Empat Keutamaan Rasa Malu
Khutbah Pertama
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ
الْقَائِلِ فِي مُحْكَمِ التَّنْزِيلِ (أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ
الرَّجِيمِ:﴿ وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا
فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا
لِذُنُوبِهِمْ ۚ﴾[ آل عمران: ۱۳۵] وَالصَّلَاةُ والسَّلَامُ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ بِإِحْسَانٍ إِلَى
يَوْمِ الْدِّينِ، أّمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوصِينِي
نَفْسِي وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ، كَمَا
قالَ تَعالى:﴿وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ﴾[آل عمران: ۲۰۰]
Saudara-saudaraku,
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah
Dari
mimbar jum’at ini, khatib berpesan agar kita semua bertaqwa kepada Allah,
S.w.t. demi meraih keberuntungan di dunia dan akhirat. Allah, Swt. berfirman: وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ “dan bertaqwalah kepada Allah agar
kamu beruntung”. (Ali Imran: 200)
Dalam khutbah kali ini, Khatib hendak berbicara
tentang: “Empat Keutamaan Rasa Malu.”
Saudara-saudaraku,
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah
Rasa malu adalah pondasi bagi kemuliaan akhlaq dan
sumber bagi setiap keutamaan. Selain itu, rasa malu adalah bukti kesempurnaan
iman. Kehilangan rasa malu, bisa membawa kepada kehilangan iman.
Karena itu Ibnu Umar, ra. berkata: إنَّ الْحَيَاءَ وَالإِيمَانَ قُرِنَا جَمِيعًا
فَإِذَا رُفِعَ أَحَدُهُمَا رُفِعَ الآخَرُ / “Sesungguhnya, malu dan iman itu selalu bersama, maka jika
salah satunya hilang, satunya lagi akan ikut hilang.” (Hr. Bukhari dalam Adab Mufrad)
Namun, rasa malu yang dimaksud adalah dorongan dalam
jiwa manusia untuk selalu berbuat baik karena Allah dan malu kepada-Nya jika
meninggal-kannya. Rasa malu seperti
itulah yang yang dimaksud dalam khutbah ini dan yang memiliki empat keutamaan,
sebagai berikut:
Pertama:
Rasa Malu adalah Bagian dari Iman
Sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu Umar, ra. di atas,
bahwa antara malu dan iman itu selalu berdampingan. Maka kehilangan rasa malu
akan berakibat kehilangan iman. Rasulullah, saw. bersabda: الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ شُعْبَةً
وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنْ الْإِيمَانِ / “Iman
itu punya tujuh puluh lebih cabangnya, dan rasa malu itu adalah cabang dari
iman.”
(Hr. Muslim)
Maka orang yang beriman akan malu kepada Allah,
sebelum malu kepada manusia, ketika ia berbuat buruk, seperti meninggalkan
kewajiban dan melanggar larangan-Nya.
Jika orang beriman berbuat maksiat, ia tidak
melihat besar atau kecilnya dosa yang dilakukannya, namun yang dilihatnya
adalah kebesaran Tuhan yang ia durhakai. Maka ia merasa malu kepada-Nya, lalu
segera bertaubat.
Allah, swt. berfirman: وَالَّذِينَ إِذَا
فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا
لِذُنُوبِهِمْ / “Dan mereka itu adalah orang-orang yang apabila melakukan keburukan
dan berbuat zhalim terhadap diri mereka sendiri, mereka mengingat Allah dan
memohon ampun (kepada-Nya) karena dosa-dosa mereka.” (Ali Imran: 135)
Saudara-saudaraku,
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah
Kedua: Rasa Malu Merupakan Ajaran dari Para Nabi-Nabi
Sebelumnya.
Karena pentingnya rasa malu, para pengikut nabi-nabi
terdahulu tetap menjaga pesan itu dan menyam-paikannya kepada anak keturunannya
hingga zaman nabi terakhir.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Nabi Muhammad, saw.: إنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلَامِ
النُّبُوَّةِ الْأُوْلَى إِذَا لَمْ
تَسْتَحْيِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ / “Sesungguhnya di antara ajaran nabi-nabi terdahulu
yang masih diingat oleh manusia adalah: “Jika kamu tidak punya rasa malu, maka
berbuatlah sesukamu!” (Hr.
Bukhari)
Kalimat ini sungguh menggugah jiwa yang masih punya
kewarasan dan kesadaran betapa memiliki rasa malu itu sangat penting, karena
itu menjadi pengontrol perilaku dan pencegah perbuatan keji dan mungkar. Ketika
orang masih memiliki rasa malu, ia tidak akan mudah mendurhakai Allah.
Sebaliknya, jika rasa malunya hilang, jangankan
terhadap sesama hamba, kepada Allah saja berani ia durhakai. Akibatnya, ia
tidak akan merasa berdosa ketika melanggar amanat, melakukan korupsi dan
menyalahi aturan.
Saudara-saudaraku,
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah
Ketiga:
Rasa Malu adalah Akhlaq Islam yang Paling Utama
Disebutkan dalam “Miftahu Daris Sa’aadah” oleh
Ibnu Qoyyim al-Jauziyah, “Rasa malu itu adalah akhlaq yang paling utama, paling
agung dan paling banyak manfaatnya.”
Sebuah riwayat dari Ibnu Majah menyatakan: إِنَّ لِكُلِّ دِينٍ خُلُقًا وَخَلُقُ الْإِسْلَاِمِ
الْحَيَاءُ / “Sesungguhnya setiap agama itu ada (ajaran) akhlaqnya,
dan akhlaqnya Islam itu adalah rasa malu.”
Rasa malu itu menjadi hiasan paling indah dalam diri
seseorang. Disebutkan dalam “Shahihut Targhiib,” Nabi, saw.
bersabda: مَا
كَانَ الْفُحْشُ فِي شَيْءٍ إلَّا شَانَهُ، وَمَا كَانَ الْحَيَاءُ فِي شَيْءٍ
إلَّا زَانَهُ / “Tidaklah
kekejian terdapat pada sesuatu, melainkan itu akan membuatnya semakin buruk,
dan tidaklah rasa malu itu ada pada sesuatu, malainkan itu akan membuat-nya
semakin indah.”
Rasa malu merupakan anugerah Allah yang harus dijaga
dan dikem-bangkan. Maka Imam Ghazali melihat, ketika ada seorang anak kecil
yang mulai tumbuh rasa malunya, berarti talah tampak tanda-tanda kebaikannya.
Maka orang tuanya bertanggung- jawab untuk menjaga dan menumbuh-kannya agar
menjadi potensi yang berguna untuk menjadi pengawal dan pengontrol perbuatannya
saat dewasa.
Saudara-saudaraku,
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah
Keempat: Rasa Malu Membawa ke Surga
Menurut Imam Nawawi, rasa malu itu bisa diterapkan
pada lima hukum taklifi: Wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah.
Dengan mempunyai rasa malu terhadap apa yang diwajibakan oleh Allah dan yang
disunnahkan-Nya, seorang mukmin akan merasa malu kepada Allah jika meninggalkan
perintah-Nya.
Dan, dengan memiliki rasa malu terhadap apa yang
diharamkan dan dimakruhkan, maka seorang mukmin akan malu kepada Allah jika
melanggar larangan-Nya. Bahkan walau pun mubah (yakni boleh dilakukan
atau ditinggalkan), seorang mukmin pun tetap merasa malu kepada Allah jika
berlebih-lebihan dalam perbuatan dan penggunaan nikmat-Nya.
Rasa malu seperti itu, tentu saja merupakan jalan
keselamatan dan jalan ke surga. Rasulullah, saw. bersabda: الْحَيَاءُ مِنَ الْإِيمَانِ، وَالْإِيمَانُ فِي
الْجَنَّةِ، وَالْبَذَاءُ مِنَ الْجَفَاءِ، وَالْجَفَاءُ فِي النَّارِ / “Malu itu merupakan keimanan, dan iman itu membawa ke
surga, sedangkan kehilangan rasa malu itu adalah kegersangan jiwa (kehi-langan
iman). Sedangkan kehilangan iman itu akan membawa ke neraka.” (Hr. Turmudzi)
Saudara-saudaraku,
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah
Perbuatan melanggar hukum dan syariat bermula dari
hilangnya rasa malu. Apalagi jika perbuatan seperti itu dilakukan oleh seorang
pemimpin yang seharusnya menjadi panutan. Maka pengaruhnya terhadap masyarakat
akan lebih luas dan lebih buruk.
Pemimpin seperti itulah yang diperingatkan oleh Allah:
وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً
يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ ۖ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا يُنصَرُونَ / “Dan kami jadikan mereka sebagai
pemimpin-pemimpin yang mengajak (manusia) ke neraka, dan pada hari kiamat
mereka tidak akan diberi pertolongan.” (al-Qashash:41)
Kita memohon kepada Allah agar iman dan rasa malu kita
tetap terjaga dan mendapat contoh yang baik dari pemimpin-pemimpin kita. Aamiiin
ya Rabbal ‘aalamiin.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْم.
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ
للهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، والصَّلَاةُ والسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ *
أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ * فَيَآ اَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا االله فِيْمَا أَمَرَ
وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَزَجَرَ* وَقَالَ تَعَالَى، (أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ
الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ): ﴿ وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً
يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ ۖ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا يُنصَرُونَ ﴾ [ قصص: 41]
أَمَّا
بَعْدُ: فَقَالَ تَعاَلَى: ﴿إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ
النَّبِى يَآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا
تَسْلِيْمًا﴾ اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أجْمَعِينَ، وَمَنْ تَبِعَهُ بِاِحْسَانٍ
اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ*
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ
لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ،
اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ
* رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِن ذُرِّيَّتِي ۚ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ
دُعَاءِ * اَللَّهُمَّ احْفَظْ إيمَانَنَا وَحَيَاءَنَا فِي قُلُوبِنَا
وَارْزُقْ لَنَا وَلِيًّا مُرْشِدًا * بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينْ!
وَصَلِّ
اللَّهُمَّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ،
بِفَضْلِ: سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى
الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
عِبَادَاللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ – أَقِمِ الصَّلَاةَ!
Komentar
Posting Komentar