Muhammadiyah Merubah Maklumatnya
Muhammadiyah Merubah Maklumatnya
Oleh : Ali Hamdi
(Pemerhati Ilmu Astronomi)
Sebelumnya saya bukan orang yang kapabel harus menjawab sebuah pertanyaan yang berseliweran di media sosial (WA), "Kenapa Muhammadiyah harus merubah maklumatnya (baca Pengumuman) tentang penentuan awal bulan Syawal 1446 H / 2025 tahun in,\i? Tulisan ini hanya berusaha menebak kenapa Muhammadiyah harus meralat keputusannya tersebut.
Sudah kita ketahui bersama, bahwa Muhammadiyah melalui Maklumatnya Nomor 1/MLM/I.0/E/2025 tanggal 12 Februari 2025, metode yang digunakan untuk penentuan awal bulan Romadlon, Syawal, dan Zulhijah 1446 H ini adalah hisab hakiki dengan kriteria wujudul hilal. Hal ini meniadikan keputusan sebelumnya yakni hasil .keputusan Munas MTT di Pekalongan yang menetapkan Berdasarkan KHGT (Kalender Hijriyah Global Tunggal) Muhammadiyah menetapkan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1446 H jatuh pada Ahad, 30 Maret 2025,
Lalu yang menjadi pertanyaan di wilayah diskusi publik adalah, "Kenapa Muhammadiyah merubah keputusan tersebut...?
Dalam analisa penulis atas pertanyaan yang berkeliaran di dunia maya tersebut penulis berupaya mencarikan jawaban dalam terkaan penulis, diantaraya adalah :
Keputusan untuk berhijrah dari teori lama, yakni teori Ijtimak Wujudul Hilal (WH) menuju teori baru yakni Teori KHGT (Kalender Hijriyah Global Tunggal) masih setengah hati dan belum yakin bulat dari para jamaah Muhammadiyah akar rumput maupun kelompok elit Muhammadiyah yang melek Ilmu Hisab tentang sosialisasi pemberlakuan KHGT tersebut.
Dalam kasus penentuan awal bulan Syawal tahun 1446 H / 2025, kawasan wilayah Indonesia NKRI (Matlak ul hukmi) saat ijtimak terjadi pada tanggal 29 Romadlon 1446 H yang bertepatan dengan hari Sabtu tanggal 29 Maret 2025 tersebut Wilayah NKRI, baik wilayah Timur maupun Barat, belum ada wilayah yang masuk dalam Garis Batas Tanggal Hijriyah Nol Derajad di area Positif. Dengan artian bahwa saat terjadi Ijtimak akhir bulan Romadlon 1446 H tersebut di kawasan Indonesia saat Matahari Terbenam pada tanggal 29 Maret 2025 tersebut Hilal masih di bawah Ufuq ( karena Matahari lebih dulu terbenam dari pada Hilal Terbenam)
Oleh karena Saat Ijtimak terjadi tanggal 29 Romadlon 1446 H Hilal masih di bawah Ufuq, maka secara Ilmu Hisab harus menggenapkan umur bulan Romadlon 1446 H dengan menggenapkan menjadi 30 Hari (baca Istikmal) hal ini sangat relevan dengan teori Hisab Urfi yang berkaitan dengan hitungan umur bulan Hijriyah, yakni apabila umur bulan Sya’ban yang sudah berjalan sebelum Romadlon itu ditetapkan umurnya 29 Hari, maka Umur bulan Romadlonnya adalah harus 30 Hari, karena ada ketentuan bulan Hijriyah itu dalam dua bulan wajib umurnya berjumlah 59 hari.
Berdasarkan hal ini maka apabila Muhamamdiyah tetap memedomani ketentuan lama (baca maklumat lama), maka keputusan Muhammadiyah tersebut akan menjadi keputusan yang tidak populer dan bisa menjadi bulan-bulanan bagi Muhammadiyah dalam tataran teori keilmuan di bidang Hisab awal bulan Qomariyah.
Menurut penulis, teori KHGT tersebut bisa diterapkan dalam rangka untuk menemani teori WH (wujudul Hilal) dengan artian teori-teori tersebut saling melengkap saja, karena tidak ada teori yang sempurna di dunia ini, masing masing mempunyai kelemahan dan mempunyai kelebihan disisi yang lain, sehingga Teori KGHT tersebut tidak bisa diberdirikan / digunakan secara mandiri dan menghilangkan fungsi teori yang lain. Maka penulis tidak setuju kalau Muhamamdiyah sekarang ini mendeklarasikan diri beralih ke teori KHGT lalu membuang dan meniadakan teori yang lain (baca Wujudul Hilal Wilayatul Hukmi).
Bagi penulis ketentuan harus mengikuti dari belahan dunia yang lain yang sudah masuk kriteria bulan baru karena Hilal sudah ada yang 5 derajad sedangkan di satu sisi dan keadaan wilayah NKRI (matlakul Hukmi) belum masuk area Positif Garis Batas tanggal Hijriyah Nol Derajad dengan artian bahwa Indonesia tidak bisa mengikuti harus tanggal baru seperti keadaan sebuah negara lain yang sudah masuk, sementara kita di NKRI belum terjadi ijtimak. Dengan demikian maka teori KHGT tersebut harus diberi pengecualian dengan sebuah syarat yakni “ bisa mengikuti bulan baru dengan belahan negara yang lain asal wiyatul Khukmi kita sudah terpenuhi kriteria pada hari ke-29 di bulan hijriah yang sedang berjalan, pada saat matahari terbenam terpenuhi tiga syarat berikut secara kumulatif, yaitu: (1) telah terjadi ijtimak, (2) ijtimak terjadi sebelum matahari terbenam, dan (3) pada saat matahari terbenam bulan (piringan atasnya) masih di atas ufuk. Apabila salah satu dari kriteria tersebut tidak terpenuhi, maka bulan berjalan digenapkan (istikmal) tiga puluh hari dan bulan baru dimulai lusa hari
Bahwa Muhammadiyah dalm catatan Penulis sudah beberapa kali berganti teori dalam penentuan awal bulan Qomariyah, diantaranya yang diketahui Penulis adalah pernah mendasarkan pada Rukyat Hilal ansih, kemudian menuju Imkanur Rukyat, setelah itu bergeser kedalam Teori Ijtimak Wujudul Hilal dan terakhir ini menuju Kalneder Hijriyah Global Tunggal (KHGT), apakah masih akan berubah lagi,,, mari kita tunggu perkembangan
Mengakhiri tulisan ini, memang berat mengambil sebuah keputusan mengawali awal bulan Qomariyah tersebut apabila harus berbeda dengan keputusan Saudi Arabia, karena ada sebagian dari saudara-saudara kita yang berpendirian bahwa memulai sebuah ibdah-ibdah tertentu itu harus melihat kapan Saudi Arabia itu memulainya.dengan artian sebisa mungkin harus sama memulainya. Padahal disisi lain jarak selisih waktu antara kawasan NKRI dengan Saudi Arabia juga berbeda. Apalagi harus menyamakan dengan belahan negara yang lain yang jaraknya sangat jauh sekali, semisal kasus bulan Syawal 1446 H tahun ini NKRI harus menyamakan waktunya dengan Benua Amerika karena harus memenuhi sebuah teori didunia ini hanya satu kalender hari dalam waktu yang bersamaan.
Kurang lebihnya mohon maaf, kita hanya menyajikan rekaan-rekaan saja, andalah yang memikirkanya.
Mohon koreksi dari para pemerhati Hisab Rukyat
Komentar
Posting Komentar