GERAKAN MUHAMMADIYAH DALAM ISLAM BERKEMAJUAN
GERAKAN MUHAMMADIYAH DALAM ISLAM BERKEMAJUAN
Oleh : Dr. H. Nur Raihan, MA.
(Ketua PCM Pesanggrahan Periode 2015-2022)
Abstrak
Muhammadiyah merupakan lembaga keagamaan yang
memiliki corak pemikiran reformis-modernis dalam upaya menjawab tantangan dan persoalan
pada setiap zamannya. Muhammadiyah lahir dipengaruhi faktor subjektif dan
objektif, dimana faktor subjektif terkait dengan karakteristik sosok ulama KH.
Ahmad Dahlan yang sekaligus intelektual
muslim pada zamannya. Kepribadiannya yang peka terhadap persoalan umat dan
bangsa, seorang ulama yang berfikiran praktis dan memiliki jiwa reformis
(pembaharu).
Sementara faktor objektif terbagi menjadi dua yaitu
faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi lemahnya pemahaman umat
terhadap ajaran Islam, ketidakmurnian ajaran Islam, dampak buruk penjajahan
oleh Belanda dan lemahnya lembaga pendidikan Islam. Sementara faktor
objektif eksternal berupa pengaruh
kebangkitan Umat Islam Internasional, penetrasi bangsa-bangsa Eropa terhadap
Indonesia dan adanya gerakan pembaharuan dalam dunia Islam.
Sampai disini, Muhammadiyah dapat definisikan secara
etimologi dan terminologi. Dalam tinjuan bahasa, Muhammadiyah adalah kelompok
orang yang mengikuti Nabi Muhammad SAW,
mengakui dan menyakini bahwa Nabi Muhammad SAW adalah hamba dan utusan
Allah yang terakhir. Sedangkan secara terminologi Muhammadiyah adalah
organisasi gerakan dakwah Islam Amar ma’ruf, nahi munkar dan tajdid, dan
bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah
Pergerakan ini diawali ketokohan dan sosok
ulama, KH. Ahmad Dahlan selaku pendiri
Muhammadiyah yang memiliki komitmen dan cita-cita luhur bagi kemajuan bangsa,
khususnya Umat Islam sebagai perwujudan Islam ramatan li al-‘alamin. Komitmen
dan cita-cita KH. Ahmad Dahlan diimplementasikan dengan mendirikan sekolah
terpadu yang mengajarkan ilmu-ilmu umum dengan ilmu keagamaan sebagai solusi
persoalan bangsa yang mendasar yaitu keterbelakangan dan kebodohan. Persoalan
ini oleh KH. Ahmad Dahlan diselesaikan
melalui dakwah bi al-hal, yaitu dakwah yang menekankan pada perbuatan atau
menciptakan program-program yang bersentuhan langsung dengan perbaikan
kehidupan umat Islam.
Adapun maksud dan tujuan pendirian Muhammadiyah
adalah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Dalam proses pencapaiannya,
Muhammadiyah melaksanakan da’wah berupa amar nahi mungkar dan tajdid dengan
penetrasi di segala bidang, mulai bidang keagamaan, bidang pendidikan, bidang
tarjih dan tajdid, bidang ekonomi, bidang hukum, sampai bidang tabligh.
Salah satu bidang yang menonjol Muhammadiyah adalah
pendidikan, dimana ormas ini telah banyak mendirikan lembaga pendidikan dari
mulai prasekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah hingga perguruan tinggi
bahkan mendirikan pondok pesantren. Selain itu, dalam era Revolusi industry
4.0, Muhammadiyah juga memberikan nilai-nilai dan panduan moral dalam
mengarungi dunia digital guna menjaga kesalehan seorang muslim.
Muhammadiyah memiliki konsep dasar Islam berkemajuan
yaitu tajdid (pembaharuan) sebagai upaya dalam mewujudkan cita-cita kemajuan
dalam semua segi kehidupan, seperti pemikiran, politik, sosial, pendidikan
kebudayaan dan sebagainya. Islam berkemajuan memiliki karakteristik,
diantaranya Tauhid (al-Mabani ‘ala al-Tauhid), berlandaskan pada Al Qur’an dan
as-Sunnah (al-Ruju’ ‘ila al Qur’an wa al-Sunnah), menghidupakan Ijtihad dan
Tajdid (ihya’ al-Ijtihad wa al-Tajdid), mengembangkan Wassthiyah (Tummiyat
al-Wasathiyah), dan mewujudkan Rahmat bagi Seluruh Alam (Tahqiq al-Rahman li-‘Alamin). Sementara Islam Berkemajuan bersumber pada
ajaran Islam yang meliputi akidah, ibadah, mu’malah, tiga pendekatan (bayani,
burhani dan irfani), ijtihad
berkelanjutan, akal dan ilmu pengetahuan, mazhab keagamaan dan kemuliaan
manusia. Adapun gerakan Islam berkemajuan dijalankan dengan gerakan dakwah,
gerakan tajdid, gerakan ilmu dan gerakan amal.
Keyword : Muhammadiyah,
KH. Ahmad Dahlan, tajdid, tarjih, pendidikan agama, Al-Qur’an, As-Sunnah, etika, modern, reformis, ijtihad, wasathan,
Islam berkemajuan, dakwah, ilmu, akal, amal.
A.
Pendahuluan
Muhammadiyah
berdiri pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H, bertepatan tanggal 18 November 1912
telah berusia 114 (satu abad) menurut hitungan Kalender Qomariyah (sekarang
Tahun 1444 H atau 110 Tahun dalam hitungan Tahun Miladiyah (sekarang tahun
2022). Kiprah Muhammadiyah terbilang cukup panjang jauh sebelum Republik
Indonesia lahir, pada tanggal 17 Agustus 1945.
Muhammadiyah
dikenal sebagai gerakan yang reformis-modernis di dalam paradigma pembaharuan
Islam. Gerakan reformis-modernis harus percaya terhadap situasi keberagaman,
kesempurnaan, dan menyeluruhnya ajaran-ajaran yang ada, tetapi aktualisasinya
tidak terpaku pada struktur legal formal apalagi dengan adanya pemisahan,
tetapi lebih menekankan pada aktualisasi terhadap nilai Islam secara objektif
dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.[1]
Hal ini diwujudkan melalui diberbagai kehidupan mulai bidang pendidikan,
pelayanan sosial, kesehatan, hukum, ekonomi hingga pemberdayaan masyarakat
sehingga Muhammadiyah mampu menjembatani atau sebagai kekuatan transformasi
dari situasi tradisional menuju kehidupan modern dengan kepribadian masyarakat
Indonesia yang religious, melahirkan reformasi atau modernism Islam awal abad
ke 21.
Menurut
Arbiah Lubis, poin penting pemikiran
K.H. Ahmad Dahlan dalam pendidikan yang diselenggarakannya pada dua hal
pokok, yaitu memasukkan pelajaran agama ke dalam lembaga pendidikan Barat dan
melakukan pembaharuan sistem pendidikan dengan mengompromikan antara sistem
pendidikan Islam dan Barat. Yang pertama dilakukan terutama dalam kapasitasnya
sebagai guru di sekolah pemerintah Belanda dan yang kedua dengan mendirikan
sekolah sendiri yang kemudian dinamakan sekolah Muhammadiyah.[2]
Dengan usaha perpaduan ini, maka tidak ada lagi perbedaan ilmu agama dan ilmu
umum, semuanya adalah perintah dan dalam naungan agama.
KH.
Ahmad Dahlan sebagai tokoh Muhammadiyah memiliki kepribadian, komitmen dan
cita-cita dengan usaha mencerdaskan generasi penerus yang berkualitas
(khususnya umat Islam) dan negera Republik Indonesia dengan berdasarkan pada
upaya mewujudkan cita-cita ajaran Islam yang membawa rahmat bagi seluruh alam.
Pendiri gerakan Muhammadiyah dengan segala keterbatasan dukungan mampu
memproyeksikan gagasannya jauh ke depan melampau zamannya–sangatlah berkemajuan
cita-cita dan etos berfikir-aksinya.[3]
Berkaitan dengan itu, beliau mengintegrasikan normatif Islam dan aplikasi dalam
bentuk didirikannya sekolah-sekolah dan amal usaha yang dibutuhkan oleh
masyarakat dan Bangsa Indonesia.
B.
Latar
Belakang Berdirinya Muhammadiyah
Ditinjau
dari faktor-faktor yang melatarbelakangi berdirinya Persyarikatan Muhammadiyah
secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua faktor penyebabnya yaitu :
1.
Faktor Subjektif
Yang
dimaksud faktor subyektif ini adalah faktor yang berkaitan pribadi Ahmad
Dahlan, bahwa beliau sebagai pendiri Muhammadiyah pada saat itu dianggap
memilik karakteristik yang khas, antara lain:
a.
Sebagai ulama
dan intelektual muslim yang relatif cerdas pada zamannya,[4]
hal ini dibuktikan antara lain pada saat itu beliau pergi ke Lembang Bandung
untuk mencocokkan hasil penghitungan hisabnya dengan teknologi meteorologi dan
geofisika di tempat itu.
b.
Memiliki
kepekaan sosial yang tinggi, cepat mendiagnosa penyakit umat dan menentukan
terapinya. Salah satu obsesinya ialah ingin menyatukan ulama di Indonesia serta
meningkatkan pendidikan umat Islam, sebab hanya dengan pendidikan yang memadai
umat Islam bisa lebih siap dalam menghadapi berbagai tantangan. (kebodohan dan
keterbelakangan, hanya bisa diatasi dengan satu kata yaitu pendidikan).
c.
Sebagai ulama
bertipe ulama praktis, bukan ulama teoritis, hal ini terbukti antara lain dari
pengajian tafsir yang dilakukannya yakni menggunakan metode tematik yakni
memulai dari ayat-ayat yang paling mudah difaham dan mudah diamalkan.
d.
Beliau
terpengaruh oleh pemikiran para tokoh pembaharu Islam, khususnya dari kawasan
timur tengah. Beberapa tokoh di antaranya Taqiyuddin ibnu Taimiyah, Muhammad
bin Abd al Wahhab, Jamaluddin al-Afghani, dan Muhammad Abduh. Dari beberapa
penelitian disebutkan bahwa tokoh-tokoh tersebut memiliki kontribusi yang
sangat signifikan dalam hal membangkitkan semangat Izzul Islam Wal Muslimin.
Faktor
subjektif yang sangat kuat, bahkan dapat dikatakan sebagai faktor utama dan
faktor penentu yang mendorong berdirinya Muhammadiyah berasal dari hasil pemahaman dan pendalaman
KH. Ahmad Dahlan terhadap Al Qur’an, baik dilakukan dengan cara gemar membaca
maupun menelaah, membahas dan mengkaji kandungan isinya. Ia telaah sedemikian
teliti sampai dipertanyakan juga kalau ada sebab-sebab yang menjadikan sesuatu
ayat diturunkan (ashabul nuzul).
Sikap KH. Ahmad Dahlan sebagaimana yang tersimpul dalam Al Qur’am Surat An
Nisaa ayat 174-175:
يٰٓاَيُّهَا
النَّاسُ قَدْ جَاۤءَكُمْ بُرْهَانٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَاَنْزَلْنَآ اِلَيْكُمْ
نُوْرًا مُّبِيْنًا (١٧٤)
فَاَمَّا
الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا بِاللّٰهِ وَاعْتَصَمُوْا بِهٖ فَسَيُدْخِلُهُمْ فِيْ
رَحْمَةٍ مِّنْهُ وَفَضْلٍۙ وَّيَهْدِيْهِمْ اِلَيْهِ صِرَاطًا
مُّسْتَقِيْمًاۗ(النساۤء: ١٧٥)
Artinya:
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu,
dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al-Quran).
Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada-Nya,
pasti Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya dan
limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk
sampai) kepada-Nya. (QS. An Nisaa: 174-175)
Dalam Surat
Muhammad, ayat 24 juga disebutkan :
أَفَلَا
يَتَدَبَّرُونَ ٱلۡقُرۡءَانَ أَمۡ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقۡفَالُهَآ (محَمَّد: ٢٤)
Artinya
: Maka tidakkah mereka menghayati Al-Qur'an ataukah hati mereka sudah terkunci?
(QS. Muhammad: 24)
Dari dua ayat
diatas dapat dipahami dengan melakukan tadabur atau memperhatikan dan mencermati
dengan penuh ketelitian terhadap sesuatu yang tersirat dalam setiap ayat. Sikap
ini pulalah yang dilakukan KH. Ahmad Dahlan ketika menyimak Surat Al Imran ayat
104:
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ
يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ
الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ (اٰل عمران:١٠٤ )
Artinya
: Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar.111) Mereka itulah orang-orang yang beruntung.
(QS. Ali Imran: 104)
اَرَءَيْتَ الَّذِيْ يُكَذِّبُ
بِالدِّيْنِۗ (١)فَذٰلِكَ الَّذِيْ يَدُعُّ الْيَتِيْمَۙ (٢)وَلَا يَحُضُّ عَلٰى
طَعَامِ الْمِسْكِيْنِۗ (٣)فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّيْنَۙ (٤)فالَّذِيْنَ هُمْ عَنْ
صَلَاتِهِمْ سَاهُوْنَۙ (٥)الَّذِيْنَ هُمْ يُرَاۤءُوْنَۙ (٦)وَيَمْنَعُوْنَ الْمَاعُوْنَ ࣖ(٧ )
Artinya
: Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik
anak yatim dan tidak menganjurkan untuk memberi makan orang miskin. Celakalah
orang-orang yang melaksanakan salat, (yaitu) yang lalai terhadap salatnya, yang
berbuat riya, Melalaikan salat mencakup lalai akan waktu dan tujuan salat serta
bermalasan dalam mengerjakannya. dan enggan (memberi) bantuan. (QS. Al Maa’un:1-7)
Dalam memahami seruan ayat-ayat diatas,
KH. Ahmad Dahlan tergerak hatinya ujntuk membangun sebuah perkumpulan
organisasi atau persyarikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmad
melaksanakan misi dakwah Islam amar
ma’ruf nahi munkar di tengah-tengah masyarakat luas. Dua ayat ini menjadi
sangat popular di kalangan aktivis Muhammadiyah karena dibudayakan melalui
pengkaderan dan jalur sekolah-sekolah Muhammadiyah dari mulai tingkat Sekolah
Dasar sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SLTA). Jadi, Muhammadiyah merupakan
gerakan Islam dakwah amar ma’ruf nahi munkar dan tajdid
(pembaruan tentang pokok ajaran Islam) yang bersumber pada al-Qur’an dan
as-Sunnah as-Sohihah.[5]
2.
Faktor Objektif
Yang
dimaksud dengan faktor obyektif adalah fakta-fakta riil yang terjadi dan
menimpa umat dan bangsa Indonesia. Faktor Obyektif ini dapat dibedakan menjadi
dua yaitu internal dan eksternal. Dari segi internal, meliputi antara lain :
a.
Lemah pemahaman
agama umat Islam.
Secara
umum kondisi pemahaman umat Islam Indonesia terhadap ajaran Islam pada saat
itu, rendah. Hal ini sebagai akibat rendahnya kualitas pendidikan yang
dimiliki. Akibat dari rendahnya pemahaman mereka terhadap agama Islam, maka
sering kali terjadi distorsi, terlebih pada kurun waktu itu Islam lebih
difahami secara Fiqh semata. Clifford Geertz, menemukan adanya varian tingkat
keberagamaan umat Islam di Indonesia dalam tiga kategori yakni priyayi,
abangan, dan santri. [6]
b.
Ketidakmurnian dalam pengamalan ajaran Islam karena sebelum
masuknya agama Islam di Indoensia, masyarakat bangsa Indoensia memeluk agama
Hindu dan Budha dengan segala amalan dan tradisi yang ada di dalamnya.
Sementara itu, Agama Islam sampai ke Nusantara sudah melewati perjalanan yang
sangat panjang. Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri adanya kenyataan
berbagai pengaruh kepercayaan lain masuk ke dalamnya secara tidak sengaja..
Dalam kehidupan beraqidah (keyakinan hidup) agama Islam mengajarkan pada
umatnya untuk memiliki tauhid yang murni, bersih dari berbagai macam syirik
(perbuatan manusia yang menyekutukan Allah dengan benda di dunia). Ada istilah
yang lebih popular di kalangan aktivitis atau mubaligh Muhammadiyah dengan
‘TBC’ (Tahayul, bid’ah khurafat). Tahayul artinya suatu kepercayaan yang
bersifat animisme dan dinamisme, imajinasi, misalnya tidak boleh buang air
didepan pintu karena disitu ada ruh nenek moyang atau makhluk yang tidak
kelihatan. Adapun yang dimaksud bid’ah yaitu mengada-ada ajaran dalam ibadah
atau menambah-nambah dalam ibadah, contohnya kepercayaan supaya do’anya
terkabul atau dapat diterima Allah, maka menggunakan perantara (washilah) yang
akan menghubungkan dirinya dengan Allah, seperti bertawashul kepada Syekh Abdul
Qadir Jaelani, para wali Allah. Sedangkan khurafat ialah semua cerita atau
rekaan, khayalan, ajaran-ajaran tentang pantangan atau larangan, adat istiadat,
ramalan-ramalan, pemujaan atau kepercayaan yang menyimpang dari ajaran Islam.
Khurafat juga merangkumi cerita dan perbuatan yang direka dan bersifat karut
atau dusta. [7]
c.
Akibat
penjajahan Belanda.
Penjajahan
Belanda terhadap Bangsa Indonesia mengakibatkan umat Islam mengalami
keterbelakangan, kebodohan dan hidup dalam kondisi miskin.
d.
Kelemahan Lembaga Pendidikan Islam
Lembaga
pendidikan yang dimiliki umat Islam belum mampu menyiapkan generasi yang siap
mengemban misi khalifah Allah dimuka bumi. Saat itu, pondok pesantren yang
merupakan salah satu sistem pendidikan
yang khas miliki umat Islam Indonesia, ternyata belum mampu menghadapi
tantangan kemajuan zaman karena adanya muatan kurikulumnya yang kurang memadai
dalam mengantisipasi perkembangan zaman. Dalam sistem pendidikan pondok
pesantren saat itu, hanya mengajarkan mata pelajaran agama dalam arti sempit
yaitu terbatas pada fiqh, bahasa Arab, tafsir, tasawuf/akhlak, aqidah, ilmu
mantiq (logika) dan ilmu falaq. Sedangkan mata pelajaran yang berurusan dengan
keduniaan (mu’amalah) atau yang sering disebut ilmu pengetahuan umum, seperti
sejarah, ilmu bumi, fisika, kimia, biologi, matematika, ekonomi, sosiologi dan
sebagainya sama sekali belum diperkenalkan di lembaga pendidikan pondok
pesantren. Padahal justru hanya lewat ilmu-ilmu pengetahuan ini seseorang akan
mampu melaksanakan tugas-tugas keduniawian, salah satu dari tugas yang diemban
oleh Khalifah Allah.
Sesungguhnya
lembaga pendidikan Islam sudah semestinya menyiapkan diri menjadi lembaga
pendidikan kader-kader penerus cita-cita Islam dan siap mengemban amanat Allah
sebagai khalifah dimuka bumi. Tugas utama sebagai khalifatullah adalah
mengupayakan terciptanya kesejahteraan dan kemakmuran hidup manusia. Mengingat
fungsi pendidikan pondok pesantren pada saat itu dirasakan oleh KH. Ahmad
Dahlan masih ada satu kekurangan mendasar yang harus segera disempurnakan.
Kalau pada awalnya, sistem pendidikan pondok pesantren hanya membekali kepada
santri-santrinya berupa ilmu-ilmu pengetahuan agama saja, maka untuk
penyempurnaannya mereka harus diberikan juga ilmu-ilmu pengetahuan umum
sehingga dengan demikian akan lahirlah dari lembaga pendidikan ini manusia yang
taqwa kepada Allah, cerdas dan terampil yang dlam terminology Al Qur’an disebut
sebagai ulul albab.
Dari
segi eksternal, meliputi:
a.
Kondisi Bangsa
Indonesia sedang terpuruk
Kondisi
bangsa Indonesia pada saat itu dijajah oleh Belanda dan sangat logis bahwa bangsa yang terjajah adalah
bangsa yang rendah harga dirinya, bodoh, dan miskin, serta kehilangan dinamika.
b.
Gerakan
kebangkitan Umat Islam Internasional.
Secara
global pada saat itu sedang terjadi trend kebangkitan umat Islam yang
didengungkan oleh para tokoh Islam diberbagai Negara Islam di dunia, serta
sedang memuncaknya semangat ummat Islam khususnya di Indonesia untuk melepaskan
diri dari penjajahan. [8]
c.
Penetrasi Bangsa-Bangsa Eropa Khususnya Belanda Ke Indonesia
Kedatangan bangsa-bangsa Eropa, khususnya Belanda ke
Indonesia telah membawa dampak buruk dalam aspek kebudayaan dan keagamaan
terhadap perkembangan Islam di Indonesia. Lewat pendidikan model Barat yang
telah mereka kembangkan dengan ciri-ciri yang sangat menonjol sifat
intelektualistik, individualistik, diskriminatik, serta sama sekali tidak
memperhatikan dasar-dasar, asas-asar moral keagamaan (sekuler), maka lahirlah
suatu generasi baru Indonesia yang tekena paham rasionalisme dan individualisme
dalam pola pikir mereka. Bahkan lebih jauh dari itu, pendidikan Barat adalah
alat yang paling pati untuk mengurangi dan akhirnya mengalahkan pengaruh Islam
di Indonesia.
d.
Pengaruh dari gerakan pembaharuan dalam dunia Islam
Gerakan Muhammadiyah yang dibangun oleh KH. Ahmad
Dahlan sesungguhnya merupakan salah satu mata rantai yang panjang dari gerakan
pembaharuan dalam Islam yang dimulai sejak tokoh pertamanya yaitu Ibnu
Taimiyah, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Muhammad bin Abdul Wahab, Sayyid Jamaludin
Al Afghany, Muhammad Abduh, Rasyid Ridla dan sebagainya. Pengaruh yang menonjol
terutama dari Muhammad Abduh melalui Tafsirnya yang terkenal Al Manar,
suntingan dari Rasyid Ridla serta Majalah Al Urwatul Qustqa.
KH. Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyah terkenal
pengaruh dari ide-ide Muhammadiyah. Lewat telaah KH. Ahmad Dahlan terhadap
berbagai karya tokoh-tokoh pembaharu diatas serta kitab-kitab lainnya yang
seluruhnya menghembuskan angin segar untuk memurnikan ajaran Islam dari
berbagai ajaran sesat dengan kembali pada al-Qur’an dan as-Sunnah. Ia mendapat
inspirasi yang kuat untuk membangun sebagai gerakan Islam yang berwibawa,
teratur, tertib, penuh disiplin guna dijadikan alat untuk melaksanakan
dakwah-dakwah Islam dengan amar ma’mur nahi mungkar di tengah-tengah
masyarakat Bangsa Indonesia.
e.
Gerakan
Kristenisasi di Tengah-Tengah Masyarakat Indonesia
Sebagaimana halnya bangsa-bangsa penjajah Eropa
lainnya, Bangsa Belanda pun ketika masuk ke negeri Indonesia juga mengibarkan
panji-panji Tiga ‘G’ yaitu glory, gold dan gospel. Sebenarnya, ketiga ‘G’ ini
menggambarkan motof kedatangan penjajah ke negeri-negeri jajahannya. Motif
pertama Glory mengandung motif politik yang berarti menang, sesuatu motif untuk
menjajah dan menguasai negeri jajahan sebagai daerah kekuasaannya. Motif kedua,
Gold (emas) yaitu motif ekonomi atau kekayaan, dimana suatu motif untuk
mengeksploitasi, memeras dan mengeruk harta kekayaan negeri jajahan. Motif
ketiga, gospel yaitu menyebarkan ajaran agama Kristen ke negeri jajahan atau
mengubah agama penduduk yang menganut agama Islam menjadi Kristen.
Dalam pelaksanaan mewujudkan ketiga motif tersebut,
Pemerintah Hindia Belanda menggarap penduduk pribumi putra melalui dua langkah
besar yaitu:
a.
Program asosisasi, yaitu program pembudayaan dalam bentuk mengembangkan
budaya barat sedemikian rupa hingga orang Indonesia mau menerima kebudayaan
barat sebagai bagian dari kebudayaan mereka walaupun tanpa mengesampingan
kebudayaan sendiri. Program ini disebut dengan westernisasi.
b.
Program kristenisasi, yaitu program yang ditujukan untuk mengubah agama
penduduk yang beragama Islam menjadi pengikut agama Kristen.
C.
Definisi
Muhammadiyah
1.
Arti
Bahasa (Etimologi)
H. Musthafa Kamal Pasha dalam bukunya, Muhammadiyah
sebagai gerakan Islam, dalam perpektif Historis dan Ideologis, menguraikan
tentang arti Muhammadiyah baik arti bahasa dan istilah.[9]
Secara Etimologis, Muhammadiyah berasal dari bahasa
Arab, dari kata “محـمـد “yaitu nama Nabi dan Rasul Allah terakhir. Muhammad itu sendiri
berarti yang terpuji. Kemudian
mendapatkan tambahan ya’ nisbah. [10] yang
berfungsi menjeniskan atau membangsakan atau bermakna pengikut. Jadi
Muhammadiyah adalah kelompok Pengikut Nabi Muhammad SAW. (yah dalam hal
tersebut adalah merupakan bentuk jamak) yaitu semua orang Islam yang mengakui
dan menyakini bahwa Nabi Muhammad SAW adalah hamba dan pesuruh Allah yang terakhir.
Dengan demikian, siapapun juga yang mengaku beragama
Islam maka sesungguhnya mereka adalah orang Muhammadiyah tanpa harus dilihat
dan dibatasi oleh adanya perbedaan organisasi dan golongan, bangsa, geografis,
etnis dan sebagainya. Bahkan semua muslim di seluruh dunia secara arti bahasa
juga orang-orang Muhammadiyah karena mereka itu telah berikrar dengan
mengucapkan dua kalimat syahadat dan dengan setia mengikuti ajaran Nabi
Muhammadiyah.
2.
Arti
Istilah (Terminologi)
Secara Terminologis, menurut sumber-sumber primer
dijelaskan sebagai berikut:
a.
Muhammadiyah adalah organisasi Islam yang didirikan oleh Ahmad Dahlan,
pada tanggal 8 Dhul hijjah tahun 1330 H, bertepatan dengan tanggal 18 Nopember
tahun 1912 M., di Yogyakarta.
b.
Muhammadiyah adalah organisasi gerakan dakwah Islam Amar ma’ruf, nahi
munkar dan tajdid, berakidah Islam, dan bersumber pada al-Qur’an dan
as-Sunnah.[11]
Gerakan ini diberi nama Muhammadiyah oleh pendirinya
dengan maksud untuk bertafa’ail (berpengharapan baik) dapat mencontoh dan
meneladani jejak perjuangan Nabi Muhammadiyah SAW dalam rangka menegakkan dan
menjunjung tinggi agama Islam semata-mata demi terwujudnya izzul Islam wa
Muslimin atau kejayaan Islam sebagai realita dan kemuliaan hidup umat Islam
sebagai realita atau dengan kata lain KH. Ahmad Dahlan memberi nama pada
organisasi dipilih “Muhammadiyah” dengan harapan para anggotanya dapat hidup
beragama dan bermasyarakat sesuai dengan pribadi atau akhlak Nabi Muhammad SAW.
Berdasarkan pengertian diatas, tentang Muhammadiyah
baik dari bahasa dan maupun dari segi Istilah dapat dipahami bahwa dasar
tentang organisasi Muhammadiyah yang sampai saat ini masih eksis dan terus
berkarya dalam berbagai bidang, khususnya bidang pendidikan dan bidang-bidang
lainnya. Hal ini tidak lepas dengan berpegang teguh pada visi Muhammadiya yaitu
“berkembangnya fungsi tarjih, tajdid dan pemikiran Islam yang mendorong peran
Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan yang kritis, dinamis dan proaktif
dalam menjawab problem dan tantangan actual sehingga Islam menjadi sumber
pemikiran, moral dan praksis sosial kehidupan umat, bangsa dan perkembangan
global yang komplek”.[12]
D.
KH.
Ahmad Dahlan Sebagai Tokoh Pendiri Muhammadiyah
Pendiri Muhammadiyah adalah KH. Ahmad Dahlan. Ia
lahir di Kampung Kauman, Yogyakarta pada tahun 1868 M, dengan nama Muhammadi
Darwis. Nama kecil Ahmad Dahlan adalah
“Raden Ngabei Ngabdul Darwis” kemudian dikenal dengan nama Muhammad Darwisy.[13]
Ayahnya bernama KH. Abu Bakar seorang Khatib Masjid besar Kesultanan
Yogyakarta. Ibunya bernama Siti Aminah, dari putri KH. Ibrahim, penghulu
Kesultanan Yogyakarta. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara
yang keseluruhanya saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Dalam silsilah
ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali
besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang merupakan pelopor
pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa. [14] Jadi,
Muhammad Darwis itu dari pihak ayah maupun ibunya adalah keturunan ulama. Ini
artinya secara potensi KH. Ahmad Dahlan memiliki kemampuan untuk menjadi
pemimpin umat dan membawa pembaharuan dan sejarah telah mencatat perjuagannya
dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
KH. Ahmad Dahlan lahir dan bangkit sebagai putra
muslim yang sadar dan insyaf akan tugas dan kewajiban Islam. Dialah yang
meletakkan dasar-dasar ideal dan struktural akan pentignya Gerakan Islam amar
ma’ruf nahi mungkar dalam mewujudkan masyarakat yang aman dan damai, makmur
dan subur lahir dan batin penuh ridho Allah.
KH. Ahmad Dahlan adalah tokoh pembaharu pendidikan
Islam dari Jawa yang berupaya menjawab permasalahan umat Islam. Karena dialah tokoh yang berusaha memasukkan pendidikan umum ke
dalam kurikulum madrasah dan memasukan pendidikan agama ke dalam
lembaga-lembaga pendidikan umum. Dengan langkah ini, ia berharap umat Islam dan
Bangsa Indonesia memiliki jiwa kebangsaan dan kecintaan kepada tanah air.
Dialah tokoh yang telah berhasil mengembangkan dan menyebarluaskan gagasan
pendidikan modern ke seluruh tanah air melalui organisasi Muhammadiyah yang
didirikan dan hingga kini makin menunjukan eksistensi secara fungsional.
Berkat kesungguhannya yang begitu tinggi, ditunjang
dengan kemampuan ilmu yang dimiliki serta pengalaman sebagai anggota organisasi
seperti Boedi Uetomo, Jamiat Khair, hubungan komunikasi dengan tokoh-tokoh
pembaharu Islam di Indonesia, K.H. Ahamd Dahlan mencari jalan keluar dengan
bereksperimen merintis sistem pendidikan Islam baru, yaitu dengan mendirikan
“Sekolah Agama Modern” bernama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah (MIDI)”,
pada 1 Desember 1911 di Yogyakarta, dengan cara mencangkok sistem persekolahan
Barat-Belanda untuk mendirikan lembaga pendidikan Islam.[15]
Sekolah-sekolah Muhammadiyah yang mengajarkan ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu
umum sekaligus dianggap dengan Volk Scholl (Sekolah Rakyat). Hal ini
merupakan terobosan baru (modern) dalam pendidikan di Indonesia dengan metode
yang baik sekali.
Setelah tahun 1920, sekolah-sekolah Muhammadiyah
didirikan di beberapa daerah dan provinsi yang mengikuti cabang-cabang
Muhammadiyah. Verslag Muhammadiyah (1923) menyebutkan bahwa pada tahun 1923 organisasi Muhammadiyah
memiliki 14 cabang yang tersebar di lima provinsi, diantaranya: Yogyakarta,
Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan DKI Jakarta.[16] Pada
saat KH. Ahmad Dahlan meninggal tahun 1923, jumlah siswa di sekolah-sekolah
Muhammadiyah meningkat menjadi 1084 dan jumlah guru mencapai 48 orang.[17]
Berkat jasa, kiprah dan kontribusi dalam dunia
pendidikan, akhirnya KH. Ahmad Dahlan diakui sebagai Pahlawan Nasional Republik
Indonesia,[18]
termasuk istrinya Hj. Siti Walidah yang lebih dikenal dengan sebutan Nyi Dahlan
beserta tokoh-tokoh penerus ide dan cita-cita perjuangan Islamnya seperti KH.
Mas Mansyur, KH. Fachrudin dan sebagainya. Jadi, KH. Ahmad Dahlan (1868-1923)
salah satu tokoh terbaik bangsa Indonesia yang memberikan sumbangsih,
pemikiran, tenaga dan kerja yang nyata untuk dakwah, pendidikan dan
bidang-bidang kehidupan lainnya.
E.
Maksud
dan Tujuan Pendirian Muhammadiyah
Berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Muhammadiyah, Hasil Mukhtamar
Muhammadiyah ke 45 di Kota Batu, Malang, Jawa Timur, pada Bab III, pasal 6,
Maksud dan Tujuan, Muhammadiyah adalah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama
Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. [19] Guna
mencapai maksud dan tujuan tersebut, Muhammadiyah melaksanakan dakwah berupa amal
nahi mungkar dan tajdid yang diwujudkan dalam usaha di segala
bidang, diantaranya:
1.
Bidang
Keagamaan
Inilah bidang sesungguhnya yang menjadi pusat seluruh
kegiatan Muhammadiyah, dasar dan jiwa setiap amalan usaha Muhammadiyah.
Sedangkan bidang-bidang lain merupakan dorongan keagamaan semata-mata karena
baik bidang pendidikan, kemasyarakatan dan lain sebagainya tak dapat dipisahkan
dari jiwa, dasar dan semangat keagamaan.
2.
Bidang
Pendidikan
Pada pendidikan inilah yang menjadi salah satu sebab
didirikannya Muhammadiyah karena lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia sudah
tidak lagi memenuhi kebutuhan dan
tuntutan zaman. Tidak hanya dari segi materi dan metode pengajaran yang tidak
sesuai, bahkan sampai pada sistem pendidikannya pun harus diadakan perombakan
yang mendasar. Maka dari itu, dengan didirikannya sekolah yang tidak lagi
memisahkan-misahkan antara pelajaran yang dianggap agama dan pelajaran yang
digolongkan ilmu umum, pada hakekatnya merupakan usaha yang sangat penting dan
besar. Karena dengan sistem pendidikan tersebut, bangsa Indonesia dididik
menjadi bangsa yang utuh kepribadiannya, artinya tidak terbelah menjadi pribadi
yang berilmu agama saja.
Dalam buku, “Program
Muhammadiyah 2022-2027, Pada Mukhtamar
Muhammadiyah ke-48 Di Surakarta”
disebutkan Muhammadiyah membagi beberapa bidang, diantaranya tingkatan dan
pendidikan kader, yaitu:
a. Bidang
Pendidikan Tinggi
Pada pendidikan tinggi ini, mengemban visi
berkembangnya kualitas dan ciri khas pendidikan tinggi Muhammadiyah yang
unggul, holistic dan bertata kelola, baik yang didukung oleh pengembangan iptek
dan litbang sebagai wujud aktualisasi gerakan dakwah dan tajdid dalam membentuk
manusia yang utuh sebagaimana tujuan pendidikan Muhammadiyah.[20]
b. Bidang
Pendidikan Dasar dan Menengah
Pada bidang ini mengemban visi terwujudnya
transformasi dasar dan menengah berbasis Al Islam dan Kemuhammadiyahan sebagai karakter utama,
holistik dan integratif serta menghasilkan lulusan berkemajuan dengan etos
pembelajar sepanjang hayat yang mampu menjawab kebutuhan zaman dengan tata
kelola pendidikan unggul yang berdaya
saing global dan inklusif. [21]
c. Bidang
Pendidikan Kader
Visi pendidikan kader adalah berkembangnya kualitas
perkaderan yang sistematik dengan memperteguh militansi, kompetensi, dan peran
strategis kader Muhammadiyah sebagai pelaku gerakan yang unggul di tengah
dinamika Persyarikatan, umat, bangsa dan perkembangan global.[22]
3.
Bidang
Tarjih dan Tajdid
Muhammadiyah dalam bidang Tarjih dan Tajdid
mengemban visi terwujudnya lembaga dan kualitas anggota yang mampu melaksanakan
ijtihad dan tajdid pemikiran yang memberikan solusi terhadap
persoalan-persoalan keagamaan di kalangan umat dan bangsa.[23]
4.
Bidang
Tabligh
Pada bidang ini mengembangkan fungsi tabligh dan
meningkatkan kualitas mubaligh dalam penyebaran paham Muhammadiyah dan
pembinaan keagamaan Islam yang holistik dan berkemajuan kepada semua sasaran
dakwah yang berbasis pada spirit tajdid (purifikasi dan dinamisasi) yang
bersifat inklusif, wasathaniyah, inovasi, kolaborasi dan adaptif
disertai kemampuan dan wawasan global. [24]
5.
Bidang
Pembinaan Kesehatan Umum
Muhammadiyah pada bidang ini mengusung visi
berkembangnya fungsi kesehatan Islami yang unggul berbasis Penolong
Kesengsaraan Oemoem (PKO) sebagai salah satu aktualitasi dakwah Muhammadiyah.[25]
6.
Bidang
Ekonomi
Dalam bidang ekonomi, Muhammadiyah memiliki visi
bangkitnya etos kerja dan kreativitas dan usaha eknomi yang berdaya saing dalam
menguatkan kemandirian Muhammadiyah untuk memajukan kehidupan umat dan bangsa. [26]
F.
Muhammadiyah
dan Pendidikan
Salah satu usaha yang dikembangkan oleh Muhammadiyah
dalam bergerak mencapai tujuannya adalah memajukan, memperbaharui pendidikan
pengajaran, kebudayaan dan memperluas ilmu pengetahuan menurut tatanan Islam.
Muhammadiyah telah mengadakan pembaharuan pendidikan agama dengan jalan
modernisasi dalam sistem pendidikan, merubah sistem pendidikan pesantren dengan
sistem pendidikan yang sesuai tuntutan dan kehendak zaman. Usahanya dengan
mendirikan sekolah-sekolah yang khas agama dan bersifat umum, dari mulai taman
kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Upaya yang ditempuh adalah mengajarkan
agama dengan menggunakan metodologi atau cara yang mudah dipahami, dikdaktis
dan pedagogis. Hal ini yang selalu menjadi pemikiran Muhammadiyah.
Menurut Tim Pembina Al Islam dan Kemuhammadiyahan
Universitas Muhammadiyah Malang, dalam bukunya sejarah pemikiran dan amalan
usaha, memberikan informasi mengenai ciri khas pendidikan Muhammadiyah adalah
beridentitas Islam. Dasar pendidikan Muhammadiyah yaitu Islam yang bersumber
pada Al Qur’an dan Hadits.[27]
Adapun tujuan pendidikan Muhammadiyah ialah terwujudnya manusia muslim yang
berakhlak mulia, cakap, percaya diri, berguna bagi masyarakat, agama, bangsa
dan negara. Sehingga sekolah Muhammadiyah diharapkan mencerminkan pendidikan
Islam sebagaimana yang dicita-citakan dengan melaksanakan segenap komponen
pendidikan Islam yang mantap dan terpadu. Guru dan anak didik menghayati dan
mengamalkan cara hidup, cara bergaul, cara belajar dan sebagainya sesuai dengan
tuntunan ajaran Islam, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Tujuan pendidikan tersebut jelas memenuhi
persyaratan individualitas, sosialitas dan moralitas yang merupakan prinsip terpenting
dalam dunia pendidikan Islam. Contohnya, tujuan pendidikan Tinggi Muhammadiyah
sudah diwujudkan secara verbal yaitu sarjana muslim sebagai konsekuensi setiap
Perguruan Tinggi Muhammadiyah harus menjabarkan dalam setiap kegiatan. Maka
dari itu, isi kurikulum Perguruan Tinggi Muhammadiyah harus menunjukan dua hal,
yaitu:
1.
Niat dan arah Islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi
2.
Organisasi/kurikulum mengarah pada integrasi.
Yang dimaksud integrasi adalah keempat kegiatan yang terdiri dari research,
scholarship, training, life harus merupakan kesatuan yang utuh dan tidak
akan sempurna apabila diberlakukan terpisah-pisah. Dengan demikian materi Al
Islam dan Ke-Muhammadiyahan yang masuk pada scholarship dan life,
bukan hanya mata kuliah tambahan saja, melainkan merupakan bagian yang tak
dapat dipisahkan dari kegiatan dan pengalaman yang akan diterima mahasiswa.
Organisasi kurikulum diatas berdasarkan pada asas continuation, sequence
dan integrated.
G.
Perkembangan
Pendidikan Muhammadiyah
Ada dua perkembangan pendidikan Muhammadiyah, yaitu:
1.
Perkembangan
Secara Vertikal
Yang dimaksud perkembangan vertikal adalah
perkembangan dan perluasan gerakan Muhammadiyah ke seluruh penjuru tanah air,
berupa berdirinya wilayah-wilayah di tiap-tiap provinsi. Daerah-daerah disetiap
kabupaten/kotamadya, cabang-cabang di kecamatan dan ranting-ranting di tingkat
kelurahan atau desa. Dari data resmi Pimpinan Muhammadiyah Tahun 2015 tentang
perkembangan Organisasi Muhammadiyah dapat ditunjukan sebagai berikut:
REKAPITULASI JARINGAN KEPEMIMPINAN DAN
STRUKTUR
MUHAMMADIYAH TAHUN 2010-2015 [28]
No. |
Tingkat Struktur/Kepemimpinan |
Jumlah |
1. |
Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) |
33 |
2. |
Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) |
375 |
3. |
Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) |
2648 |
4. |
Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) |
6721 |
2.
Perkembangan
Secara Horizontal
Perkembangan Muhammadiyah secara horizontal adalah
perkembangan dan perluasan amal usaha Muhammadiyah yang meliputi berbagai
bidang. Hal ini dengan pertimbangan karena bertambah luas serta banyaknya
hal-hal yang harus diusahakan oleh Muhammadiyah sesuai dengan maksud dan
tujuan.
Usaha-usaha Muhammadiyah yang menonjol sejak awal
kehadiran di bumi Nusantara ini adalah kegiatan-kegiatan dakwah yang langsung
menyentuh kepentingan nyata masyarakat, misalnya kegiatan di bidang pendidikan.
Dibawah ini, disajikan jumlah amal usaha Muhammadiyah berdasarkan data yang
terhimpun di sekretariat kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada tahun 2004:
POTENSI AMAL USAHA MUHAMMADIYAH [29]
No. |
Jenis Usaha |
Jumlah |
1. |
Taman Kanak-Kanak |
4.623 buah |
2. |
Sekolah Dasar |
2.604 buah |
3. |
Madrasah Tsanawiyah |
1.772 buah |
4. |
Madrasah Aliyah |
1143 buah |
5. |
Sekolah Menengah Pertama
(SMP) |
1.181 buah |
6. |
Sekolah Menengah Umum
(SMU) |
512 buah |
7. |
Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) |
250 buah |
8. |
Pondok Pesantren |
67 buah |
9. |
Mualimin/mualimat |
25 buah |
10. |
Perguruan Tinggi |
172 buah |
11. |
Sekolah Luas Biasa |
71 buah |
12. |
Sekolah Tinggi |
66 buah |
13. |
Akademi |
61 buah |
14. |
Politeknik |
3 buah |
H.
Ketua
Pimpinan Muhammadiyah Dari Zaman KH. Ahmad Dahlan Sampai Dengan Haedar Nashir[30]
No |
Permusyawaratan |
Tempat |
Tahun |
Ketua |
1. |
Rapat Tahun ke-1 |
Yogyakarta |
1912 |
KH. Ahmad Dahlan |
2 |
Rapat tahun ke-2 |
Yogyakarta |
1913 |
KH. Ahmad Dahlan |
3 |
Rapat tahun ke-3 |
Yogyakarta |
1914 |
KH. Ahmad Dahlan |
4 |
Rapat tahun ke-4 |
Yogyakarta |
1915 |
KH. Ahmad Dahlan |
5 |
Rapat tahun ke-5 |
Yogyakarta |
1916 |
KH. Ahmad Dahlan |
6 |
Rapat tahun ke-6 |
Yogyakarta |
1917 |
KH. Ahmad Dahlan |
7 |
Rapat tahun ke-7 |
Yogyakarta |
1918 |
KH. Ahmad Dahlan |
8 |
Rapat tahun ke-8 |
Yogyakarta |
1919 |
KH. Ahmad Dahlan |
9 |
Rapat tahun ke-9 |
Yogyakarta |
1920 |
KH. Ahmad Dahlan |
10 |
Rapat tahun ke-10 |
Yogyakarta |
1921 |
KH. Ahmad Dahlan |
11 |
Rapat tahun ke-11 |
Yogyakarta |
1922 |
KH. Ahmad Dahlan |
12 |
Rapat tahun ke-12 |
Yogyakarta |
1923 |
KH. Ibrahim |
13 |
Rapat tahun ke-13 |
Yogyakarta |
1924 |
KH. Ibrahim |
14 |
Rapat tahun ke-14 |
Yogyakarta |
1925 |
KH. Ibrahim |
15 |
Konggres tahunan ke-15 |
Surabaya |
1926 |
KH. Ibrahim |
16 |
Konggres tahunan ke-16 |
Pekalongan |
1927 |
KH. Ibrahim |
17 |
Konggres tahunan ke-17 |
Yogyakarta |
1928 |
KH. Ibrahim |
18 |
Konggres tahunan ke-18 |
Surabaya |
1929 |
KH. Ibrahim |
19 |
Konggres tahunan ke-19 |
Minangkabau |
1930 |
KH. Ibrahim |
20 |
Konggres tahunan ke-20 |
Yogyakarta |
1931 |
KH. Ibrahim |
21 |
Konggres tahunan ke-21 |
Makasar |
1932 |
KH. Ibrahim |
22 |
Konggres tahunan ke-22 |
Semarang |
1933 |
KH. Ibrahim |
23 |
Konggres tahunan ke-23 |
Yogyakarta |
1934 |
KH. Hisyam |
24 |
Konggres tahunan ke-24 |
Banjarmasin |
1935 |
KH. Hisyam |
25 |
Konggres tahunan ke-25 |
Jakarta |
1936 |
KH. Hisyam |
26 |
Konggres tahunan ke-26 |
Yogyakarta |
1937 |
KH. Mas Mansur |
27 |
Konggres tahunan ke-27 |
Malang |
1938 |
KH. Mas Mansur |
28 |
Konggres tahunan ke-28 |
Medang |
1939 |
KH. Mas Mansur |
29 |
Konggres tahunan ke-29 |
Yogyakarta |
1940 |
KH. Mas Mansur |
30 |
Konggres tahunan ke-30 |
Purwokerto |
1941 |
KH. Mas Mansur |
31 |
Konggres tahunan ke-31 |
Yogyakarta |
1944 |
Ki Bagus Hadikusumo |
32 |
Silaturahmi se-Jawa |
Yogyakarta |
1946 |
Ki Bagus Hadikusumo |
33 |
Muktamar ke-31 |
Yogyakarta |
1950 |
Ki Bagus Hadikusumo |
34 |
Rapat Tahun ke-9 |
Purwokerto |
1953 |
Ki Bagus Hadikusumo |
35 |
Rapat Tahun ke-10 |
Yogyakarta |
1956 |
Buya AR Fachrudin |
36 |
Rapat Tahun ke-11 |
Pelembang |
1959 |
H.M Yunus Anis |
37 |
Rapat Tahun ke-12 |
Jakarta |
1962 |
KH. Badawi |
38 |
Rapat Tahun ke-13 |
Bandung |
1965 |
KH. Badawi |
39 |
Rapat Tahun ke-14 |
Yogyakarta |
1968 |
KH. Fakih Usman |
40 |
Muktamar ke- 38 |
Ujung Pandang |
1971 |
KH. AR. Fachrudin |
41 |
Muktamar ke- 39 |
Padang |
1974 |
KH. AR. Fachrudin |
42 |
Muktamar ke- 40 |
Surabaya |
1978 |
KH. AR. Fachrudin |
43 |
Muktamar ke- 41 |
Surakarta |
1985 |
KH. AR. Fachrudin |
44 |
Muktamar ke- 42 |
Yogyakarta |
1990 |
KH. Azhar Basyir MA |
45 |
Muktamar ke- 43 |
Banda Aceh |
1995 |
Prof. Amin Rais |
46 |
Pleno PP. Muh. Diperluas |
Jakarta |
1998 |
Prof. Syafii Ma’arif |
47 |
Muktamar ke-44 |
Jakarta |
2000 |
Prof. Syafii Ma’arif |
48 |
Muktamar ke-45 |
Malang |
2005 |
Prof. HM. Din Syamsudin |
49 |
Muktamar ke-46 |
Yogyakarta |
2010 |
Prof. HM. Din Syamsudin |
50 |
Muktamar ke-47 |
Makasar |
2015 |
Prof. Haedar Nashir |
Tokoh-tokoh pimpinan Muhammadiyah Tingkat Pusat
berperan penting dalam memajukan dan mengembangkan Persyarikatan Muhammadiyah
sekligus juga ikut andil dalam memajukan bangsa dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, baik sebelum masa kemerdekaan, masa mengisi kemerdekaan sampai era
reformasi sekarang ini. Hadirnya Prof. HM. Din Syamsudin selaku ketua umum dua
periode dari 2005 hingga 2015 dan Prof. Haedar Nasir Ketua Umum PP
Muhammadiyah, periode 2015-2020, telah membawa nuansa baru bagi Muhammadiyah
karena kedua tokoh tersebut memiliki kemampuan intelektual (menguasai Bahasa
Arab, Bahasa Inggris dan banyak relasinya baik di dalam negeri maupun di luar
negeri) sehingga dikenal dikalangan Nasional dan Internasional. Keduanya
mempengaruhi citra dan gerak langkah persyarikatan Muhammadiyah di era
globalisasi karena ketua umum merupakan simbol yang dilihat oleh masyarakat.
I.
Membangun
Kesalehan Digital
Pencapaian kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi akhir-akhir ini, telah memberikan kemudahan dalam berinteraksi
manusia antar wilayah, negara bahkan sampai benua. Tidak hanya urusan
komunikasi tetapi juga sudah merambah kearah urusan-urusan bisnis, politik,
sosial dan budaya sehingga seolah dunia dalam genggaman tangan. Revolusi
industry 4.0 yang ditandai dengan masifikasi Internet of Thing (IoT), Artificial
Intellegence (AI), 3D Printing, bid data, algoritma dan aspek lain
telah menciptkan ruang kehidupan manusia terkoneksi secara virtual. [31]
Dibalik kemudahan itu semua, ternyata ada unsur kemudharatan jika tidak sertai
nilai-nilai keadaban dan etika berkomunikasi yang berasal dari dunia nyata
sebelumnya.
Dampak negatif dari kemajuan era revolusi indutri
4.0 dapat kita saksikan dan rasakan di media-media sosial sehari-hari.
Orang-orang dalam bermedia sosial sudah tidak lagi mengindahkan nilai-nilai
etika dan akhlak, sehingga media sosial kita dikotori oleh hoak, kebencian,
permusuhan, saling mencela, menghina dan saling menghujat dan sebagainya.
Kekohesifan sosial memudar dan manusia menjadi hidup serba instan. Kesantunan,
kearifan dan akhlak yang mulia mengalami peluruhan. Banyak waktu terbuang
sia-sia karena intensitas penggunaan internet dan media sosial yang tidak
semestinya atau overdosis. [32]
Disinilah perlunya peran Muhammadiyah sebagai
lembaga keagamaan memberikan nilai-nilai kesantunan dalam bermedia sosial dan
penggunaan media digital agar terwujud kesalehan digital, adanya panduan akhlak
yang bersumber pada ajaran agama berupa fiqh informasi atau digital. Hal ini sebagaimana diterbitkan Pimpinan
Muhammadiyah, gerakan budaya literasi antara lain dengan menyediakan content
creator ajaran Islam dan nilai-nilai keadaban Islami di dunia digital. Para
pimpinan agama, ulama-intelektual, elit bangsa, tokoh adat, serta institusi-institusi
pendidikan dan sosial keagamaan penting menjadi aktor yang terlibat aktif dalam
mengembangkan keadaban digital sekaligus menjadi uswah hasanah atau
teladan yang baik dalam menggunakan teknologi digital yang massif itu. [33]
Dengan demikian, keharmonisan sosial, kedamaian, kerukunan antar kelompok,
agama, etnis dan golongan serta nilai-nilai kemanusiaan lainnya tetap terjaga.
J.
Konsep
Dasar Berkemajuan
Dalam Buku Risalah Islam Berkemjuan disebutkan bahwa
Muhammadiyah adalah gerakan dakwah yang membawa misi Islam Berkemajuan yang
sesuai dengan ajaran Islam itu sendiri. Apabila dipahami dan diamalkan dengan
benar, Islam akan melahirkan umat yang unggul dan peradaban yang maju. Islam
berasal dari akar kata yang menandung makna naik atau maju, sehingga Islam
adalah sesungguhnya agama yang mempertinggi, serta menaungi keterbelakangan,
kemiskinan, kebodohan dan kemrosotan moral. [34]
Muhammadiyah sebagai ormas yang berpengaruh di
Indoensia memiliki ciri khas atau membawa misi Islam berkemajuan dengan tajdid
(pembaharuan). Hal ini karena dalam menjalankan ajaran agama, Umat Islam harus
menjawab dinamika dan tantangan baru yang belum pernah muncul pada masa-masa
sebelumnya.[35]
Jadi, tajdid, disini berfungsi memberikan solusi bagi persoalan yang
tengah dihadapi bangsa dan umat Islam khususnya sekaligus juga melahirkan
gagasan-gagasan baru yang selaras dengan kemajuan era industry 4.0.
Lebih lanjut, dalam buku
tersebut dijelaskan konsep-konsep dasar yang berorientasi kemajuan untuk
dipahami bersama agar Muhammadiyah tetap berada dalam koridor kemajuan,
diantaranya sebagai berikut:
1.
Karakteristik
Islam Berkemajuan
Dalam menjalankan misi untuk mencapai cita-cita
kejayaan Islam yang membawa kemashlahatan umat manusia, Muhammadiyah merumuskan
beberapa ciri Islam Berkemajuan (al-Islam al-Taqadummi), karena Islam
menjadi kekuatan pendorong bagi kemajuan manusia. Muhammadiyah sendiri
mengembangkan cara pandang yang berkemajuan atas Islam yang dirumuskan dalam
karakteristik lima (al-Khasna’ishu al-Khamsu),[36]
yaitu:
a.
Berlandaskan
Pada Tauhid (al-Mabani ‘ala al-Tauhid)
Tauhid merupakan keyakinan bahwa semua manusia pada
hakekatnya adalah satu makhluk yang mulia dan karena itu, harus dimuliakan dan
dicerahkan. Tauhid yang murni memiliki makna pembebasan manusia dari belenggu
ketidakadilan dan penghisaban antar manusia. Artinya bertauhid berjuang untuk
menyemaikan benih-benih kebenaran dan kebaikan seperti perdamaian,
kemashalahatan dan kesejahteraan. Selain itu, tauhid akan membawa kepad sikap
kritis saat melihat ketimpangan ketidakwajaran dan ketidakadilan dalam
masyarakat, sebuah perwujudan dari kemurnian aqidah.[37]
b.
Berlandaskan
pada Al Qur’an As Sunnah (al-Ruju’ ‘ila al Qur’an wa al-Sunnah)
Dalam memahami al-Qur’an dan as-Sunnah, diperlukan
pemahaman terhadap teks, pemikiran yang maju dan ilmu pengetahuan yang
digunakan akan semakin kaya makna yang dapat diambil dari dua sumber tersebut.
Dimana, al-Qur’an dan as-Sunnah menjajarkan kebenaran (al-haqq) dan juga
kebajikan (al-birr) sehingga setiap persoalan perlu dilihat dari sudut
pandang benar atau salah, juga sisi baik dan buruk. [38]
c.
Menghidupakan
Ijtihad dan Tajdid (ihya’ al-Ijtihad wa al-Tajdid)
Ijtihad (mengerahkan pikiran) merupakan
sungguh-sungguh untuk memahami atau memaknai al-Qur’an dan al-Sunnah.
Implementasi dalam Islam berkemajuan adalah menghidupkan ijtihad melalui
pemanfaatan akal dan ilmu pengetahuan yang dilakukan secara terus-menerus agar
melahirkan pemahaman yang sesuai dengan tujuan agama dan dengan problem-problem
yang dihadapi oleh umat manusia. [39]
Sementara Tajdid adalah upaya dalam
mewujudkan cita-cita kemajuan dalam semua segi kehidupan, seperti pemikiran,
politik, sosial, pendidikan kebudayaan. Tajdid, diperlukan karena pemahaman
agama selalu menghadapi tantangan zaman dan situasi masyarakat yang terus
berubah.[40]
Dua hal ini yang perlu dipadukan dalam rangka mencapai kemajuan bangsa dan umat
Islam secara khusus.
d.
Mengembangkan
Wassthiyah (Tummiyat al-Wasathiyah)
Al-Qur’an menyatakan bahwa umat Islam adalah ummatan
wasathan (umat pertengahan) yang mengandung makna unggul dan tegak. Artinya
Islam sendiri seungguhnya adalah agama wasathiyah (tengahan) yang
menolak ekstremisme dalam beragama baik dalam bentuk sikap berlebihan (ghuluw) maupun sikap
pengabaian (tafrith).[41] Dengan
sikap ini, kerukunan sesama umat Islam dan agama lain serta keutuhan bangsa
tetap terjaga. Adapun sikap wasathiyah
diwujudkan dalam bentuk sikap sebagai berikut:
1)
Tegas dalam pendirian
2)
Menghargai perbedaan pandangan atau pendapat
3)
Menolak pengkafiran terhadap sesama muslim
4)
Memajukan dan menggembirakan masyarakat
5)
Memahami dan realitas dan prioritas
6)
Menghindari fanatisme berlebihan terhadap kelompok atau paham keagamaan
tertentu.
7)
Memudahkan pelaksanaan ajaran agama.[42]
e.
Mewujudkan
Rahmat bagi Seluruh Alam (Tahqiq al-Rahman li-‘Alamin)
Islam adalah rahmat bagi semesta alam, karena itu,
setiap muslim berkewajiban untuk mewujudkan kerahmatan itu dalm kehidupan
nyata. Ditengah-tengah maraknya pertentangan dan permusuhan di dunia ini, Islam
harus dihadirkan sebagai pendorong bagi terciptanya perdamaian dan kerukunan
dan ditengah-tengah situasi ketidakadilan, maka ia harus ditampilkan sebagai
agama yang mewujudkan keadilan dan menghilangkan kedzaliman. [43]
2.
Manhaj
Islam Berkemajuan
Sebuah manhaj (cara) diperlukan untuk memahami dan
memaknai ajaran agama dan mengembangkan pemikiran keagamaan secara benar.
Manhaj Islam berkemajuan (al-Islam al-Taqadummi) ini digunakan agar
pemahaman dan pemaknaan atas nash dan pengembangan pemikiran yang diperoleh
dari al-Qur’an dan al-Sunnah dapat dipertanggungjawabkan atas prinsip-prinsip
agama dan akal pikiran.[44]
Manhaj Islam berkemajuan dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Sumber Ajaran
Islam
Al-Qur’an dan al-Sunnah merupakan sumber ajaran yang utama dalam
agama Islam. Penggalian terhadap makna dari sumber itu dilakukan dengan
menfaatkan akal, warisan intelektual dan ilmu pengetahuan tanpa terikat pada
mazhab tertentu dari sekian banyak mazhab atau pendapat yang telah berkembang.[45] Ini
artinya adanya pemahaman baru yang selaras dengan kebutuhan umat dan tidak
bertentangan dengan nash-nash yang lainnya.
b. Dimensi Ajaran
Islam
Islam adalah agama yang berkaitan dengan seluruh
segi dan aspek kehidupan manusia. Namun secara garis ajaran Islam terdiri dari
tiga dimensi yaitu:
1) Aqidah menyangkut keyakinan dasar agama yang wajib
dipercayai dalam Islam yang bersumber dari wahyu dan karena itu, terbebas dari
syirik, takhayul dan khurafat.
2) Ibadah adalah perwujudan dari ketertundukan seorang muslim terhadap Allah dan harus
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan al-Qur’an atau as-Sunnah dan bersih dari
bid’ah.
3) Muamalah duniawiyah berkaitan dengan ketentuan
bagaimana mengelola dunia ini dengan sebaik-baiknya dan menggerakan kehidupan
masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip agama. [46]
c. Tiga Pendekatan
Masih dalam buku, “Risalah Islam Berkemajuan” dalam
memahami agama, digunakan tiga pendekatan yakni:
1) Bayani (menggunakan teks), yaitu memahani agama yang
didasarkan atas petunjuk teks atau
bahasa dari al-Qur’an dan al-Sunnah serta merupakan pendekatan yang paling
dasar dalam memahami agama. Rujukan pertama berasal dari wahyu, dan kemudian
akal menghubungkan persoalan baru dengan ketentuan yang sudah ditetapkan oleh
teks-teks keagamaan.
2) Pendekatan Burhani (menggunakan akal), yaitu suatu
pendekatan yang menggunakan rasio, argumen, penelitian ilmiah, ilmu pengetahuan
dan menghubungkannya dengan persoalan baru yang belum dijelaskan dalam
al-Qur’an dan al-Sunnah.
3) Pendekatan Irfani (menggunakan hati), yaitu suatu
pendekatan memahami ajaran agama yang lebih menekankan kedalam spiritual,
kepekaan nurani, serta ketajaman intuisi dan cita kearifan. Dalam tradisi
Islam, pengalaman batin disebut dzauk (rasa), bashirah (mata
batin), wijdan (gerak batin) dan sirr (rahasia).[47]
d. Ijtihad Berkelanjutan
Berijtihad adalah sebuah keharusan karena peristiwa-peristiwa baru dalam kehidupan
manusia senantiasa berkembang yang sebagiannya tidak memiliki preseden dalam
sejarah Islam. Sementara pada saat yang sama, teks-teks keagamaan telah
berhenti dengan wafatnya Nabi Muhammad SAW.[48] Dengan berbekal hasil ijtihad para ulama pada
masa lalu dalam konteks ruang dan waktu tertentu, maka sekarang ini melanjutkan
atau menghidupkan lagi ijtihad sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan
ilmu pengetahuan (ayat kauniyah) yang semakin maju dalam segala bidang.
e. Akal dan Ilmu
Pengetahuan
Penggunaan akal secara maksimal telah melahirkan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang berperan penting dalam mengantarkan hidup
yang berkemajuan. Sejalan dengan itu, ilmu pengetahuan dan agama tidak perlu
dipertentangkan, sebaliknya beragama yang tidak melibatkan ilmu pengetahuan
maka akan menjadi keberagamaan yang terbelakang. [49]
f. Mazhab Keagamaan
Dalam perjalan kehidupan umat Islam, telah lahir
berbagai mazhab yang merupakan hasil ijtihad para ulama untuk memahami ajaran
Islam, khususnya dalam bidang fiqih, akidah dan tasawuf. Sejalan dengan sikap
yang tidak terikat pada mazhab tertentu ini, dalam bidang tasawuf telah
dibangun pandangan tersendiri yaitu bentuk tasawuf berkemajuan yang berupa akhlaq
(moral), ihsani (etos) dan ijtima’i (sosial). [50]
g. Kemuliaan
Manusia
Islam adalah agama yang memuliakan manusia dan oleh
karena itu, memahami ajaran agama haruslah diletakkan pada prinsip meninggikan
derajat, martabat dan marwah manusia. Ajaran agama yang memuliakan manusia
dengan menganggap penting pengetahuan, akhlak mulia, kesejahteraan, keadilan,
kedamaian dan penghargaan terhadap kemanusiaan. [51]
K.
Gerakan
Muhammadiyah dalam Islam Berkemajuan
Dalam buku,
“Risalah Islam Berkemjuan” dijelaskan Muhammadiyah yang membawa umat Islam menuju kemajuan
dengan ruang lingkup pergerakan yang luas. Hampir seluruh aspek kehidupan
manusia akan dipikirkan oleh organisasi Islam Muhammadiyah ini. Muhammadiyah
dengan mengusung konsep Islam berkemajuan menempuh gerakan-gerakan sebagai
berikut:
1. Gerakan Dakwah
Misi utama agama Islam adalah dakwah yang
membebaskan manusia dari zaman kedzaliman pada awal Islam diturunkan menuju
situasi dan kondisi yang penuh disinari dengan kebenaran, ini sebagaimana
ditegaskan dalam al-Qur’an sebagai berikut:
الٓرۚ ڪِتَـٰبٌ
أَنزَلۡنَـٰهُ إِلَيۡكَ لِتُخۡرِجَ ٱلنَّاسَ مِنَ ٱلظُّلُمَـٰتِ إِلَى ٱلنُّورِ
بِإِذۡنِ رَبِّهِمۡ إِلَىٰ صِرَٲطِ ٱلۡعَزِيزِ
ٱلۡحَمِيدِ (إبراهیم: ١)
Artinya : Alif
Lām Rā. (Ini adalah) Kitab (Al-Qur’an) yang Kami turunkan kepadamu (Nabi
Muhammad) agar engkau mengeluarkan manusia dari berbagai kegelapan pada cahaya
(terang-benderang) dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang
Mahaperkasa lagi Maha Terpuji. (QS. Ibrahim:1)
Dari ayat ini, dapat dipahami bahwa
umat Islam memiliki kewajiban menyampaikan misi dakwah sepanjang masa
perjalanan umat manusia guna membebaskan manusia dari segala bentuk kedzaliman,
ketidakadilan, kewenang-wenangan, keterbelakangan, kebodohan, kejahatan dan
lain sebagainya.[52]
Setelah berhasil menyelesaikan dan melepaskan diri dari belenggu kemungkaran
itu, langkah selanjutnya yaitu membangun kehidupan manusia yang maju
berdasarkan prinsip-prinsip agama:
a. Mandat Manusia
Allah
SWT telah memberikan mandat dakwah kepada manusia dalam usaha menjadi hamba (‘abd)
yang taat dan khalifah (wakil) dimuka bumi ini, guna mengelola alam
serta berusaha melestarikan lingkungan yang banyak menampung banyak makhluk.[53]
Dunia ini ibaratnya yang ladang luas bagi manusia untuk melaksanakan mandat
tersebut dengan dakwah dan perjuangan tanpa henti dalam rangka mewujudkan
kehidupan yang maju dan beradab berdasarkan nilai-nilai agama.
b. Dakwah, Amar Ma’ruf, Nahi Mungkar
Sebenarnya
dakwah merupakan sebuah upaya memberikan pencerahan dengan memberikan solusi hidup
bagi problemetika umat manusia yang mengalami kegersangan spiritual dan
kekurangan dalam hal material. Dakwah yang bersifat pencerahan dalam praktiknya
dilakukan dalam bentuk ajakan kepada kebajikan (al-da’wah ila khayr,
bentuk dorongan untuk melaksanakan amal kebaikan (al-amr bi al-ma’ruf)
dan bentuk pencegahan kemungkaran (al-nahy ‘an al-munkar)..[54]
c. Dakwah Berbasis Budaya
Ketika
melakukan aktivitas dakwah harus senantiasa memperhatikan kondisi objek dakwa
atau masyarakat setempat, terutama budayanya, makanya Muhammadiyah menempuh
jalan dakwah berbasis budaya untuk menjawab tantangan zaman dan memberikan
apresiasi terhadap budaya yang berkembang serta menerima dan menciptakan baru
yang lebih baik sesuai dengan pesan Islam sebagai rahmatan li al-‘alamin.[55]
d. Dakwah di Tengah Keragaman
Realitas kehidupan sosial banyak
menemukan keragaman, mulai beragaman pemahaman keagamaan, ras, suku bangsa,
adat istiadat hingga bahasa dalam suatu kemajemukan. Keragaman tersebut
membutuhkan pengelolaan yang positif agar tidak menjadi sumber pertentangan
yang berkepanjangan.[56]
Adalah kewajiban berdakwah umat Islam untuk memberikan pencerahan dengan
pendekatan keragaman karena Islam sendiri sangat menjunjung tinggi sikap saling
menghargai perbedaan dan hal ini telah menjadi sunnatullah yang tak dapat
teralakan. Oleh karena itu, Muhammadiyah terus merajut keberagaman tersebut
secara positif dan bijaksana serta mengajak pemeluk semua agama yang hidup di
Indonesia untuk mengajarkan perdamaian, keadilan, persamaan dan penghargaan
terhadapi semua manusia.[57]
e. Hubungan Antarumat Beragama
Dakwah
Islam menghadapi realitas keragaman keagamaan yang berbeda-beda, semenjak zaman
Nabi Muhammad sampai sekarang. “Sikap al-Qur’an terhadap keragaman agama
ditegaskan dengan pernyataan “lakum dinikum waliyaddin” (QS. al-Kafirun:
6) yang menunjukkan pengakuan adanya agama-agama selain Islam.” Kendati
demikian, bukan berarti Allah akan menjadikan semua manusia menganut agama
tertentu atau Islam. [58]
f. Kerja Sama dalam Kebajikan dan Taqwa
Ketika
dakwah menjadi suatu aktivitas keagamaan sudah barang tentu, tidak dapat
lakukan secara individual, melainkan harus saling kerja sama satu sama lain
guna mewujudkan tercapainya tujuan dakwah yaitu terciptanya suasana kebajikan
dan ketaqwaan. Kerjasama ini bisa dikembangkan pada usaha-usaha memperbaiki
keyakinan, peribadatan, akhlak dan muamalah atau pengelolaan kehidupan bersama.[59]
2. Gerakan Tajdid
Gerakan tajdid diwujudkan dalam usaha
terus-menerus mengkaji ajaran Islam, mengembangkan pemahaman dan pemikiran
serta melakukan purifikasi akidah dan dinamisasi muamalah dengan merujuk kepada
al-Qur’an dan al-Sunnah. Sementara pelaksanaan tajdid dilakukan dengan
mentranformasi pemikiran-pemikiran maju ke dalam bentuk lembaga, misalnya
Majelis Tarjih dan Tajdid dengan memproduksi fatwa-fatwa dan mengembangkan
pemikiran-pemikiran keagamaan dalam arti luas.[60]
3. Gerakan Ilmu
Al-Qur’an
sendiri telah meninggikan derajat dan memberikan penghargaan atau apresiasi
kepada orang-orang berilmu dari pada mereka yang tidak berilmu (QS. al-Zumar:
9). Gerakkan ilmu Muhammadiyah diwujudkan dalam bentuk pengembangan
lembaga-lembaga pendidikan, dari prasekolah, sampai pendidikan tinggi,
forum-forum pencerahan, pusat-pusat riset, inovasi, serta pertemuan-pertemuan untuk mempercepat peningkatan capaian
ilmiah.[61]
4. Gerakan Amal
Islam adalah agama yang lebih mementingkan amal
sebagai manifestasi dari iman yang
berorientasi pada pemecahan problematika kehidupan yang disalurkan dalam bentuk
lembaga-lembaga zakat, infak dan shadaqah. Dengan begitu, amal saleh tidak lagi
dilakukan secara individual, tetapi melalui organisasi Muhamadiyah dengan
dukungan sumber daya manusia yang handal dan amanah. [62]
L.
Penutup
dan Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, dapat dikemukakan
poin-poin penting dalam artikel ini, diantaranya sebagai berikut:
1.
KH. Ahmad Dahlan adalah seorang ulama yang memiliki komitmen dan
cita-cita kemajuan bangsa, khususnya Umat Islam dalam wadah Negara Kestuan
Republik Indonesia (NKRI) sebagai perwujudan Islam ramatan li al-‘alamin.
2.
Komitmen dan cita-cita KH. Ahmad Dahlan tersebut, berdasarkan adanya
masalah dan tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia dan umat Islam saat itu.
Solusinya dengan mendirikan sekolah yang mengajarkan ilmu-ilmu umum dan agama
Islam sebagai terobosan sekaligus jalan
keluar menjadi bagian kecerdasan sosok ulama KH. Ahmad Dahlan.
3.
KH. Ahmad Dahlan dalam bidang dakwah mengupayakan dakwah bi al-hal,
yaitu dakwah yang menekankan pada perbuatan atau menciptakan program-program
yang menyentuh langsung perbaikan kehidupan keagamaan dalam arti
seluas-luasnya.
4.
Maksud dan Tujuan pendirian Muhammadiyah adalah menegakkan dan menjunjung
tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Guna mencapai maksud dan tujuan tersebut, Muhammadiyah melaksanakan da’wah
berupa amal nahi mungkar dan tajdid yang diwujudkan dalam usaha
di segala bidang, diantaranya bidang keagamaan, bidang pendidikan, bidang
tarjih dan tajdid, bidang ekonomi, bidang hukum, bidang tabligh dan lain
sebagainya.
5.
Kemajuan pesat amal usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan hingga kini,
membuktikan bahwa Muhammadiyah memberikan sumbangan yang sangat besar dalam
ikut mendorong mencerdaskan masyarakat dan Bangsa Indonesia.
6.
Muhammadiyah telah banyak mendirikan lembaga pendidikan dari mulai prasekolah,
pendidikan dasar, pendidikan menengah hingga perguruan tinggi bahkan mendirikan
pondok pesantren.
7.
Dalam era kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang ditandai
Revolusi industry 4.0, masifikasi Internet of Thing (IoT), Artificial
Intellegence (AI), 3D Printing, bid data, Muhammadiyah memberikan
kontribusi berupa nilai-nilai dan panduan moral dalam mengarungi dunia digital
sehingga kesalehan seorang muslim tetap terjaga dalam dunia virtual.
8.
Konsep dasar Islam berkemajuan adalah tajdid (pembaharuan) yang
berfungsi memberikan penyeselesaian persoalan dan melahirkan gagasan-gagasan
baru yang memajukan kehidupan.
9.
Ada beberapa karakteristik Islam berkemajuan diantaranya Tauhid (al-Mabani
‘ala al-Tauhid), berlandaskan pada al-Qur’an as-Sunnah (al-Ruju’ ‘ila al
Qur’an wa al-Sunnah), menghidupakan Ijtihad dan Tajdid (ihya’
al-Ijtihad wa al-Tajdid), mengembangkan Wasathiyah (Tummiyat
al-Wasathiyah), dan mewujudkan rahmat bagi seluruh Alam (Tahqiq
al-Rahman li-‘Alamin).
10.
Islam Berkemajuan ditempuh bersumber pada ajaran Islam yang meliputi
akidah, ibadah, mu’malah, tiga pendekatan (bayani, burhani dan irfani), ijtihad berkelanjutan, akal dan ilmu
pengetahuan, mazhab keagamaan dan kemuliaan manusia
11.
Adapun gerakan Islam berkemajuan berupa gerakan dakwah, gerakan tajdid,
gerakan ilmu dan gerakan amal.
Daftar Pustaka
Asyrofi,
Yusron, 2005, Kyai Ahmad Dahlan
Pemikiran dan Kepemimpinannya, Yogyakarta: Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Basyir, Abu
Umar, 2002, Nurus Sunnah Wa Zhulumatul Bid’ah Fi Au’il Kitab Wa Sunnah
(Mengupas Sunnah, Membedah Bid’ah),
Jakarta, Darul, Haq.
Departemen
Penerangan RI, Siaran, 1962, No.
Stc.AI/95-62, Tanggal 1 Desember 1962
Salam,
Solichin, 1962, Kyai Achmad Dachlan, Tjita-tjita dan Perjoeangannja,
Jakarta
Geertz,
Clifford, 1960, The Relegion of Java, Chicago,
The University Of Chicago
Press
https://uad.ac.id/id/muhammadiyah-membangun-masyarakat-islam-yang-sebenarnya/
https://dikdasmenppmuhammadiyah.org/sejarah/
http://eprints.umg.ac.id/4435/3/BAB%202.pdf
Https://www.coursehero.com/file/90619032/03-data-amal-usaha-muh-se-indonesiappt/
Https://www.academia.edu/10917024/organisasi_dan_amal_usaha_muhammadiyah
https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_Ketua_Umum_Pimpinan_Pusat_Muhammadiyah
Jainuri, Achmad,
2002, Ideologi Kaum Reformis, Melacak Pandangan Keagamaan
Muhammadyah
Periode Awal, Surabaya, LPAM.
Kamal
Pasha, H. Musthafa, dkk, 2003,
Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam : (dalam perspektif historis dan ideologis),
(Yogyakarta : Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LIPI)
Lubis,
Arbiah, 1993, Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh: Suatu Studi
Perbandingan, Jakarta, Bulan Bintang.
Mulkhan,
Abdul Munir, 2005, Etika Welas Asih dan Reformasi Soaial Budaya Kyai Ahmad
Dahlan, Jakarta, Bentara, Kompas.
Ma’luf, Louis,
1986, Munjid fi al-Lughah wa
al-A’lam, Beirut: Dar al Mashriq
Majelis
Pimpinan Muhammadiyah pada Mukhtamar Muhammadiyah ke-48, Laporan, 2022
Surakarta, Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Mulkhan,
Abdul Munir, 2005, Etika Welas Asih dan Reformasi Soaial Budaya Kyai Ahmad
Dahlan, Jakarta, Bentara, Kompas.
Muhammadiyah
2022-2027, Program, 2022, Pada Mukhtamar Muhammadiyah ke-48, Surakarta, Pimpnan
Pusat Muhammadiyah
Nashir,
Haedar, dkk, 2018, Percik Pemikiran untuk indonesia berkemajuan Tokoh
Muhammadiyah, Yogyakarta, Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat
Muhammadiyah, Gramasurya
Pimpinan
Pusat Muhammadiyah, 2005, AD dan ART Muhammadiyah, Hasil Muktamar Muhammadiyah
ke 45, Malang, Bab I pasal 2, dan Bab II pasal 4.
Presiden
(KEPPRES), Nomor 657, Keputusan, 1961, Tentang Penetapan Dr. Sutomo, KH. Achmad
Dahlan, KH. Agus Salim Sebagai Pahlawan-Pahlawan Kemerdekaan Nasional
Pusat
Muhammadiyah, Pimpinan, 2005, AD dan
ART Muhammadiyah, Hasil Muktamar Muhammadiyah ke 45, Malang, Bab I pasal 2, dan Bab II pasal 4.
Pusat
Muhammadiyah, Pimpinan, 2022, Muhammadiyah
dan Isu-Isu Strategis Keumatan, Kebangsaan dan Kemanusiaan Universal, Pada
Mukhtamar Muhammadiyah ke-48, Surakarta
Pusat
Muhammadiyah, Pimpinan, 2022 Risalah Islam Berkemajuan, Pada Mukhtamar
ke-48, Surakarta
Safwan,
dan Kutojo , 1991, K.H. Ahmad Dahlan : Riwayat Hidup dan Perjuangannya, Bandung
Angkasa
Yeyen, Subandi, 2018, Jurnal Resolusi Vol. 1
No. 1
[1] Yeyen
Subandi, dalam Jurnal Resolusi Vol. 1 No. 1 Juni 2018
[2] Arbiah
Lubis, Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh: Suatu Studi Perbandingan
(Jakarta: Bulan Bintang, 1993), 102.
[3]Dr. H. Haedar Nashir,
M.Si., dkk, Percik Pemikiran untuk indonesia berkemajuan Tokoh Muhammadiyah,
(Yogyajarta :Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah,
Gramasurya: 2018), hal. 16
[4] Mengenai
pribadi Ahmad Dahlan ini, Presiden RI pertama: Soekarno sebagai orang yang
pernah nginthil (menjadi santri) kepada Ahmad Dahlan sejak usia 15 tahun (lihat
Siaran Departemen Penerangan RI, no. Stc.AI/95-62, tanggal 1 Desember 1962),
dan secara resmi menjadi anggota Muhammadiyah tahun 1938 menyatakan: Kita
mengenal Ahmad Dahlan, tidak sekadar sebagai seorang pendiri dan Bapak
Muhammadiyah saja, akan tetapi beliau adalah seorang perintis Keerdekaan dan
Reformer Islam di Indonesia. Ahmad Dahlan adalah manusia amal, manusia yang
sepi ing pamrih, tapi rame ing gawe, manusia yang berjiwa besar, yang dadanya
penuh dengan cita-cita luhur, penuh dengan semangat berjuang dan berkorban
untuk kemuliaan Agama. Selanjutnya lihat dalam Solichin Salam: Kyai Achmad
Dachlan, Tjita-tjita dan Perjoeangannja, Jakarta, 1962. bandingkan juga dalam
buku Soekarno dan Muhammadiyah (Jakarta: al-Wasat, 2009).
[5] https://uad.ac.id/id/muhammadiyah-membangun-masyarakat-islam-yang-sebenarnya/
[6] Clifford
Geertz, The Relegion of Java (Chicago: The University Of Chicago Press,
1960), 5. Peneliti dari Amerika yang meneliti di sebuah desa (Mojokuto) Kediri,
Jawa Timur ini menemukan tiga varian sikap keberagamaan umat Islam di Jawa
(Indonesia), bahwa kelompok Abangn adalah kelompok mayoritas yang kehidupannya
sangat tergantung pada ekonomi. Kelompok Priyayi adalah kelompok pegawai
pemerintahan yang hidupnya sudah terjamin karena mendapat gaji dari pemerintah
colonial Belanda. Kelomok Santri yakni kelompok yang hidupnya ada di sekitar
Kyai atau ulama. Menurut Geertz, yang paling dikhawatirkan adalah apabila
kelompok abangan membantu kelompok santri menentang Belanda, maka yang akan
terjadi Belanda akan menjadi repot. Itulah sebabnya Geertz memberi saran kepada
Belanda untuk mengupayakan agar kelompok abangan tidak membantu (sejalan)
dengan kelompok santri, dengan cara membuat suatu persaingan tidak sehat antara
kelompok santri dengan kelompok priyayi. Dalam pandangan Geertz kelompok
priyayi pasti akan menjadi pemenang karena ada dukungan dari Belanda, juga akan
memperoleh dukungan dari kelompok abangan karena kelompok priyayi dapat memberi
janji-janji ekonomi kepada kelompok abangan yang memang mereka butuhkan.
[7] Abu
Umar Basyir, Nurus Sunnah Wa Zhulumatul Bid’ah Fi Au’il Kitab Wa Sunnah
(Mengupas Sunnah, Membedah Bid’ah), (Jakarta, Darul Haq, 2002), hal. 10
[8] Yusron
Asyrofi, Kyai Ahmad Dahlan Pemikiran dan Kepemimpinannya (Yogyakarta,
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2005) 27-40
[9] H. Musthafa Kamal Pasha, dkk, Muhammadiyah
sebagai Gerakan Islam : (dalam perspektif historis dan ideologis),
(Yogyakarta : Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LIPI), 2003
[10] Louis
Ma’luf . Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam. Beirut: Dar al Mashriq, 1986,: م . ketika menjelaskan tentang nisbah ini Louis Ma’luf tidak
menjelaskan adanya ya’ nisbah dalam bentuk “Yah” ( يــة
,( lebih lanjut Louis ma’luf menulis :
النـسـبـة هـي الحـاق أخـر الإسـم ياء مشـدّدة
للـدلالـة عـلى نـسـبة شـئ إلـيـه, وحـكـمـهـا ان يـكـسّـر مـا قـبـل الـيـاء
للمـنـاسـبـة
Ketentuan terebut berlaku untuk beberapa jenis
munasabah/nisbah :
الإسـم المخـتوم بـألف مقصـورة
الأسم المخـتـوم بـألف التـأنـيـث الممـدودة
الإسم المنـقوص
االنـسبة إلى وزن فـعـيل
االنسـبة إلى وزن فعـيـلة
االنـسـبة إلى الإسـم المخـتوم بـواو
االنـسـبة إلى الإسـم المخـتـوم بـياء مـشـدّدة
Meskipun demikian, semua
referensi resmi dari Muhammadiah menyatakan bahwa yah tersebut adalah nisbah
kepada Nabi Muhammad SAW. sedangkan . Najih Achyad dalam bukunya Ta’t}irat
Kitab al-Tawhid Shekh Muhammad Ibn Abd al Wahhab fi al-H}arakah al-Islamiyah
al-Is}lahiyh fi Indonesia, menegaskan bahwa yah pada kata Muhammadiyah tersebut
bukan nisbah kepada Nabi Muhamad SAW, tetapi adalah nisbah kepada Syekh
Muhammad ibn Abd al Wahab.
[11] Pimpinan Pusat Muhammadiyah, AD dan ART Muhammadiyah,
Hasil Muktamar Muhammadiyah ke 45 (Malang: 2005), Bab I pasal 2, dan Bab II
pasal 4.
[12] Laporan Majelis
Pimpinan Muhammadiyah pada Mukhtamar Muhammadiyah ke-48 (Surakarta:
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2022), Hal.1
[13] Abdul Munir Mulkhan, Etika Welas Asih dan
Reformasi Soaial Budaya Kyai Ahmad Dahlan (Jakarta: Bentara, Kompas, 2005),
3.
[14] Kutojo dan Safwan, K.H. Ahmad Dahlan : Riwayat Hidup
dan Perjuangannya (Bandung : Angkasa, 1991)
[15]
https://dikdasmenppmuhammadiyah.org/sejarah/
[16] Achmad Jainuri,
Ideologi Kaum Reformis, Melacak Pandangan Keagamaan Muhammadyah Periode Awal
(Surabaya: LPAM, 2002), 195-200.
[17]
http://eprints.umg.ac.id/4435/3/BAB%202.pdf
[18] Keputusan
Presiden (KEPPRES), Nomor 657 Tahun 1961, tentang Penetapan Dr. Sutomo, KH.
Achmad Dahlan, KH. Agus Salim Sebagai Pahlawan-Pahlawan Kemerdekaan Nasional
[19] Pimpinan Pusat
Muhammadiyah, AD dan ART Muhammadiyah, Hasil Muktamar Muhammadiyah ke 45
(Malang: 2005), Bab I pasal 2, dan Bab II pasal 4.
[20] Program
Muhammadiyah 2022-2027, Pada Mukhtamar Muhammadiyah ke-48 (Surakarta: Pimpnan
Pusat Muhammadiyah, 2022)
[21] Ibid,
hal.
29
[22] Ibid,
hal.
30
[23] Ibid,
hal
25
[24] Ibid. Hal. 26
[25] Ibid,
Hal.
29
[26] Ibid.
hal.
34.
[27] Tim Pembina Al Islam dan Kemuhammadiyahan
Universitas Muhammadiyah Malang, Muhammadiyah Sejarah, Pemikiran Dan
Amal Usaha, (Malang: Pusat Dokumentasi dan Publikasi UMM – Malang, 1990)
[28]
https://www.coursehero.com/file/90619032/03-data-amal-usaha-muh-se-indonesiappt/
[29]
https://www.academia.edu/10917024/organisasi_dan_amal_usaha_muhammadiyah
[30]
https://id.wikipedia.org/wiki/daftar_ketua_umum_pimpinan_pusat_muhammadiyah
[31] Pimpinan
Pusat Muhammadiyah, Muhammadiyah dan Isu-Isu Strategis Keumatan, Kebangsaan
dan Kemanusiaan Universal, (Pada Mukhtamar Muhammadiyah ke-48 Di Surakarta)
2022, hal. 3
[32] Ibid, hal. 3
[33] Ibid, hal. 3
[34] Pimpinan
Muhammadiyah, Risalah Islam Berkemajuan (Surakarta : Pada Mukhtamar
ke-48), 2022, hal.5
[35] Ibid,
hal.
5
[36] Ibid. hal. 7
[37] Ibid, hal.7.
[38] Ibid, hal. 8
[39] Ibid, hal. 9.
[40] Ibid, hal. 9.
[41] Ibid, hal. 10.
[42] Ibid, hal. 10.
[43] Ibid, hal. 11
[44] Ibid, hal 11.
[45] Ibid, hal. 12.
[46] Ibid, hal. 13
[47] Ibid, hal. 15
[48] Ibid, hal. 15
[49] Ibid, hal. 15
[50] Ibid, hal 17.
[51] Ibid, hal. 22
[52] Ibid, hal. 24
[53] Ibid, hal. 24.
[54] Ibid, hal. 26
[55] Ibid, hal. 26
[56] Ibid, hal. 26
[57] Ibid, hal. 26
[58] Ibid, hal. 30
[59] Ibid, hal. 31
[60] Ibid, hal. 33
[61] Ibid, hal. 33
[62] Ibid, hal.35
Komentar
Posting Komentar