EMPAT KEMENANGAN YANG PATUT DIRAYAKAN DI HARI RAYA IDUL FITRI

 

Teks Khutbah Iedul Fitri 1445H.

Oleh: K.H. Hamim Thohari, B.IRK (Hons)

 

Khutbah

:

1 Syawal 1446H.

 

 

 

Tema

:

“EMPAT KEMENANGAN YANG PATUT DIRAYAKAN DI HARI RAYA IDUL FITRI"

Oleh   

:

K.H. Hamim Thohari, B.IRK (Hons)

 

 

[Ustadz / Dai Yayasan Insan Mulia PAMA, Site KPC Sangatta, Kutai Timur dan Pengasuh PAQUSATTA]

 

Khutbah Pertama

 

 

اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣) وَ لِلّٰهِ اْلحَمْدُ * اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا*  وَالحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا * وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا*  لاَإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهْ * صَدَقَ وَعْدَهْ * وَنَصَرَ عَبْدَهْ * وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهْ * لَاإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلاَّ إِيّاَهْ * مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ الكاَفِرُوْنَ  * اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي أَعَزَّنَا بِالْإِسْلَام * وَأَكْرَمَنَا بِالْقُرْآنِ * وَبَارَك لَنَا فِي رَمَضَانَ * والصَّلاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّنَا الْمُصْطَفَى الَّذِيْ أَرْسَلَهُ رَبُّهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِين بَشِيرًا وَنَذِيرًا *  أَمَّا بَعْدُ، فَيَآ أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ * ﴿وَاتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقاَتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ * قال الله تعالى: ﴿وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ.    

 

اللهُ أَكْبَرُ (×٣) وَ لِلّٰهِ اْلحَمْدُ

Saudara-saudaraku, Jamaah

Sholat Idul Fitri yang dirahmati Allah

Marilah kita senantiasa memanjat-kan puji dan syukur ke hadirat Allah, Swt. Dengan rahmat dan kasih sayang-Nya, kita dipertemukan pada hari yang penuh kebahagiaan ini — Hari Raya Idul Fitri 1446 H.

Setelah sebulan penuh kita ber-juang melawan hawa nafsu, menahan lapar dan dahaga, serta memperbanyak amal kebaikan; maka, hari ini adalah hari kemenangan, hari kembali kepada fitrah, hari di mana kita merayakan keberhasilan dalam menaklukkan ujian-ujian di bulan Ramadan.

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad , s.a.w. kepada keluarganya, para sahabatnya, dan umatnya hingga akhir zaman.

 

اللهُ أَكْبَرُ (×٣) وَ لِلّٰهِ اْلحَمْدُ

Saudara-saudaraku, Jamaah Sholat Idul Fitri yang dirahmati Allah

Di hari yang penuh kebahagiaan ini, khatib ingin menyampaikan pesan tentang “Empat Kemenangan Besar yang Patut kita Rayakan di Hari Idul Fitri.” Kemenangan ini adalah buah dari perjuangan kita selama bulan Ramadan. Dan, empat Kemenangan itu adalah:

1.    Kemenangan Ketaqwaan atas Kemaksiatan

Allah, Swt. berfirman: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ / “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (al-Baqarah: 183)

Ayat ini menerangkan tentang tujuan utama berpuasa, yaitu agar menjadi orang yang bertaqwa. Maka puasa bukan sekadar untuk menahan lapar dan dahaga, tetapi juga menahan diri dari perbuatan maksiat. Ketika kita mampu meninggalkan perbuatan dosa selama Ramadan, itulah kemenangan besar.

Tanda kemenangan itu adalah ketika selesai Ramadan, kita tetap mampu menjaga diri dari maksiat. Maka ketakwaanlah yang mengendalikan kehidupan kita sehari-hari.

 

اللهُ أَكْبَرُ (×٣) وَ لِلّٰهِ اْلحَمْدُ

Saudara-saudaraku, Jamaah Sholat Idul Fitri yang dirahmati Allah

2. Kemenangan Keimanan atas Kekufuran

Bulan Ramadan telah melatih diri kita untuk menjadi orang yang kuat imannya, tidak hanya dengan berpuasa Ramadan, bahkan dengan  memper-banyak membaca al-Qur’an, shalat malam, dan berzikir. Sebab, ketika iman bertambah dan semakin kuat akan menjauhkan kita dari kekufuran dan kemunafikan.

Rasulullah, s.a.w. bersabda: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ /"Barang siapa yang berpuasa Ramadan karena iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (H.r. Bukhari dan Muslim)

Orang yang berhasil menguatkan imannya di bulan Ramadan, ia telah menang dari segala bentuk keraguan dan kekufuran. Kemenangan iman inilah yang harus terus dijaga dipertahankan hingga kita kembali kepada Allah dan mati sebagai seorang muslim. Allah berfirman: وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ / "Dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim."  (Ali ‘Imran: 102)

Rasulullah, saw. bersabda:مَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ / "Barangsiapa yang akhir berkataannya adalah 'Laa ilaaha illallah' maka ia akan masuk surga." (H.r. Abu Dawud)  

 

Saudara-saudaraku, Jamaah Sholat Idul Fitri yang dirahmati Allah

3. Kemenangan Jiwa yang Tenang (nafsu muthmainnah) atas Jiwa Pendorong Kejahatan (nafsu ammarah)

Dalam diri manusia ada dua jenis nafsu yang saling bertarung: nafsu mutmainnah (nafsu yang tenang) dan nafsu ammarah (nafsu yang cenderung mengajak pada keburukan). Selama bulan Ramadan kita dilatih untuk mengendalikan nafsu ammarah dan memperkuat nafsu mutmainnah.

Maka puasa telah mengajari kita untuk bersabar, menahan amarah, dan mengutamakan akhlak mulia. Jika kita mampu meraih keadaan ini selama bulan Ramadan dan mempertahankan-nya setelah Ramadan, maka kita telah mengalahkan nafsu ammarah dan memenangkan nafsu mutmainnah.

Jika nafsu mutmainnah telah tercapai, maka pembawaan seorang muslim akan tenang, tidak mudah terbawa emosi dan tidak terdorong untuk melakukan perbuatan keji. Ucapannya santun dan perilakunya terpuji. Kelak dalam kematiannya, dia akan dipangil oleh Allah dengan kalimat yang indah: يٰٓاَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَىِٕنَّةُۙ ارْجِعِيْٓ اِلٰى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً ۚ / "Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya." (Al-Fajr: 27-28)

 

اللهُ أَكْبَرُ (×٣) وَ لِلّٰهِ اْلحَمْدُ

Saudara-saudaraku, Jamaah Sholat Idul Fitri yang dirahmati Allah

4. Kemenangan Ruhani atas Jasmani

Selama Ramadan, kita telah membuktikan bahwa ruhani (jiwa) mampu mengendalikan jasmani (tubuh). Terbukti, kita rela lapar dan dahaga demi menaati perintah Allah. Ini menunjukkan bahwa kekuatan ruhani kita telah mengalahkan keinginan jasmani. Rasulullah, s.a.w. bersabda: إِنَّ الصِّيَامَ جُنَّةٌ / "Sesungguhnya puasa itu adalah perisai." (Hr. Bukhari dan Muslim)

Lalu bagaimana tanda bahwa seseorang itu telah berhasil meme-nangkan ruhaninya atas keinginan jasmaninya.  Sekurang-kurangnya ada tiga tanda:

Pertama: Tidak berlebihan dalam mencintai dunia dan takut kematian. Karena dengan terlalu mencintai dunia akan membuat orang lupa terhadap kematian sehingga lalai untuk memper-siapkannya.

Orang seperti itu disebut telah tertimpa wahan yang bahayanya telah diperingatkan oleh Nabi, saw. bahwa kelak ummatnya akan dijadikan rebutan untuk dimangsa oleh bangsa-bangsa lain, seperti setalam makanan yang diperebutkan oleh para jago makan.

Itu terjadi justru ketika ummat Islam sebagai mayoritas. Namun, kata Nabi, kita bagaikan buih yang hanya mengikuti arus air dan tidak lagi disegani oleh para musuh. Sebab, hati kita telah kemasukan wahan. Yaitu:  حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ / “Terlalu mencinta dunia dan takut kepada kematian.” (Hr. Abu Dawud)

Maka kemenangan rohani terjadi apabila seorang muslim tidak terikat hatinya pada dunia, tetapi lebih memikirkan bekal untuk akhirat dan tidak takut menghadapi kematian karena yakin dengan janji Allah.

Kedua: Tanda kemenangan ruhani atas jasmani adalah ketika seorang muslim tetap berusaha memenuhi kebutuhan ruhaninya meski pun dia juga sebagai pekerja keras.

Karena seorang muslim tidak seharusnya hanya sibuk mengejar dunia tetapi melalaikan kebutuhan ruhaninya, seperti: shalat, dzikir, baca qur’an, dan ibadah lainnya.

Allah tidak melarang orang bekerja keras untuk mencari rizki, namun tetap harus memperhatikan ibadah kepada-Nya. Allah berfirman: وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ / "Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepada-mu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia; dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu." (Al-Qashash: 77)

Ketiga: Tidak hanya mencari dan menumpuk harta tanpa memperhatikan halal dan haramnya.

Allah memerintahkan agar men-cari harta yang halal dan dengan cara yang benar. Allah berfirman: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا / “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan harta di antara kamu dengan cara batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu." (An-Nisa: 29)

Rasulullah, saw. juga memberi peringatan: يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يُبَالِي الْمَرْءُ مِنْ أَيْنَ أَصَابَ الْمَالَ مِنْ حَلَالٍ أَوْ مِنْ حَرَامٍ / "Akan datang suatu zaman di mana seseorang tidak lagi peduli dari mana ia mendapatkan harta, apakah dari yang halal atau yang haram." (HR. Bukhari)

Maka di antara tanda kemenangan rohani adalah ketika seseorang mampu mengendalikan keinginannya dalam mencari harta, memastikan harta yang diperoleh berasal dari sumber yang halal.

 

اللهُ أَكْبَرُ (×٣) وَ لِلّٰهِ اْلحَمْدُ

Saudara-saudaraku, Jamaah Sholat Idul Fitri yang dirahmati Allah

Jika ada empat tanda kemenangan itu dalam diri kita, in-syaa Allah kita telah berhasil  dalam menjalani ibadah Ramadan. Dan, orang yang meraih kemenangan ini berhak menyandang gelar muttaqin — orang-orang yang bertakwa. Allah berfirman: إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ / “Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara kamu." (QS. Al-Hujurat: 13)

Namun, kemenangan ini harus tetap dijaga dan dipertahankan. Karena ia baru awal dari perjalanan panjang untuk mempertahankan ketakwaamn. Justru mujahadah (perjuangan) untuk tetap istiqamah dalam ketaqwaan setelah Ramadan adalah ujian yang sebenarnya.

Semoga Allah menjadikan kita termasuk golongan orang-orang yang meraih kemenangan hakiki dan tetap istiqamah di atas jalan ketakwaan.

تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ، صِيَامَنَا وَصِيَامَكُمْ، كُلُّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ.

 

Khutbah Kedua

اللهُ اَكْبَرُ (٣×) اللهُ اَكْبَرُ (٤×) اللهُ اَكْبَرُ كبيرًا * وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ *

اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، والصَّلَاةُ والسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وآلِهِ وصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ * أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ * فَيَآ اَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا االله فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَزَجَرَ*

أما بَعْدُ: فَقَالَ تَعَالَى (أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ): ﴿لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ﴾  وَ قَالَ تَعاَلَى: ﴿إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يَآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا﴾

اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أجْمَعِينَ، وَمَنْ تَبِعَهُ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ * اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ * اَللَّهُمَّ إِنَّا رَضِينَا بِاللهِ رَبًّا، وِبِالإِسْلَامِ دِيْنًا، وَبِمُحَمَّدٍ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) نَبِيًّا وَرَسُوْلًا * اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا صِيَامَنَا وَقِيَامَنَا وَصَالِحَ أَعْمَالِنَا، وَاجْعَلْنَا مِنَ الْفَائِزِينَ بِرَحْمَتِكَ وَمَغْفِرَتِكَ وَعِتْقِكَ مِنَ النَّارِ، وَبَلِّغْنَا لَيْلَةَ الْقَدْرِ وَارْزُقْنَا فِيهَا مِنَ الْخَيْرِ وَالْبَرَكَةِ، وَاجْعَلْنَا فِي مَقَامِ الْمَقْبُولِينَ عِنْدَكَ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ.

وَصَلِّ اللَّهُمَّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ، بِفَضْلِ: سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.* والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

 

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Obituari Kanda Kaeladzi

الحاكم (الصادر الحكم بين أهل الرأي و أهل التقليدي

Menakar Kemuhammadiyahan Kader dalam Pusaran Mulyonoisme