THAWAF: Bergerak Maju mencari dan Menuju Keabadian (Bagian 5)

THAWAF: Bergerak Maju mencari dan  Menuju Keabadian (Bagian 5)



Oleh: Kasdikin, M. HI

(Kepala KUA Kecamatan Rengel; Alumni Ponpes Raudlotul Ilmiyah, Kertosono, Nganjuk)


Setelah kita memasuki Miqat, kemudian kita melepaskan baju yang membedakan antara kamu saya dan kita, Mengubur Keangkuhan, Melahirkan  diri kita kembali menjadi Manusia yang baru dan autentik maka saatnya  kita memasuki  vase perjumpaan dan “berjabat tangan” dengan Allah,  dengan melakukan thowaf, maka saat itulah kita menjadi manusia bebas. Menurut Ali Syariati, ketika thawaf, engkau harus berjabat tangan dengan Allah yang mengulurkan tangan kananNya. Dengan cara demikian engkau sesungguhnya telah bersumpah untuk menjadi sekutu Allah. Engkau akan bebas dari seluruh perjanjian sebelumnya; engkau tidak lagi akan menjadi sekutu dari kaum  penguasa, hiprokrit, kepala suku, raja-raja di bumi ini, kaum aristokrat, para tuan tanah ataupun uang. Engkau bebas sekarang. 

Makanya ketika kita melakukan thawaf setiap keliling atau setiap putaran kemudian  sampai disudut ka’bah atau hajar aswad, kita mengucapkan bismillahi Allahuakbar, itu sambil mengangkat tangan kita, itu artinya kita menyapa kepada Allah dan begitu pulah Allah juga menjabat erat jabat tangan tangan kita dengan erat, itulah pelajaran pertama dari thawaf.

Pelajaran selanjutnya  thawaf itu adalah gerak, dan muslim yang sejati itu bukan muslim yang diam, tetapi muslim yang bergerak dan berproses, tetapi geraknya bukan asal gerak tetapi gerak yang ada porosnya, gerak yang terkontrol, tujuannnya jelas. Gerak yang terkontrol itu adalah gerak keatas, gerak menuju Allah, sehingga geraknya anti gravitasi, yang berputarnya berlawanan dengan jarum jam. 

Thawaf adalah Gerak menuju kesempurnaan, manusia itu harus berproses semakin baik dan semakin baik yang  simbulnya adalah thawaf, maka agar kita menjadi semakin  baik adalah harus dekat dengan ka’bah, sebagai poros spritual dalam hidup kita adalah Allah, maka kita akan semakin sempurna. Maka dalam pandangan Ali Syariati, thowaf mengajarkan kepada manusia untuk bergerak kearah “menjadi” atau menyempurnakan. Menjadi (bicoming) adalah bergerak manuju, mencari kesempurnaan, merindukan keabadian, tidak perna menghambat dan menghentikan proses terus menerus kearah kesempurnaan.

Oleh karena itu mari kita tetap dan selalu bergerak dan aktif, tetapi tidak semakin menjauh dari Allah, bahkan harus semakin dekat dengan Allah, berproses tetapi dalam lingkungan Allah dan bareng dengan yang lain. banyak orang bergerak, tetapi tidak jelas orientasinya kemana tidak jelas. Kata ali syariati, melakukan thawaf bagaikan diajak mengikuti perputaran waktu dan peredaran peristiwa, namun dari segala posisi, dan setiap saat setiap waktu, senantiasalah engkau mempertahankan jarak yang konstan, dengan ka’bah atau dengan Allah. 

Disamping itu, thawaf juga mengajarkan kepada kita agar selalu mengikatkan diri dan hati kita untuk selalu mendekatkan diri kepala Allah  selama hidup kita dalam mengkapai dan menuju keabadian. Wallahu a’lam (bersambung)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIGA SYARAT TERKABULNYA DOA

24 Siswa MA YTP Kertosono diterima Berbagai PTN lndonesia Jalur SNBT, dan Jalur lainnya

Rukhsah Teologis dan Rukhsah Fiqhi