pertemuan-pertemuan   untuk mempercepat peningkatan capaian ilmiah.[61]

4.      Gerakan Amal

Islam adalah agama yang lebih mementingkan amal sebagai manifestasi dari  iman yang berorientasi pada pemecahan problematika kehidupan yang disalurkan dalam bentuk lembaga-lembaga zakat, infak dan shadaqah. Dengan begitu, amal saleh tidak lagi dilakukan secara individual, tetapi melalui organisasi Muhamadiyah dengan dukungan sumber daya manusia yang handal dan amanah. [62]

 

L.                 Penutup dan Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas, dapat dikemukakan poin-poin penting dalam artikel ini, diantaranya sebagai berikut:

1.                  KH. Ahmad Dahlan adalah seorang ulama yang memiliki komitmen dan cita-cita kemajuan bangsa, khususnya Umat Islam dalam wadah Negara Kestuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai perwujudan Islam ramatan li al-‘alamin.

2.                  Komitmen dan cita-cita KH. Ahmad Dahlan tersebut, berdasarkan adanya masalah dan tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia dan umat Islam saat itu. Solusinya dengan mendirikan sekolah yang mengajarkan ilmu-ilmu umum dan agama Islam  sebagai terobosan sekaligus jalan keluar menjadi bagian kecerdasan sosok ulama KH. Ahmad Dahlan.

3.                  KH. Ahmad Dahlan dalam bidang dakwah mengupayakan dakwah bi al-hal, yaitu dakwah yang menekankan pada perbuatan atau menciptakan program-program yang menyentuh langsung perbaikan kehidupan keagamaan dalam arti seluas-luasnya.

4.                  Maksud dan Tujuan pendirian Muhammadiyah adalah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Guna mencapai maksud dan tujuan tersebut, Muhammadiyah melaksanakan da’wah berupa amal nahi mungkar dan tajdid yang diwujudkan dalam usaha di segala bidang, diantaranya bidang keagamaan, bidang pendidikan, bidang tarjih dan tajdid, bidang ekonomi, bidang hukum, bidang tabligh dan lain sebagainya.

5.                  Kemajuan pesat amal usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan hingga kini, membuktikan bahwa Muhammadiyah memberikan sumbangan yang sangat besar dalam ikut mendorong mencerdaskan masyarakat dan Bangsa Indonesia.

6.                  Muhammadiyah telah banyak mendirikan lembaga pendidikan dari mulai prasekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah hingga perguruan tinggi bahkan mendirikan pondok pesantren.

7.                  Dalam era kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang ditandai Revolusi industry 4.0, masifikasi Internet of Thing (IoT), Artificial Intellegence (AI), 3D Printing, bid data, Muhammadiyah memberikan kontribusi berupa nilai-nilai dan panduan moral dalam mengarungi dunia digital sehingga kesalehan seorang muslim tetap terjaga dalam dunia virtual.

8.                  Konsep dasar Islam berkemajuan adalah tajdid (pembaharuan) yang berfungsi memberikan penyeselesaian persoalan dan melahirkan gagasan-gagasan baru yang memajukan  kehidupan.

9.                  Ada beberapa karakteristik Islam berkemajuan diantaranya Tauhid (al-Mabani ‘ala al-Tauhid), berlandaskan pada al-Qur’an as-Sunnah (al-Ruju’ ‘ila al Qur’an wa al-Sunnah), menghidupakan Ijtihad dan Tajdid (ihya’ al-Ijtihad wa al-Tajdid), mengembangkan Wasathiyah (Tummiyat al-Wasathiyah), dan mewujudkan rahmat bagi seluruh Alam (Tahqiq al-Rahman li-‘Alamin).

10.              Islam Berkemajuan ditempuh bersumber pada ajaran Islam yang meliputi akidah, ibadah, mu’malah, tiga pendekatan (bayani, burhani dan irfani),  ijtihad berkelanjutan, akal dan ilmu pengetahuan, mazhab keagamaan dan kemuliaan manusia

11.              Adapun gerakan Islam berkemajuan berupa gerakan dakwah, gerakan tajdid, gerakan ilmu dan gerakan amal.

 

 

Daftar Pustaka

 

Asyrofi, Yusron,  2005, Kyai Ahmad Dahlan Pemikiran dan Kepemimpinannya, Yogyakarta: Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Basyir, Abu Umar, 2002, Nurus Sunnah Wa Zhulumatul Bid’ah Fi Au’il Kitab Wa Sunnah

            (Mengupas Sunnah, Membedah Bid’ah), Jakarta, Darul, Haq.

Departemen Penerangan RI, Siaran, 1962,  No. Stc.AI/95-62, Tanggal 1 Desember 1962

Salam, Solichin, 1962, Kyai Achmad Dachlan, Tjita-tjita dan Perjoeangannja, Jakarta

Geertz, Clifford, 1960,  The Relegion of Java,   Chicago,   The  University Of Chicago

Press

https://uad.ac.id/id/muhammadiyah-membangun-masyarakat-islam-yang-sebenarnya/

https://dikdasmenppmuhammadiyah.org/sejarah/

http://eprints.umg.ac.id/4435/3/BAB%202.pdf

Https://www.coursehero.com/file/90619032/03-data-amal-usaha-muh-se-indonesiappt/

Https://www.academia.edu/10917024/organisasi_dan_amal_usaha_muhammadiyah

https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_Ketua_Umum_Pimpinan_Pusat_Muhammadiyah

Jainuri, Achmad, 2002, Ideologi Kaum Reformis, Melacak Pandangan Keagamaan

Muhammadyah Periode Awal, Surabaya, LPAM.

Kamal Pasha, H. Musthafa,  dkk, 2003, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam : (dalam perspektif historis dan ideologis), (Yogyakarta : Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LIPI)

Lubis, Arbiah, 1993, Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh: Suatu Studi Perbandingan, Jakarta, Bulan Bintang.

Mulkhan, Abdul Munir, 2005, Etika Welas Asih dan Reformasi Soaial Budaya Kyai Ahmad Dahlan, Jakarta, Bentara, Kompas.

Ma’luf, Louis,  1986,  Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam, Beirut: Dar al Mashriq

Majelis Pimpinan Muhammadiyah pada Mukhtamar Muhammadiyah ke-48, Laporan, 2022 Surakarta, Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Mulkhan, Abdul Munir, 2005, Etika Welas Asih dan Reformasi Soaial Budaya Kyai Ahmad Dahlan, Jakarta, Bentara, Kompas.

Muhammadiyah 2022-2027, Program, 2022, Pada Mukhtamar Muhammadiyah ke-48, Surakarta, Pimpnan Pusat Muhammadiyah

 

Nashir, Haedar, dkk, 2018, Percik Pemikiran untuk indonesia berkemajuan Tokoh Muhammadiyah, Yogyakarta, Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Gramasurya

Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2005, AD dan ART Muhammadiyah, Hasil Muktamar Muhammadiyah ke 45, Malang, Bab I pasal 2, dan Bab II pasal 4.

Presiden (KEPPRES), Nomor 657, Keputusan, 1961, Tentang Penetapan Dr. Sutomo, KH. Achmad Dahlan, KH. Agus Salim Sebagai Pahlawan-Pahlawan Kemerdekaan Nasional

Pusat Muhammadiyah, Pimpinan, 2005,  AD dan ART Muhammadiyah, Hasil Muktamar Muhammadiyah ke 45,  Malang, Bab I pasal 2, dan Bab II pasal 4.

Pusat Muhammadiyah, Pimpinan, 2022,  Muhammadiyah dan Isu-Isu Strategis Keumatan, Kebangsaan dan Kemanusiaan Universal, Pada Mukhtamar Muhammadiyah ke-48, Surakarta

Pusat Muhammadiyah, Pimpinan, 2022 Risalah Islam Berkemajuan, Pada Mukhtamar ke-48, Surakarta

Safwan, dan Kutojo , 1991, K.H. Ahmad Dahlan : Riwayat Hidup dan Perjuangannya, Bandung Angkasa

Yeyen, Subandi, 2018, Jurnal Resolusi Vol. 1 No. 1

 

 

 



[1] Yeyen Subandi, dalam Jurnal Resolusi Vol. 1 No. 1 Juni 2018

[2] Arbiah Lubis, Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh: Suatu Studi Perbandingan (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), 102.

[3]Dr. H. Haedar Nashir, M.Si., dkk, Percik Pemikiran untuk indonesia berkemajuan Tokoh Muhammadiyah, (Yogyajarta :Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Gramasurya: 2018), hal. 16

[4] Mengenai pribadi Ahmad Dahlan ini, Presiden RI pertama: Soekarno sebagai orang yang pernah nginthil (menjadi santri) kepada Ahmad Dahlan sejak usia 15 tahun (lihat Siaran Departemen Penerangan RI, no. Stc.AI/95-62, tanggal 1 Desember 1962), dan secara resmi menjadi anggota Muhammadiyah tahun 1938 menyatakan: Kita mengenal Ahmad Dahlan, tidak sekadar sebagai seorang pendiri dan Bapak Muhammadiyah saja, akan tetapi beliau adalah seorang perintis Keerdekaan dan Reformer Islam di Indonesia. Ahmad Dahlan adalah manusia amal, manusia yang sepi ing pamrih, tapi rame ing gawe, manusia yang berjiwa besar, yang dadanya penuh dengan cita-cita luhur, penuh dengan semangat berjuang dan berkorban untuk kemuliaan Agama. Selanjutnya lihat dalam Solichin Salam: Kyai Achmad Dachlan, Tjita-tjita dan Perjoeangannja, Jakarta, 1962. bandingkan juga dalam buku Soekarno dan Muhammadiyah (Jakarta: al-Wasat, 2009).

[5] https://uad.ac.id/id/muhammadiyah-membangun-masyarakat-islam-yang-sebenarnya/

[6] Clifford Geertz, The Relegion of Java (Chicago: The University Of Chicago Press, 1960), 5. Peneliti dari Amerika yang meneliti di sebuah desa (Mojokuto) Kediri, Jawa Timur ini menemukan tiga varian sikap keberagamaan umat Islam di Jawa (Indonesia), bahwa kelompok Abangn adalah kelompok mayoritas yang kehidupannya sangat tergantung pada ekonomi. Kelompok Priyayi adalah kelompok pegawai pemerintahan yang hidupnya sudah terjamin karena mendapat gaji dari pemerintah colonial Belanda. Kelomok Santri yakni kelompok yang hidupnya ada di sekitar Kyai atau ulama. Menurut Geertz, yang paling dikhawatirkan adalah apabila kelompok abangan membantu kelompok santri menentang Belanda, maka yang akan terjadi Belanda akan menjadi repot. Itulah sebabnya Geertz memberi saran kepada Belanda untuk mengupayakan agar kelompok abangan tidak membantu (sejalan) dengan kelompok santri, dengan cara membuat suatu persaingan tidak sehat antara kelompok santri dengan kelompok priyayi. Dalam pandangan Geertz kelompok priyayi pasti akan menjadi pemenang karena ada dukungan dari Belanda, juga akan memperoleh dukungan dari kelompok abangan karena kelompok priyayi dapat memberi janji-janji ekonomi kepada kelompok abangan yang memang mereka butuhkan.

 

[7] Abu Umar Basyir, Nurus Sunnah Wa Zhulumatul Bid’ah Fi Au’il Kitab Wa Sunnah (Mengupas Sunnah, Membedah Bid’ah), (Jakarta, Darul Haq, 2002), hal. 10

[8] Yusron Asyrofi, Kyai Ahmad Dahlan Pemikiran dan Kepemimpinannya (Yogyakarta, Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2005) 27-40

 

[9]  H. Musthafa Kamal Pasha, dkk, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam : (dalam perspektif historis dan ideologis), (Yogyakarta : Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LIPI), 2003

[10] Louis Ma’luf . Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam. Beirut: Dar al Mashriq, 1986,: م . ketika menjelaskan tentang nisbah ini Louis Ma’luf tidak menjelaskan adanya ya’ nisbah dalam bentuk “Yah” ( يــة ,( lebih lanjut Louis ma’luf menulis :

النـسـبـة هـي الحـاق أخـر الإسـم ياء مشـدّدة للـدلالـة عـلى نـسـبة شـئ إلـيـه, وحـكـمـهـا ان يـكـسّـر مـا قـبـل الـيـاء

للمـنـاسـبـة

 Ketentuan terebut berlaku untuk beberapa jenis munasabah/nisbah :

الإسـم المخـتوم بـألف مقصـورة

الأسم المخـتـوم بـألف التـأنـيـث الممـدودة

الإسم المنـقوص

االنـسبة إلى وزن فـعـيل

االنسـبة إلى وزن فعـيـلة

االنـسـبة إلى الإسـم المخـتوم بـواو

االنـسـبة إلى الإسـم المخـتـوم بـياء مـشـدّدة

Meskipun demikian, semua referensi resmi dari Muhammadiah menyatakan bahwa yah tersebut adalah nisbah kepada Nabi Muhammad SAW. sedangkan . Najih Achyad dalam bukunya Ta’t}irat Kitab al-Tawhid Shekh Muhammad Ibn Abd al Wahhab fi al-H}arakah al-Islamiyah al-Is}lahiyh fi Indonesia, menegaskan bahwa yah pada kata Muhammadiyah tersebut bukan nisbah kepada Nabi Muhamad SAW, tetapi adalah nisbah kepada Syekh Muhammad ibn Abd al Wahab.

[11] Pimpinan Pusat  Muhammadiyah, AD dan ART Muhammadiyah, Hasil Muktamar Muhammadiyah ke 45 (Malang: 2005), Bab I pasal 2, dan Bab II pasal 4.

[12] Laporan Majelis Pimpinan Muhammadiyah pada Mukhtamar Muhammadiyah ke-48 (Surakarta: Pimpinan Pusat Muhammadiyah,  2022),  Hal.1

[13] Abdul Munir Mulkhan, Etika Welas Asih dan Reformasi Soaial Budaya Kyai Ahmad Dahlan (Jakarta: Bentara, Kompas, 2005), 3.

[14] Kutojo dan Safwan, K.H. Ahmad Dahlan : Riwayat Hidup dan Perjuangannya (Bandung : Angkasa, 1991)

[15] https://dikdasmenppmuhammadiyah.org/sejarah/

[16] Achmad Jainuri, Ideologi Kaum Reformis, Melacak Pandangan Keagamaan Muhammadyah Periode Awal (Surabaya: LPAM, 2002), 195-200.

[17] http://eprints.umg.ac.id/4435/3/BAB%202.pdf

[18] Keputusan Presiden (KEPPRES), Nomor 657 Tahun 1961, tentang Penetapan Dr. Sutomo, KH. Achmad Dahlan, KH. Agus Salim Sebagai Pahlawan-Pahlawan Kemerdekaan Nasional

[19] Pimpinan Pusat Muhammadiyah, AD dan ART Muhammadiyah, Hasil Muktamar Muhammadiyah ke 45 (Malang: 2005), Bab I pasal 2, dan Bab II pasal 4.

[20] Program Muhammadiyah 2022-2027, Pada Mukhtamar Muhammadiyah ke-48 (Surakarta: Pimpnan Pusat Muhammadiyah, 2022)

[21] Ibid, hal. 29

[22] Ibid, hal. 30

[23] Ibid, hal 25

[24] Ibid. Hal. 26

[25] Ibid, Hal. 29

[26] Ibid. hal. 34.

[27] Tim Pembina Al Islam dan Kemuhammadiyahan Universitas Muhammadiyah Malang, Muhammadiyah Sejarah, Pemikiran Dan Amal Usaha, (Malang: Pusat Dokumentasi dan Publikasi UMM – Malang, 1990)

[28] https://www.coursehero.com/file/90619032/03-data-amal-usaha-muh-se-indonesiappt/

[29] https://www.academia.edu/10917024/organisasi_dan_amal_usaha_muhammadiyah

[30] https://id.wikipedia.org/wiki/daftar_ketua_umum_pimpinan_pusat_muhammadiyah

[31] Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Muhammadiyah dan Isu-Isu Strategis Keumatan, Kebangsaan dan Kemanusiaan Universal, (Pada Mukhtamar Muhammadiyah ke-48 Di Surakarta) 2022, hal. 3

[32] Ibid, hal. 3

[33] Ibid, hal. 3

[34] Pimpinan Muhammadiyah, Risalah Islam Berkemajuan (Surakarta : Pada Mukhtamar ke-48), 2022, hal.5

[35] Ibid, hal. 5

[36] Ibid. hal. 7

[37] Ibid, hal.7.

[38] Ibid, hal. 8

[39] Ibid, hal. 9.

[40] Ibid, hal. 9.

[41] Ibid, hal. 10.

[42] Ibid, hal. 10.

[43] Ibid, hal. 11

[44] Ibid, hal 11.

[45] Ibid, hal. 12.

[46] Ibid, hal. 13

[47] Ibid, hal. 15

[48] Ibid, hal. 15

[49] Ibid, hal. 15

[50] Ibid, hal 17.

[51] Ibid, hal. 22

[52] Ibid, hal. 24

[53] Ibid, hal. 24.

[54] Ibid, hal. 26

[55] Ibid, hal. 26

[56] Ibid, hal. 26

[57] Ibid, hal. 26

[58] Ibid, hal. 30

[59] Ibid, hal. 31

[60] Ibid, hal. 33

[61] Ibid, hal. 33

[62] Ibid, hal.35

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIGA SYARAT TERKABULNYA DOA

24 Siswa MA YTP Kertosono diterima Berbagai PTN lndonesia Jalur SNBT, dan Jalur lainnya

Rukhsah Teologis dan Rukhsah Fiqhi