TAWAKKAL DAN URGENSINYA BAGI SEORANG MUSLIM
Khutbah Pertama
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الْقَائِلِ
فِي مُحْكَمِ التَّنْزِيلِ (أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ وَمَنْ
يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ﴾[التغابن: ۱٤]
وَالصَّلَاةُ والسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ
تَبِعَهُ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْدِّينِ، أّمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ
اللهِ، أُوصِينِي نَفْسِي وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ، كَمَا قالَ تَعالى:﴿وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ﴾[آل
عمران: ۲۰۰]
Saudara-saudaraku,
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah
Dari mimbar jum’at ini, khatib berpesan
agar kita semua bertaqwa kepada Allah, S.w.t. demi meraih keberuntungan di
dunia dan akhirat. Allah, Swt. berfirman: وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ “dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu beruntung”. (Ali Imran: 200)
Dalam khutbah kali ini, Khatib akan berbicara tentang:
“TAWAKKAL DAN URGENSINYA BAGI
SEORANG MUSLIM.”
Saudara-saudaraku,
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah
Untuk membicarakan tema tersebut, khatib akan membaginya ke dalam 4
point:
Point Pertama: Tentang Sikap Tawakkal yang Benar
Dalam masalah
tawakkal, manusia terbagi menjadi tiga golongan: Pertama golongan yang
keberhasilan seseorang itu karena usaha dan sarana yang digunakan, seperti
Qarun yang menganggap kekayaannya didapat karena ilmu dan kepandaiannya.
Allah berfirman: قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَىٰ عِلْمٍ عِندِي ۚ / “dia
berkata: ‘Apa yang kudapatkan ini tidak lain karena semata-mata ilmu yang
kumiliki.” (al-Qosos: 58)
Kedua, golongan
yang bersikap apatis-fatalistis, yaitu sikap pasrah bongkokan dan
menyerahkan segala urusannya kepada Allah tanpa perlu usaha dan menggunakan
sarana yang dibutuhkan.
Sedangkan
golongan ketiga adalah golongan yang bersikap moderat dalam bertawakkal. Mereka
Menggabungkan antara usaha dan berserah diri kepada Allah.
Menurut Imam Ash-Shon’aniy, tawakkal
itu tidak sempurna tanpa usaha dan menempuh jalannya. Karena dengan adanya sebab, Allah menjadikan musabbab
bisa terealisir…” Maka kaedah usul menyatakan: "مَا لَا يَتِمُّ
الْوَاجَبُ اِلَّا بِهِ فَهُوَ الْوَاجِبُ" / “Sesuatu yang dibutuhkan untuk menyempurnakan kewajiban maka mengadakan
dan menggunakannya hukumnya wajib.”
Saudara-saudaraku,
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah
Point kedua: Tawakkal dalam Firman Allah dan Sunnah
Nabi
Tawakkal dalam pengertian ketiga di
atas banyak dinyatakan dalam firman Allah, sabda Rasulullah, saw. dan sikap
para salafus sholih, di antaranya:
1. Allah S.w.t. berfirman, tentang bahwa tawakkal itu hanya
dilakukan oleh seorang mukmin sejati.
﴿وَعَلَى
اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ﴾ / “… hanya
kepada Allah orang-orang yang beriman itu harus bertawakal’". [Tawbah:
51]
Terkait ayat di
atas, Prof. Dr. Quraisy Syihab mengatakan bahaw “tawakkal (atau bersandar hanya
kepada Allah) itu hanya dilakukan oleh orang-orang yang benar-benar beriman.”
2. Allah, S.w.t. berfirman: Tentang kepada
siapa seorang Muslim wajib bertawakkal.
﴿ وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لَا
يَمُوتُ ...﴾ / “Dan bertawakkallah kepada Allah Yang Maha Hidup...”
(al-Furqon: 58) Ibnu Katsir menyatakan, bahwa hanya Allah-lah yang pantas
dijadikan sandaran dan tumpuan harapan dalam segala urusan, sebab Dialah Tuhan
yang Maha Hidup, tidak pernah mengalami kematian. Sedangkan bertawakkal kepada
selainnya, hanyalah makhluq lemah yang akan mati dan akan mengalami ketiadaan.
Maka barangsiapa mencari kesela-matan dan bergantung harap kepada selain
Allah maka ia jatuh ke dalam perbuatan syirik. Sebagaimana Sabda Rasulullah,
saw.: مَنْ
عَلَّقَ تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ /“Barangsiapa
yang menggantung-kan tamimah (jimat-jimat yang diyakini bisa mendatangkan
manfaat dan menolak mudarat) maka ia telah melakukan perbuatan syirik.”
(Hr. Ahmad)
3. Nabi, S.a.w. bersabda:
Tentang bahwa tawakkal kepada Allah itu
disertai dengan usaha.
Sorang laki-laki
datang kepada Rasulullah, saw. dengan seekor onta lalu dan bertanya: “apakah
saya harus mengikat dulu onta ini kemudian saya bertawakkal atau saya biarkan
saja dan langsung bertawak-kal.”
Rasulullah bersabda: اِعْقِل وَتَوَكَّل / Ikatlah dulu (ontamu),
baru kamu bertawakkal.” (Hr. Turmudzi)
Terkait hadits ini,
Imam Ash-Shon’aniy berkata: “Bukan sifat orang yang bertawakkal jika
meninggalkan usaha (atau sarana yang menjadi perantara terjadinya musabbab).”
4. Perbuatan Rasulullah, saw. ketika hendak hijrah ke Madinah
Beliau mebuat
persiapan matang dan mengatur strategi keselamatan, di antaranya dengan:
1) Beliau meminta Sayyidina Ali untuk tidur di tempat tidurnya.
2) Meminta Abu Bakar untuk mene-mani perjalanannya dan mengupah Abdullah
al-Uraiqith yang masih kafir untuk menjadi pemandu jalannya.
3) Amir bin Fuhairah ditugaskan untuk menggembalakan kambing untuk
menghapus jejak kaki Asma binti Abu Bakar dan Abdullah bin Abu Bakar yang
datang mengan-tarkan perbekalan untuk Rasulullah dan Abu Bakar di Gua Tsur.
4) Perjalan hijrahnya, tidak langsung menuju Madinah ke arah utara, namun
terlebih dahulu menuju ke arah selatan dan berdiam diri selama tiga hari di Gua
Tsur.
Semua ini menunjukkan
bahwa Nabi tidak hanya berserah diri kepada Allah, namun tetap melakukan
ikhtiyar dan usaha untuk mengamankan perja-lanannya.
Saudara-saudaraku,
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah
Point Ketiga: Tawakkal dalam Pemahaman
Salafus Sholih
Di antaranya:
1. Sikap Khalifah Umar bin Khatab ketika menghadapi wabah tha’un yang sangat
berbahaya.
Khalifah umar
memutuskan untuk kembali ke Madinah bersama rombo-ngannya ketika diberitahu
bahwa di Syam sedang merebak wabah thaun yang berbahaya.Maka ada yang
berkomentar, “Apa-kah Kamu akan lari dari takdir Allah, wahai Umar?”
Beliau menjawab, “Iya
kami lari dari satu taqdir Allah kepada taqdir Allah yang lain. Coba apa
pendapatmu,” kata beliau, “jika kamu membawa onta di sebuah lembah, lalu kamu
dihadapkan kepada dua pilihan arah; satu menuju ke lembah yang subur dan arah
lainnya menuju ke tempat yang tandus, jika kamu memilih untuk menggembalakan
ontamu di salah satu dari dua tempat itu, bukankah itu juga taqdir Allah?”
Berusaha untuk
menghindari tertular wabah penyakit
adalah sikap tawakkal yang benar. Adapun jika sudah berusaha dan telah
berserah diri kepada Allah, namun tetap tidak selamat, maka itu adalah taqdir
dan kehendak-Nya.
2. Teguran Ibrahim bin Adham kepada sahabatnya, Syaqiq al-Balkhi ketika
salah memahami tawakkal.
Ibrahim bin Adham
bertanya kepada sahabat karibnya, Syaqiq al-Balkhi, yang tidak keluar rumah
untuk bekerja: “Apa yang membuatmu tidak keluar rumah untuk bekerja, wahai
Saudaraku?”
Dia berkata: “Karena
aku melihat ada seekor burung yang lumpuh dan matanya buta, tapi ia tetap
hidup. Ternyata ada burung lain datang untuk memberinya makan. Akupun
berkesimpulan, bahwa di rumah pun jika sudah menjadi rizkiku, pasti Allah akan
mendatangkannya.”
“Wahai Saudaraku,”
Kata Ibrahim bin Adham, “Kenapa kamu tidak memilih menjadi burung yang sehat
dan bisa memberi manfaat kepada burung lainnya?” Syaqiq al-Balkhi, tersentak
dengan kalimat sahabat karibnya itu. Ia segera menyadari kesalahannya dalam
memahami makna tawakkal.
Saudara-saudaraku,
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah
Point Keempat: Praktek Tawakkal dalam Kehidupan
Kita
Sikap tawassuth (moderat) dalam
bertawakkal harus difahami oleh setiap muslim. Tidak melulu tawakkal tetapi
harus disertai dengan usaha. Misalnya, Ingin selamat dalam bekerja, harus
berusaha untuk menghindari perkara yang bisa mendatangkan kecelakaan. Seperti
menjadi operator di tambang, harus berusaha menggunakan waktu istirahat dengan
baik; tidak begadang hingga larut malam karena bisa menyebabkan ngantuk;
atau tidak bermain judol, selain haram hukumnya juga akan mengganggu pikiran
dan konsentrasi, maka kecelakaan fatal bisa terjadi karena sebab-sebab
itu.
Begitulah
kesuksesan yang diraih oleh Raja Dzul Qornain yang pernah menguasai dunia.
Allah berfirman: إِنَّا
مَكَّنَّا لَهُۥ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَءَاتَيۡنَٰهُ مِن كُلِّ شَيۡءٖ سَبَبٗا *
فَأَتۡبَعَ سَبَبًا / “Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan
Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu * maka
diapun menempuh jalannya.” (al-Kahfi:
84-85).
Saudara-saudaraku,
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah
Dari uraian 4 point di atas, bisa
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Tawakkal yang benar itu tidak hanya berserah diri kepada Allah, namun
juga dengan usaha.
2. Tawakkal itu hanya kepada Allah, bukan kepada makhluq-Nya.
3. Bertawakkal (berharap keselamatan) kepada jimat, keris atau benda-benda
pusaka lainnya adalah perbuatan syirik dan dosa besar.
4. Urgensi dan Kepentingan Tawakkal kepada Allah adalah sebagai bukti
keimanan seorang hamba.
Dengan khutbah ini,
mudah-mudahan kita bisa memahami dan mengamalkan konsep tawakkal yang benar dan
kita dihindarkan dari sikap pasrah bongkokan tanpa usaha dan perbuatan
menyekutukan Allah dalam bertawakkal.
أَقُوْلُ
قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ،
فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْم.
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ، والصَّلَاةُ والسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ * أَشْهَدُ
أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ *
فَيَآ اَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا االله فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى
وَزَجَرَ* وَقَالَ تَعَالَى، (أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ): ﴿
وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لَا يَمُوتُ ﴾[ الفرقان:
58]،
أَمَّا بَعْدُ: فَقَالَ
تَعاَلَى: ﴿إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يَآ اَيُّهَا
الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا﴾ اَللهُمَّ صَلِّ
عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أجْمَعِينَ، وَمَنْ تَبِعَهُ
بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ*
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ
لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ،
اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ
* رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِن ذُرِّيَّتِي ۚ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ
دُعَاءِ * اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنْ أَهْلِ سُنَّةِ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ
(صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) وَدِينِهِ وَأَهْلِ شَفَاعَتِهِ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ * بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ!"
وَصَلِّ اللَّهُمَّ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ، بِفَضْلِ: سُبْحَانَ
رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
عِبَادَاللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ – أَقِمِ الصَّلَاةَ!
Komentar
Posting Komentar