DUA URGENSI KETELADANAN BAGI SEORANG PEMIMPIN
Teks Khutbah Jum’at
Untuk Masjid-Masjid di Lingkungan
PT. PAMAPERSADA NUSANTARA, Site KPC
Sangatta
Khutbah : Jum’at Kelima
Tanggal : 10 Jumadil
Awwal 1445H. / 24 NOV. 2023M.
Tema : DUA URGENSI
KETELADANAN BAGI SEORANG PEMIMPIN
Disiapkan oleh : K.H.
Hamim Thohari, B.IRK (Hons), [Pembina Kerohanian Islam
Yayasan
Insan Mulia PAMA, Site KPC Sangatta]
Khutbah Pertama
اَلْحَمْدُ
لِلهِ الْقَائِلِ فِي مُحْكَمِ التَّنْزِيلِ: -- أَعُوذُ
بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ -- ﴿ لَّقَدْ
كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا۟ ٱللَّهَ
وَٱلْيَوْمَ ٱلْآخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرًا﴾ (الأحزاب: 21) وَالصَّلَاةُ
والسَّلَامُ عَلَى خَيْرِ الْبَرِيَّةِ، سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ
وَمَنْ تَبِعَهُ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، أّمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ
اللهِ، أُوصِينِي نَفْسِي وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ، كَمَا قالَ
تَعَالى مُوَاصِيًا لَنَا بِتَقْوَاهُ: ﴿«يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ» (التوبة: 119)﴾
Saudara-saudaraku, Jamaah Jum’at yang
dirahmati Allah
Dari atas mimbar ini,
khatib kembali mengingatkan diri sendiri dan para jamaah sekalian agar senantiasa
bertaqwa kepada Allah serta mengokohkan keislaman dan keimanan kita demi
memperolih dukungan dan pertolongan Allah, Swt. Sebagaimana firman-Nya: وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ
اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ “Dan bertaqwalah kepada Allah dan
ketahuilah bahwa sesunggunnya Allah itu bersama orang-orang yang bertaqwa.”
(Al-Baqarah: 194)
Saudara-saudaraku, Jamaah Jum’at yang
dirahmati Allah
Hari ini masyarakat kita
nyaris kehilangan keteladanan. Rakyat kehilangan keteladanan dari pemimpinnya,
pemuda-pemudi kehilangan keteladanan dari tokoh-tokohnya; dan anak-anak kehilangan
keteladanan dari orang tuanya. Padahal setiap diri manusia itu adalah pemimpin
dan akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah, sesuai tingkat
kepemimpinannya. Sebagaimana Rasulullah, saw. bersabda: أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ
مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ”Ingatlah, setiap
kalian adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas
kepemimpinannnya.”
Selanjutnya Nabi, saw.
dalam hadits riwayat Imam Muslim itu menyebut bahwa kepala negara adalah
pemimpin atas rakyatnya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang
dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin bagi keluarganya dan akan ditanya
perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri adalah pemimpin bagi rumah
dan anak-anaknya dan akan ditanya perihal tanggung jawabnya. Bahkan seorang pembantu rumah tangga bertugas
menjaga barang milik majikannya dan akan ditanya atas tugasnya. Dan kamu
sekalian adalah pemimpin dan akan ditanya perihal apa yang dipimpinnya.
Di antara tugas kita
sebagai pemimpin, sesuai dengan level kepemimpinan masing-masing, adalah menjadi
contoh dan keteladanan kepada yang dipimpin. Dengan hilangnya keteladanan dari
seorang pemimpin, rakyat tidak punya panutan dan kehilangan kompas kehidupan.
Jika pemimpin rusak maka rakyat akan segera tertular kerusakannya, sebagaimana
pepatah Latin mengatakan: “à capite descendit piscis putrescit”, ikan
membusuk bermula dari kepalanya.” Artinya Keburukan pemimpin itu akan mudah
menurun kepada masyarakatnya.
Maka dalam rangka
mengingatkan diri kita sebagai pemimpin sesuai dengan level kepemimpinan kita
masing-masing, Khatib hendak berbicara tentang “Dua Urgensi Keteladanan
Bagi Seorang Pemimpin”.
Saudara-saudaraku, Jamaah Jum’at yang
dirahmati Allah
Pertama: Keteladanan
seorang pemimpin dalam kebaikan menjadi sarana yang memudahkan penyebaran
nilai-nilai kebaikan dan kemuliaan di tengah masyarakat, komunitas atau
keluarga yang dipimpinnya.
Kita bersyukur kepada
Allah, karena nilai-nilai luhur dalam kehidupan berbangsa dan bernegara telah
dirumuskan oleh para pendiri bangsa ini dan telah disarikan dalam lima sila
atau yang disebut Pancasila. Apalagi
seluruh silanya adalah cerminan dari ajaran Islam: dari hidup berketuhanan yang
Mahaesa, kemanusiaan dengan berkeadilan dan berperadaban; persatuan Indonesia;
kepemimpinan yang penuh hikmah dan kebijaksanaan dengan permusyawaratan dan
perwakilan, serta keadilan sosial adalah nilai-nilai luhur dan adiluhung bagsa
ini.
Namun semua itu tidak akan
efektif bisa diamalkan oleh masyarakat kita, jika kita sebagai para pemimpin –
di seluruh tingkatannya, dari level negara hingga rumah tangga -- tidak
terlebih dahulu memberi contoh pelaksanaannya dengan baik kepada yang kita
pimpin. Maka pemimpin yang baik harus memiliki tiga kualitas utama dalam
dirinya. Seperti yang dinyatakan dalam firman Allah, Swt.: وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً
يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا ۖ وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ “Dan
Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk
(bimbingan) dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka
meyakini ayat-ayat Kami.” (as-Sajdah:24)
Ayat di atas menerangkan
tentang tiga kualitas pemimpin yang sukses:
1) Bersifat patuh kepada perintah Allah.
Sebelum memerintahkan rakyat, karyawan, anak dan istri untuk patuh dan berbuat
baik, pemimpin harus mencohtohkan kepatuhannya terutama kepada perintah Allah
terlebih dahulu.
2) Bersifat sabar dalam kepemimpinannya. Orang
kata, kesabaran adalah kunci kesuksesan. Apalagi sebagai pemimpin, jika tidak
sabar, akan gagal dalam kepemimpinannya.
3) Punya keyakinan penuh dengan ayat-ayat
Allah, yakni bahwa seorang pemimpin yang baik, apalagi sebagai orang yang
beriman, harus yakin dengan ayat-ayat Allah dan menjadikannya sebagai panduan.
Saudara-saudaraku, Jamaah Jum’at yang
dirahmati Allah
Model kepemimpian para nabi
adalah model kepemimpinan yang terbaik karena mendepatkan bimbingan dari Allah.
Oleh karena itu, Allah memerintahkan agar kepemimpinan seperti itulah yang
harus ditiru dan diikuti. Sebagaimana Allah berfirman: أُولَٰئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۖ
فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهْ ۗ “Mereka itulah orang-orang yang telah
diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka.”
(al-An’aam: 90)
Saudara-saudaraku, Jamaah Jum’at yang
dirahmati Allah
Kedua:
Keteladanan pemimpin dalam kebaikan adalah cara efektif untuk meminimalisir
pengaruh buruk dari figur-figur yang tidak bisa dijadikan panutan.
Banyak ulama’ menyatakan
bahwa kita sekarang hidup di zaman fitnah, di mana tuntunan menjadi tontonan
dan sebaliknya tontonan menjadi tuntunan. Kebaikan dipandang buruk dan
keburukan dipandang baik. Nilai-nilai mulia direndahkan dan kerendahan
dimuliakan. Tokoh-tokoh korup dielu-elukan, orang baik dihinakan. Hal ini
persis seperti apa yang pernah diingatkan oleh Rasulullah, saw.: سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ
خَدَّاعَاتٌ؛ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ، ويُكذَّبُ فيها الصادِقُ، ويُؤتَمَنُ
فيها الخائِنُ، ويخَوَّنُ فيها الأمينُ، وينطِقُ فيها الرُّويْبِضَةُ / قِيلَ : وما الرُّويْبِضةُ ؟ قال : الرجُلُ التّافِهُ يتَكلَّمُ في أمرِ
العامةِ“Akan datang kepada manusia masa-masa penuh
kamuflase (kepalsuan), di mana pendusta dibenarkan sedangkan yang jujur
didustakan, pengkhianat diberi amanat sedang yang amanat dianggap khianat. Pada
saat itu ruwaibidhoh angkat bicara.” Ditanyakan, “Apakah ruwaibidhoh itu?”
Jawab Nabi, saw.: “Ia adalah orang yang tidak punya kapasitas namun turut
angkat bicara mengenai urusan masyarakat.”
(Shahih al-Jami’)
Dalam keadaan zaman seperti
ini, masyarakat tidak punya panutan, maka mereka mudah terombang-ambing dan
mudah mengikuti arus. Maka kehadiran pemimpin yang benar-benar jujur, konsisten,
kredibel dan bisa dijadikan panutan sangat dibutuhkan untuk memperbaiki keadaan
masyarakat dan yang paling penting adalah untuk tujuan berikut ini:
1) Mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada
pemimpin dan tokoh-tokohnya, bahwa masih ada pemimpin yang jujur dan bisa
dipercaya.
2) Mengembalikan komitmen masyarakat kepada
nilai-nilai kebaikan, bahwa masih ada orang yang mampu menjalankan dan
melakukannya.
3) Membendung maraknya pengaruh keburukan yang
ditimbulkan oleh keteladanan pemimpin yang rusak dan figur-figur yang tidak
layak dijadikan panutan.
Saudara-saudaraku, Jamaah Jum’at yang
dirahmati Allah
Teladan baik dari seorang
pemimpin akan bermanfaat bagi diri pemimpin itu sendiri bahkan bagi masyarakatnya,
sebaliknya contoh buruk dari seorang pemimpin akan menjadi keburukan bagi
pemimpin dan rakyatnya. Rasulullah, saw. bersabda: مَنْ سَنَّ فِي الْإسلامِ سُنَّةً
حَسَنةً فلهُ أجرُها، وأجرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ، مِنْ غَيْرِ أنْ
يُنْقَصَ مِنْ أُجُورِهمْ شَيْءٌ، “Barangsiapa
memprakarsai (memberi contoh) satu perbuatan baik dalam Islam maka dia akan
mendapat pahalanya dan pahala orang yang melakukan sesudahnya tanpa dikurangi
dari pahala kebaikan mereka sedikit pun.”
ومَنْ سَنَّ في الإسلامِ سُنَّةً سيِّئةً
فعليهِ وِزرُها، ووِزرُ مَنْ عمِلَ بِها من بعدِهِ، من غيرِ أنْ يُنقَصَ من
أوْزارِهمْ شيءٌ / “Dan
(sebaliknya) barangsiapa memprakarsai (memberi contoh) satu perbuatan buruk di
dalam Islam, maka dia akan mendapatkan dosanya dan dosa orang yang melakukan
sesudahnya tanpa dikurangi dari dosa-dosa keburukan mereka sedikit pun.”
(Hadits shohih dari Jarir bin Abdullah)
Ketaladan pemimpin akan
menjadi kebaikan bagi rakyatnya, sebaliknya kerusakan bagi pemimpin akan
membawa kerusakan besar terhadap
masyarakatnya. Seperti kata pepatah Latin: “corruptio optimi pessima.” Kerusakan para pemimpin itu contoh terburuk
bagi rakyatnya. Di samping itu, azab di dunia dan akhiratnya juga sangat pedih.
Allah berfirman: إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَن تَشِيعَ
الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا
وَالْآخِرَةِ ۚ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ ”Sesungguhnya
orang-orang yang ingin agar perbuatan keji itu tersiar di kalangan orang-orang
yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah
mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui.”
(An-Nuur: 19)
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ
أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا * أَشْهَدُ أَن لَّا إِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا
شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ * اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ
وَ صَحْبِهِ أَجْمَعِيْن * فَقَالَ تَعَالَى: “يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ
ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا" وَقَالَ تَعَالَى: “إِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤىِٕكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّۗ
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا” . اَللَّــهُمَّ صَلِّ عَـلـٰى سَـيِّـدِنَـا مُحَمَّدٍ
عَبْدِكَ وَنَـبِـيِّكَ وَرَسُوْلِكَ وَعَــلـٰى أَلِـهِ وَصَحْبِهِ وَسِلِّـمْ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ
وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ * اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ، وَانْصُرْ عِبَادَكَ
اْلمُوَحِّدِينَ، وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ، وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ
اْلمُسْلِمِيْنَ، وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ، وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى
يَوْمِ الدِّيْنِ اَللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ
وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلَازِلَ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ
بَلَدِنَا * إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ
اْلمُسْلِمِيْنَ عَآمَّةً، يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ
رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً،
وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ
مِنَ اْلخَاسِرِيْن، وَصَلَّى اللَّهُمَّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وآلِهِ
وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينْ
عِبَادَ اللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ
وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي،
يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ
يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
* أَقِمِ الصَّلَاةْ! رْ
Komentar
Posting Komentar