DRAMA SIMBOLIK SANGKAN PARARANING DUMADI (Bagian 1)
DRAMA SIMBOLIK SANGKAN PARARANING DUMADI (Bagian 1)
Kasdikin, M. HI
(Kepala KUA Kecamatan Rengel; Alumni Ponpes Raudlotul Ilmiyah, Kertosono, Nganjuk)
Ketika disebut Haji, ada beberapa kemungkinan yang muncul dibenak kita, mungkin ada yang menyangka bahwa haji adalah ibadah elitis, karena biaya yang dibutuhkan untuk ibadah ini sangatlah mahal, apa lagi yang dilakukan dengan cara yang khusus. Ibadah haji ini juga terkesan elitis karena tidak semua orang bisa berangkat dan melaksanakanya. Ibadah ini juga terkesan elitis karena dalam benak dn angan-angan banyak orang, susah untuk menjadi kaya dan hanya ber-angan-angan, bisakah besok saya berangkat ibadah haji, sehingga terkesan haji itu sebagai barang langka. Tetapi apapun yang terjadi, haji adalah rukun Islam yeng kelima, maka setiap umat muslim harus dan wajib berniat haji, dan urusan bisa, mampu atau tidak itu diluar kuasa kita, maka yang penting niatkan untuk haji, urusan nanti adalah Allah yang mengatur.
Selain itu ada juga ketika disebut haji muncul ungkapan yang nyinyir dan sinis pada para haji, apa lagi yang hajinya berkali-kali. Haji itu kan sekali sudah cukup, kalau berkali-kali kan tidak afdol, kan lebih baik dananya diinfaqkan atau disodaqohkan pada umat muslim yang lain yang lagi membutuhkan. Itulah sinisme yang sering muncul, padahal bisa saja orang yang haji berkali-kali itu memang orang yang kaya raya, mereka juga terbiasa infaq, sodaqah, dan sisa hartanya dipakai berangkat haji. Justru yang sangat ironis itu adalah mereka yang terbiasa nyinyir, sinis, tetapi tidak perna infaq, tidak perna sadaqah dan tidak perna melakukan ibadah haji.
Apa sulitnya kalau Allah menghendaki kita haji berkali-kali? Ada banyak lagi sinisme tentang orang yang menjalankan ibadah haji ini diantaranya tentang gelar haji yang ditulis didepan namanya. itulah venomena sosial di masyakat, tentu di butuhkan kearifan. Ada ungkapan sufi bahwa “kalau ada orang ibadah yang ingin riya’ memamerkan ibadahnya agar dilihat itu itu adalah syirik atau musyik”, karena dia beribadah bukan untuk Allah, dan “jika ada orang yang mati-matian ingin meyembunyikan ibadahnya agar ibadahnya tidak dikatui orang maka itu adalah riya’ karena dia beribadah sibuk dengan persepsi orang masih bukan pada Allah satu satunya maka itu adalah riya’.
TEATER SPIRITUAL
Ibadah haji dalam perspektif Dr Ali Syari’ati, adalah drama keTuhanan, tentang evolusi manusia kembali menuju Allah, sebuah demonstrasi simbolis dan falsafah penciptaan Adadan pertunjukan tentang penciptaan, sejarah, keesaan, ideologi Islam dan Ummah. Kalau kita pinjam istilah pendidikan atau tarbiyah adalah mikro ticing, yaitu cara belajar yang paling bagus dan efektif yaitu dengan praktek dan Ibadah haji adalah cara belajar hidup sebagai manusia atau Adam, dengan haji pula terkandung falsafah penciptaan manusia. Disini pulah direkontruksi dari mana kita berasal dan nanti kita mau menuju kemana pada akhirnya (Sangkan Paraning Dumadi)
Karena haji itu sebuah drama atau treatikal dan pertunjukan, maka yang menjadi sutradaranya adalah Allah sendiri, pemeran utamanya adalah setiap kita yang menunaikan ibadah haji. Nanti dapat piala atau tidak tergantung cara kita melaksanakan ibadah haji, terganting cara kita mengikuti sekenarionya Allah. Dan yang berperan antagonisme nya adalah syaithan. Kemudian alur ceritanya pertama adalah alur cerita Adam ketika mengawali kisahnya sebagaim nausia dimuka bumi , kedua adalah Ibrahim dan ketiga adala Hajar. Kemudian ada simbul ceritanya, seperti ka’bah, sofa, marwa, siang, malam, matahari terbit, matahari terbenam, berhala dan upacara kurban, pakaian dan make upnya adalah Ihram, halgh dan taqsir (mencukur sebagian rambut kepala) oleh karena itu ketika kita semua yang berangkat haji adalah semua yang kita lakukan adalan semacam drama KeTuhanan, maka sayang jika ketika kita kesana tidak mengerti makna simbol-simbOl yang sedang kita lakukan. Mereka yang tidak mengerti maknanya maka akan mengaburkan makna dan tujuan semua prosesi itu, seperti orientalisme misalnya, dia menganggap bahwa haji adalah ritual paganistik, ritual penyembahan berhala, dia hanya melihat ritual fisiknya saja padahal dibalik itu terdapat kandungan makna yang luar biasa dibalik simbol itu. Padahal Kita sedang melakukan penggemblengkan diri, bermain teatir spiritual, mensucikan diri dan memahami asal usul “sangkan paraning dumadi’, menemukan autentisitas kita sebagai manusia dan kembali berjuang. Sehingga mengasilkan kualitas spritual dan kemanusiaan meningkat setelah haji. Itulah pentingnya pemaknaan terhadap simbul-simbul haji. Wallahu a’lam (bersambung)
Komentar
Posting Komentar