Dakwah, Tak Semudah yang Dibayangkan
Dakwah, Tak Semudah yang Dibayangkan
اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ
وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ
Banyak para filosuf, pujangga, orang bijak, terkadang harus menyendiri
untuk menemukan jalan kebenaran. Sidharta Gautama meninggalkan “samsara”
duniawi, lalu bersemedi di pohon Budhis. Nabi Muhammad berkhalwat di Gua Hira’,
para sufi menyendiri di tempat sepi. Para pejuang kebenaran kadang harus
berjuang sendiri membela kebanaran, bahkan harus rela minum racun kaya
Socrates, masuk kuali panas kayak Masithah, dipenjara kayak Ibn Taimiyah,
Galileo, Diponegoro, dan lainnya. Jalannya terjal, tidak mudah, dan mendaki.
Sering dicaci-maki, dipersekusi, bahkan dieksekusi.
Mengajak kepada kebenaran, kadang minim respon, ditolak, dimusuhi,
dilempari, bahkan diperangi. Kurang apa baiknya nabi Muhammad, pribadi yang
memperoleh gelar “al-Amin” dari kaumnya, masih dicaci kayak orang majnun,
dituduh terkena sihir karena dianggap gak waras, karena dari mulutnya keluar
kata-kata “ajaib” yang tak mampu mereka samai. Bahkan suatu waktu dilempari
batu, hingga berdarah-darah, dikejar-kejar hingga mau dihabisi, tak mampu
sendirian, diperangi secara ramai-ramai. Ghirahnya begitu besar untuk
menyelamatkan ummat manusia, mengajak siapa pun tanpa henti, hingga Allah
melarang untuk merengek-rengek agar yang diajak mau menerima dan mengimani apa
yang dijarkannya, kata Allah, “Laisa alaika huda hum wa lakinn ‘llaha yahdi
man yasya’”
Nabi dilarang jadi pemarah, emosional, keras kepala, masyarakat akan lari.
Oleh sebab itu didawuhkan oleh Allah untuk menjadi pemaaf, membacakan
istighfar untuk ummatnya, dan bila ada suatu persoalan, rembukan sama mereka
(QS. Ali Imran/3: 159).
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ
اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا
مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى
الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ
الْمُتَوَكِّلِيْنَ
(Karena rahmat Allah, engkau menjadi lemah lembut terhadap mereka. Andai engkau bersikap keras dan keras hati, tentu mereka akan menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu, maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam suatu urusan. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang bertawakal).
لَيْسَ لَكَ مِنَ
الْاَمْرِ شَيْءٌ اَوْ يَتُوْبَ عَلَيْهِمْ اَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَاِنَّهُمْ
ظٰلِمُوْنَ وَلِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِۗ يَغْفِرُ لِمَنْ
يَّشَاۤءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَّشَاۤءُ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ࣖ
Angka “1” (satu), orang yang alim, jahil, presiden, sinden, mu’min, kafir,
pezina, koruptor, hakim, polisi, dst., pasti akan menyebutnya “satu”. Jika
angka 1 (satu) dikatakan 2 (dua), maka sudah tidak sehat, tidak waras. Inilah
makna firman Allah:
Contoh bahwa tidak semua orang menerima ajakan seseorang meskipun benar namun caranya kurang baik adalah seorang “alim” yang mau menasehati Khalifah Harun Ar-Rasyid. Sang alim, karena sikap kerasnya, dibodoh-bodohin Khalifah Harun. Tokoh tersebut terlalu “pede” (percaya diri) kepada pengetahuannya yang selalu dianggap benar. Sehingga disampaikan apa yang ada dengan lantang, keras, namun tidak memperhatikan sikon. Alkisah ini diceritakan kembali oleh Gus Baha’ sebagai berikut:
إني ناصح لك فمشدد عليك
ولا تجدن علي شيئا في نفسك شيئا
قال هارون الرشيد:
"أسكت لا استاذ
أسكت يا جاهل, انت جاهل!"
إن الله قد ارسل من خير منك
الى من هوشر مني
فإن الله قال:
... فقولا له قولا لينا
karena aku tidak menemukan sesuatu pun di dalam dirimu
Harun menyahut,
“Diam, kamu bukan guru,
Diam, bodoh! Kamu bodoh,
Sungguh Allah mengutus orang yang lebih baik daripada
kamu,
kepada orang yang lebih buruk dibandingkan aku. Namu
Allah menyuruhnya,
“... bertuturlah kamu berdua dengan ucapan lemah lembut!
Mengapa Musa disuruh Allah untuk berkata layyinan kepada Fir’aun? Dakwah
bukan untuk saat sekarang saja, ke depan, ada harapan generasi berikutnya mau
mendengarkan, menerima, bahkan mengamalkan. Nyatanya ke masa berikutnya ada
dari kalangan Fir’aun yang menerima ajaran Tauhid, monoteisme.
Dai itu, keras dikritik, lemah-lembut dikritik; ketinggian dikritik; terlalu
mudah dikritik; sedang-sedang ya dikritik; apa saja dikritik. Ngajak ngaji siang,
kok gak malam. Malam kok gak siang. Kalau siang, katanya, “Wayahe nyambut
gawe”. Malam wayahe wong turu. Minggu wayahe liburan. Jum’at durung
libur. Semua serba DISALAHKAN. Mengutip Tuan Guru Bakri, “Kalau ada
niat, ada seribu cara untuk menghadiri; kalau tidak ada niat, ada seribu cara
untuk menghindari.” Artinya, kalau hati tidak berkehendak, yang manis pun
dirasa pahit, yang baik pun kelihatan buruk, yang cantik nampak tak elok rupa,
apalagi yang buruk dan jelek.
Kurang alim apa Ustadz Adi Hidayat, masih ada yang men-tahdzir, ada
yang melarang untuk mengikuti kajiaanya. Kurang alim apa Ustadz Abdul Shamad,
di kalangan internal nahdliyin sendir ada yang menolak dan mendiskreditkan
karena simpati kepada Islam politik.
Dai, JANGAN sampai kayak cerita “Keledai, Ayah, dan Anak”. Keledai dituntun oleh ayah dan anak, namun
tidak dinaiki. Bertemu orang di jalan, lalu ditanya, “Ngapain punya Keledai
tidak dinaiki? Untuk apa punya Keledai.” Setelah itu Keledai dinaiki ayah dan anak. Di tengah jalan
bertemu dengan seseorang, “Ngapain Keledai yang kecil itu dinaiki 2 orang? Kok bodoh
sekali.” Akhirnya salah satu dari ayah dan anak turun. Anaknya ada yang di atas
Keledai, sedang bapaknya ada di bawah, menuntun keledai. Bertemulah seseorang
di perjalanan, “Tidak sopan sekali, anak naik Keledai, sedang ayahnya menuntun.”
ayah dan anak bingung. Akhirnya ayahnya yang naik Keledai. Perjalan dilanjutkan,
di tengah jalan bertemu seseorang, “Ayah macam apa ini, ayahnya naik Keledai,
anaknya menuntun di bawah. Orang tua tak punya otak.” Turunlah ayahnya dari Keledai.
Akhirnya ayah dan anak kebingungan.
Dai bisa diombang-ambingkan keadaan bila tidak punya pendirian, mudah
digoyang angin, atau bahkan masuk angin. Apalagi kebanyakan makan, seperti
cerita pasukan yang kebanyakan minum “Air Ujian”.
فَلَمَّا فَصَلَ طَالُوْتُ
بِالْجُنُوْدِ قَالَ اِنَّ اللّٰهَ مُبْتَلِيْكُمْ بِنَهَرٍۚ فَمَنْ شَرِبَ مِنْهُ
فَلَيْسَ مِنِّيْۚ وَمَنْ لَّمْ يَطْعَمْهُ فَاِنَّهٗ مِنِّيْٓ اِلَّا مَنِ
اغْتَرَفَ غُرْفَةً ۢبِيَدِهٖ ۚ فَشَرِبُوْا مِنْهُ اِلَّا قَلِيْلًا مِّنْهُمْ ۗ
فَلَمَّا جَاوَزَهٗ هُوَ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَعَهٗۙ قَالُوْا لَا طَاقَةَ
لَنَا الْيَوْمَ بِجَالُوْتَ وَجُنُوْدِهٖ ۗ قَالَ الَّذِيْنَ يَظُنُّوْنَ
اَنَّهُمْ مُّلٰقُوا اللّٰهِ ۙ كَمْ مِّنْ فِئَةٍ قَلِيْلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً
كَثِيْرَةً ۢبِاِذْنِ اللّٰهِ ۗ وَاللّٰهُ مَعَ الصّٰبِرِيْنَ
Para nabi dan rasul, ajakannya bukan pamrih untuk mencari materi, jabatan,
dan kesenangan, serta kehormatan, namun hanya mencari “pahala” dari Allah. Salah
satunya adalah ayat berikut:
وَيٰقَوْمِ لَآ
اَسْـَٔلُكُمْ عَلَيْهِ مَالًاۗ اِنْ اَجْرِيَ اِلَّا عَلَى اللّٰهِ وَمَآ اَنَا۠
بِطَارِدِ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْاۗ
اِنَّهُمْ مُّلٰقُوْا
رَبِّهِمْ وَلٰكِنِّيْٓ اَرٰىكُمْ قَوْمًا تَجْهَلُوْنَ
Nabi Ulul Azmi, termasuk nabi Nuh, satu di antara contoh betapa beratnya berdakwah. Riwayat menyebutkan, selama berdakwah kurang-lebih 800 tahun, hanya memperoleh 80 pengikut. Artinya, setiap seratus tahun, hanya dapat mengimankan 10 orang, berarti 1 tahun, 1 orang. Begitu berat ujian para nabi dan rasul. Padahal seperti dakwahnya nabi Nuh, mengunakan berbagai cara, waktu, dan model pendekatan. Berikut firman Allah:
قَالَ رَبِّ اِنِّيْ دَعَوْتُ قَوْمِيْ لَيْلًا
وَّنَهَارًاۙ فَلَمْ يَزِدْهُمْ دُعَاۤءِيْٓ اِلَّا فِرَارًا وَاِنِّيْ كُلَّمَا
دَعَوْتُهُمْ لِتَغْفِرَ لَهُمْ جَعَلُوْٓا اَصَابِعَهُمْ فِيْٓ اٰذَانِهِمْ
وَاسْتَغْشَوْا ثِيَابَهُمْ وَاَصَرُّوْا وَاسْتَكْبَرُوا اسْتِكْبَارًاۚ ثُمَّ
اِنِّيْ دَعَوْتُهُمْ جِهَارًاۙ ثُمَّ اِنِّيْٓ اَعْلَنْتُ لَهُمْ وَاَسْرَرْتُ
لَهُمْ اِسْرَارًاۙ
Sesungguhnya setiap kali aku mengajak mereka
(untuk beriman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jarinya
ke telinga dan menutupkan baju (ke wajah) mereka. Mereka pun tetap
(mengingkari) dan sangat menyombongkan diri.
Kemudian, sesungguhnya aku mengajak mereka
dengan cara terang-terangan. Dakwah ini dilakukan setelah dakwah dengan cara
diam-diam tidak berhasil.
Lalu, aku menyeru mereka secara terbuka dan
diam-diam. Setelah gagalnya dakwah secara diam-diam dan dakwah secara
terang-terangan, Nabi Nuh a.s. melakukan keduanya sekaligus.”
(QS. Nuh/:5-9).
Nabi Nuh, menurut kalangan ulama’ sebagai Rasul
pertama, ada kaum, ada ajarannya. Dakwahnya siang-malam, jihar-israr,
alaniah-sirr, namun kaumnya malah menutup wajah dan membuntu telinga mereka. Mereka
tidak bertambah kecuali makin kufur.
Nabi Muhammad, dakwahnya juga memakai cara sirr, jahr, lemah lembut, juga keras, bahkan perang, tergantung situasi dan kondisi. Antara lain yang sering kita kutip:
قل الحق و لو كان مرا
(QS. Al-ahl/16: 125)
۞ هٰذَانِ خَصْمٰنِ اخْتَصَمُوْا فِيْ رَبِّهِمْ فَالَّذِيْنَ كَفَرُوْا قُطِّعَتْ لَهُمْ ثِيَابٌ مِّنْ نَّارٍۗ يُصَبُّ مِنْ فَوْقِ رُءُوْسِهِمُ الْحَمِيْمُ ۚ
(Inilah dua golongan (mukmin dan kafir)
yang bertengkar. Mereka bertengkar tentang Tuhan mereka. Bagi orang-orang yang
kufur dibuatkan pakaian dari api neraka. Ke atas kepala mereka akan disiramkan
air yang mendidih).
(QS. Al-Hajj/22: 19)
“Dadi, ngaji iku berdasarkan ilmu, ora berdasar nafsu. Nek berdasarkan
nafsu, gak onok benere. Seng bener seng podo karo karepe, kabeh salah nek gak
podo karo karepe. Wong ngono iku, jangankan kyai, guru, wong bojone dewe ae
disalahno, nek gak cocok karo karepe, kabeh salah. Dadi seng bener opo sesng
sesuai karo kekarepane. Nek dunyo diatur koyok ngene rusak. Nek gak cocok karo
nafsune, gak bener. Mangkane, ngaji gudu berdasarkan ilmu, ora nafsu.”
من سلك طريقاً يلتمس فيه علماً سهل الله له
طريقاً إلى الجنة
Nabi Muhammad seorang diri, ajarannya diterima
sang istri, sepupu, teman sejawat, pembantu rumah tangga, musuh, dan semua
kalangan, akhirnya dapat menaklukkan Makkah simbol kekuatan Jazirah Arabia.
Dilanjutnya masa Khulaur Rasyidin, Dinasti Umayyah, Abbasiyah, Mamluk,
Ayyubiyah, Mughal, Demak, Mataram Islam, hingga kesultanan Utsmaniah. Kesulitan
hilang, kemudahan datang. Ketertindasan lenyap, datang kemenangan. “Inna
ma’a ‘lyusri yusra”
Muhammadiyah dicetuskan kyai cerdas dan
berwawasan luas ke depan, K.H. Ahmad Dahlan, dikucilkan, dimusuhi, dikafirkan,
pernah diancam pembunuhan, Langgarnya dirobohkan. Sekarang, ide-ide
modernisasinya diserap luas banyak orang, kelompok, organisasi, bahkan negara.
Formalnya mungkin ditolak, namun isinya dipakai dan dimanfaatkan.
K.H. Jazuli, awalnya berjuang sendiri,
mendirikan ta’lim sederhana di desanya, mendirikan mushalla, lalu berdiri
Pondok Pesantren al-Falah, Ploso, Kediri. Awalnya kecil dan penuh rintangan.
Sekarang santrinya ribuan. Didampingi istri yang gigih dan pejuang. Siap
menyokong ruhani dan duniawi dari “wingking” dan juga depan, mampu mengantarkan
Ponpes Ploso sebagai salah satu ponpes terbesar di Indonesia. Anaknya
hebat-hebat, cucu-cucunya juga hebat-hebat.
Universitas al-Azhar, Universitas Qarawiyun,
universitas tertua di dunia, didirikan perempuan-perempuan muslim hebat. Tentu tantangan
dan rintangan selalu menyertai perkembangan dan kemajuan dua universitas hebat
tersebut.
Ide Pan Islamisme Afghani, modernisme Abduh,
yang disokong murid utamanya, Sayyid Rasyid Ridla al-Husaini, tidaklah mudah.
Dituduh agen free Mansoory, atheis, antek Inggris, Mu’tazili, majalahnya
dibredel penguasa, bahkan tafsirnya haram dibaca. Ketika “saat”-nya tiba, semua
mata terbelalak, terkesima, hati terpatri, telinga menyimak seksama,
negara-negara terjajah merdeka, ide modernisasinya diterima. Orangnya telah
tiada, namun namanya harum, selalu disebut di mana-mana, murid kelilmuannya,
cucu keilmuannya, tidak pernah mati dan padam, selalu menjadi inspirasi
modernisasi dan kemajuan ummat Islam di mana-mana.
Keberhasilan tak melulu diukur kuantitas
apalagi kuitansi, keberhasilan diukur seberapa kebenaran bisa abadi, walau
seorang diri. Socrates, Galileo, Ibn Taimiyah, Diponegoro, Malim Basa, Kyai
Hasyim, hingga Habib Riziq, demi membela kebenaran rela masuk bui.
Menjadi dai, guru, kyai, penegak kebenaran, tak
mudah, namun wajib dilakukan. Pahit di depan, manis di belakang. Wallahu a’lam
bi al-shawab.
Komentar
Posting Komentar